Pages

Friday, December 19, 2025

"MEREKA BUKAN PEMBUAT ONAR"




Pernyataan Sikap Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur atas penolakan bangunan milik GPIB Benowo Surabaya

Entah apa yang salah dengan GPIB Benowo. Gereja ini kerap menerima perlakukan tidak mengenakkan di level RT maupun RW. 

Setahun lalu, Mei 2024, oknum warga salah satu perumahan di Cerme Gresik membubarkan ibadah GPIB tersebut. Kejadian tersebut menyeret oknum ASN perempuan.

Kini, beredar spanduk penolakan pendirian bangunan di Perumahan Dreaming Land Benowo Surabaya dari oknum yang mengatasnamakam RT/RW setempat.

Spanduk putih tersebut mengintimidasi GPIB Benowo; supaya tidak meneruskan pembangunan rumah tinggal (mess) yang diperuntukkan bagi tamu gereja, mahasiswa praktek maupun vikaris/calon pendeta. 

Penolakan tersebut, dalam penjelasannya, konon didasarkan pada kesepakatan-kesepakatan antara warga RT/RW  5/13 perumahan dengan pihak pengelola mess GPIB Benowo. 

Jaringan Islam Antidiskriminasi dengan sepenuh keyakinan menyatakan sikap sebagai berikut. Pertama, menyayangkan aksi penolakan tersebut. Tindakan itu nyata-nyata merupakan bentuk diskriminasi yang didasarkan pada kebencian irasional berbasis agama. 

Klaim adanya "kesepakatan" tidak seharusnya mengeliminasi hak dasar seseorang untuk tinggal dalam suatu wilayah dengan aman dan merdeka, kecuali telah terbukti melakukan keonaran publik. 



Dalam pandangan klasik Islam NU, menurut JIAD, para tamu justru wajib dihormati dan dilayani dengan baik. Apalagi tamu tersebut bagian dari rumah ibadah. Perlakuan serupa itu juga berlaku bagi para mahasiswa maupun calon pendeta. Logika ini berlaku secara universal untuk agama/keyakinan apapun.

Mereka bukanlah kriminal, bukan teroris, maupun pembuat onar. Itu sebabnya, pembangunan rumah tinggal bagi mereka merupakan hal yang lumrah, dan tidak perlu dipersepsi negatif. Bahkan, perlu didukung oleh banyak pihak.

Kedua, mendesak Walikota Surabaya turun tangan menyelesaikan masalah ini secara adil dan merah-putih. Walikota Surabaya perlu mengevaluasi keberadaan perumahan tersebut;  agar tidak berubah menjadi perumahan berbasis agama tertentu yang tidak toleran pada agama lain.

Ketiga, menyerukan kepada pihak RT, warga, serta GPIB Benowo agar tidak lelah berdialog dalam rangka mengokohkan Surabaya sebagai ikon kota toleransi sebagaimana yang selama ini diyakini publik. 

Keempat, JIAD menyerukan kepada semua pihak untuk melakukan moratorium (puasa) penolakan/persekusi/diskriminasi rumah ibadah untuk menghormati Natal 2025. 

Dalam catatan JIAD, penolakan di Benowo semakin menambah panjang daftar diskriminasi berbasis agama di Jawa Timur, setelah sebelumnya praktek serupa juga dialami rumah ibadah milik GKJW di Mojoroto Kota Kediri. 

Surabaya, 18 Desember 2024

Aan Anshori
Kordinator

089671597374

Sunday, December 14, 2025

DARI LINGERIE HINGGA GEREJA; BERATNYA MENJAGA CITRA SALATIGA




Ibarat di sekolah, Salatiga adalah guru dan teladan dalam toleransi. Ia layak digugu dan ditiru murid-muridnya. Tak terkecuali olehku, Jombang. 
*

Sejak lama aku selalu merasakan atmosfir paseduluran saat berkunjung ke banyak gereja, khususnya gereja-gereja berafiliasi Jawa. Para umat dan pendetanya selalu nyemanak, enak diajak ngobrol dan rendah hati. 

Begitu pula saat aku tiba di GKJ Sidomukti Salatiga. Gereja ini berulang tahun yang ke-32. Masih belum terlalu tua memang, jika misalnya dibandingkan dengan GKJW Bongsorejo Jombang. 

Sabtu pagi (13/12), perayaan ulang tahunnya diperingati dengan jagongan lintas agama. Tempatnya di ruang ibadah. Cukup luas. Muat 150 orang. 

Yang hadir sekitar 130an orang. Banyak orang Islam. Yang berjilbab tidak sedikit. 

Aku ketemu banyak kawan lama, misalnya Pdt. Gunawan Yuli, Mas Suwarto Adi, Pdt. Izak Lattu, Gus Bahruddin Qoryah Tayyibah, Pdt. Roy dan tentu saja tuan dan puan rumah; Pdt. Eben serta Pdt. Maya. Aku baru tahu nama terakhir tadi adalah pendeta di GPIB .

Yang tidak aku sangka-sangka, datang juga pendeta supersenior GPIB, mahaguru Perjanjian Lama UKDW, almukarrom wa shohibul fadhilah, Pdt. Gerrit. 

"Masyaalloh, Prof. Matur nuwun," ujarku bersalaman dan memeluknya. 

Ia datang ditemani Daniel mahasiswanya. Pdt Gerrit memang istimewa. Sejak dulu selalu terlihat dikelilingi cowok-cowok ganteng dan, rata-rata, pintar. 


Dengan begitu banyak tokoh yang berkumpul di sana, bisa dibayangkan betapa gayengnya obrolan kami.

"Betapa beratnya menjaga citra Salatiga," kataku. 

Sebagai guru, Salatiga sangatlah layak dijadikan contoh toleransi. Kota ini perlu terus dijaga agar tetap sehat dan menginspirasi. 

Itu sebabnya, aku sendiri sedikit agak mengkhawatirkan "kesehatan,' kota sejuk nan asri ini. Beberapa jurnal yang aku baca menyatakan Salatiga terbilang cukup rapuh dibalik kewibawaannya. 

"Ada satu gereja yang konon belum dapat IMB sejak 12 tahun lalu. Bahkan ada yang telah mengantongi IMB namun belum bisa membangun sejak lama, di kota ini. Ini tantangan kita semua," kataku kepada forum. 

Yang membuatku kaget dan gembira adalah cerita dari Gus Bahruddin, pendiri Qaryah Thoyyibah, yang hadir saat itu. Ia menceritakan ada rombongan frater live in di pesantrennya beberapa minggu. Dan ia mempersilahkan mereka beribadah di pesantrennya. 



"Gus Bahruddin ini level wali. Cocok dadi rois aam," kataku. 

Setelah selesai acara, aku diantar Pdt. Roy dan Sidik Pramono melakoni ziarah singkat ke kampus UKSW. Ini pertama kali aku masuk di dalamnya, setelah beberapa kali hanya lewat di depannya. 

Pagi sebelum acara, aku sempatkan jalan kaki, menyusuri beberapa jalan di Salatiga. Aku sengaja tidak pakai alas kaki. Model gelandangan. Beberapa tatapan mata melihatku dengan aneh. Biarin saja. 

Aku pengen sekali berlama-lama di kota ini, kota yang menurutku selalu menyediakan atmosfir mistis cum akademik. Sayangnya, aku harus balik ke Jombang via Stasiun Solobalapan. 

"Tak antar, gus," kata Pdt. Maya bersama bu Eko yang menjadi sopirnya. Aku tidak sempat bertanya siapa nama sebenarnya bu Eko. Eko adalah suaminya, salah satu wakil rektor UKSW, yang menjadi jemaat GKJ Sidomukti. 

Selamat ulang tahun, GKJ Sidomukti. Selamat menyongsong natal. Gusti paring berkah.(*)

Tuesday, November 25, 2025

Menjelang Nataru di GKI Kebayoran Baru




"Kalian tahu nggak, segitu sayangnya Islam pada Yesus, konon makamnya sudah dipersiapkan di Raudlah, kompleks kuburan paling sakral di Madinah," kataku.

***

Dari Bandung, aku berangkat menuju GKI Kebayoran Baru menggunakan kereta api Parahyangan, Sabtu (22/11). Tujuanku Stasiun Gambir. Aku berjalan kaki sejauh 2-3 kilometer dari Sinode gereja Kristen Pasundan menuju Pintu Selatan Stasiun Bandung.

Sampai di Stasiun Bekasi, pikiranku berubah. Aku ingin menuju GKI KB dengan rute agak menyusahkan; menggunakan commuter line (CL).

Aku putuskan turun di Stasiun Jatinegara dan pindah CL. Harusnya aku turun di Sta. Tanah Abang namun karena ini perjalanan pertamaku, aku agak bingung, dan akhirnya turun di Sta. Manggarai.

Petugas menyaranku mengambil kereta lanjutan ke Tanah Abang dan pindah rute menggunakan CL yang menuju Rangkasbitung.

"Betapa canggihnya rute CL ini. Canggih sekaligus rumit, membingungkan, dan menakutkan bagi yang tidak tahu. Persis konsep monoteisme trinitas," batinku.

Dari Sta. Tanah Abang, akhirnya aku sampai di Stasiun Kebayoran setelah terlebih dahulu melewati Sta. Palmerah. Dari sana aku diantar ojek online menuju tempat penginapan, sebelum dua jam kemudian aku dijemput Pnt. Dewi dan Pdt. Ronald.

"Kamu makin tampak dewasa, Ron," ujraku sembari memeluk Pdt. Ronald di lobby hotel.

Aku ketemu Ronald Pekuwali di GKI KB sekitar 2018. Saat itu ia masih belum pendeta namun aktif mendampingi jemaat muda. Aku berdoa dan mendorongnya agar segera memproses status kependetaan.

Nampaknya Tuhan mendengar. Aku bertemu dengannya lagi di muktamar Sinode Gereja Kristen Sumba tahun 2022. Ia memakai baju putih dan celana hitam. Ada beberapa orang, laki-laki dan perempuan, berseragam sepertinya. Rupanya ia akan ditahbiskan menjadi pendeta.

Malam itu aku kembali ke GKI KB bersamanya, untuk bertemu puluhan jemaat dalam acara pendalaman alkitab (PA). Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak muda. Beberapa jemaat senior juga hadir.

Format PA malam itu adalah talkshow. Topiknya seputar masa Advent. Ronald menjelaskan krusialnya masa ini menjelang kelahiran Natal. Ia mendorong agar jemaat serius memikirkan makna natal ketimbang larut dalam selebrasinya saja.

"Gus Aan, bagaimana Natal dan Yesus menurut Islam?" tanya Debby, host malam ini.

Umat Islam terpecah, kataku. Kebanyakan melihat Natal dan Yesus sebagai fenomena yang tidak ada kaitannya, bahkan dianggap bermusuhan, dengan doktrin Islam.

"Aku dulu ikut kelompok tersebut. Duluuu. Kini aku berubah setelah belajar dan bergaul dengan berbagai kalangan, khususnya kristen," kataku.

Dalam al-Quran, tambahku, tidak ada satupun narasi negatif yang aku temukan terkait Yesus, apalagi menyangkut kelahiranya.

Sosok yang disebut Isa dalam al-Quran digambarkan sedemikian fenomenal saat lahir -- bahkan sebagai satu-satunya cerita kelahiran yang dijelaskan secara mendetil oleh alQuran.

Keperawanan suci Maryam digambarkan dalam al-Quran dalam konsep narasi yang terasa melampaui Alkitab.

"Dalam Alkitab kan Maryam digambarkan punya tunangan, sehingga saat ia melahirkan Yesus, sebagian publik masih menoleransi pemahaman Yusuflah sebagai ayah dari Yesus. Maryam terlindungi oleh kehadiran Yusuf secara sosiologis," ujarku.

Nah dalam al-Quran, Maryam benar-benar dilukiskan layaknya sebagai biarawati; hidup sendiri, jauh dari hiruk pikuk lelaki, hidupnya hanya digunakan untuk menyembah Tuhan. 


Pdt. Ronald mengutip pertama kali firman tuhan malam itu. Yesaya 7:14 --yang menjelaskan nubuat kelahiran seseorang bernama Imanuel melalui perempuan muda. Dengan penuh semangat, Ronald menjelaskan tafsirnya. 

"Kalian tahu nggak, ayat tersebut, entah bagaimana ceritanya, nampaknya mirip dengan apa yang disampaikan al-Quran terkait Isa," ujarku.

Aku melihat Debby melihatku dengan pandangan agak kaget, begitu pula Pdt. Ronald. Keduanya duduk di sebelah kananku. 

"Aku bacakan versi arabnya ya biar aku tidak dituduh hoaks," kataku tertawa.

Aku lalu membacakan QS. 3:45 lengkap beserta terjemahannya.

اِذْ قَالَتِ الْمَلٰٓىِٕكَةُ یٰمَرْیَمُ اِنَّ اللّٰهَ یُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِّنْهُ ۖۗ اسْمُهُ الْمَسِیْحُ عِیْسَی ابْنُ مَرْیَمَ وَجِیْهًا فِی الدُّنْیَا وَالْاٰخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِیْنَ

(Ingatlah), ketika para malaikat berkata, “Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang seorang kalimat (anak) dari-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat, dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).

Bahkan, kataku, ada sederet gelar yang diberikan al-Quran untuk Yesus, misalnya, al-Masih (messiah), al-Rasul, Kalima allah, ruh al-alloh, abd allah, dll. 

"Mungkin belum banyak dari kalian yang tahu, sedemikian sayangnya Islam pada Yesus, konon makamnya sudah dipersiapkan di Raudlah, kompleks kuburan paling sakral di Madinah," kataku.

Dalam Raudlah, ada 4 liang lahat. Ketiganya sudah terisi oleh Rasululloh, Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Masih tersisa satu liang lahat yang belum terisi. 

" Konon, menurut beberapa riwayat hadits, liang lahat itu akan dihuni oleh Isa/Yesus setelah ia selesai menunaikan tugasnya di dunia. The second coming," kataku. 

Forum terasa lebih sunyi. Mungkin mereka tidak menyangka Islam memiliki narasi seperti itu.

Aku tahu banyak orang Kristen yang tidak terlalu butuh justifikasi kehadiran Yesus dari agama lai, termasuk Islam. Namun pembelaan al-Quran dan hadits merupakan modal positif, sebagai jembatan, untuk merekonsiliasi ketegangan Kristen-Islam.

"Namun, kenapa justru orang Islam sendiri yang terasa tidak menyukai orang Kristen? Ini kan aneh?" tanyaku balik, mewakili kegalauan sebagian peserta forum. 

Secara kristologi, Islam memiliki cara pandang unik, seunik pengikut Kristen trinitarian, untuk menghormati keberadaan Yesus. Keunikan ini tidak cukup terkomunikasikan dengan jelas dan proporsional. Alih-alih, keunikan tersebut malah justru menjadi bahan celaan antarkeduanya. 

"Ayat-ayat al-Quran yang mengkritik model kekristenan trinitarian, termasuk model ketuhanannya atas Yesus, secara histroik, sulit dilepaskan dari ketegangan peperangan antara Nabi Muhammad dengan kelompok Makkah yang didukung oleh imperium kristen Byzantine dan Ghassanid," ujarku.

Faktor lainnya, sangat mungkin karena Islam memilih corak kristologi yang anti-trinitarian, sebagai konsekuensi dari banyaknya aliran-aliran anti-trinitarian yang telah lama beroperasi di semenanjung arabia, termasuk di sekitar Makkah, sebagaimana teori Prof. Irfan Sahid. 

"Dan, jangan lupa, ada lagi faktor unik, khas Indonesia, yang menyumbang ketegangan Kristen-Islam," kataku. 

Pascaperistiwa 1965, antara 1967-1969, terjadi lonjakan tajam pengikut Kristus. Konon jumlahnya mencapai satu juta orang. Banyak orang Islam menganggap kekristenan Indonesia melakukan upaya sangat serius menggembosi orang Islam di Indonesia. 

"Bayangkan begini deh, besok pagi ada 100 orang jemaat GKI Kebayoran Baru pindah gereja secara massal, live tiktok pula. Bagaimana perasaan kalian, terutama pendeta dan MJ?" kataku.

Tiga faktor di atas bersatu padu memengaruhi cara pandang masyarakat Islam di Indonesia terhadap kekristenan; cara pandang keterancaman --yang kemudian diwariskan turun temurun melalui relasi dan jejaring pengetahuan. 


Keterancaman ini telah berlangsung lebih dari 6 dekade. Namun demikian, melalui interaksi dengan komunitas Kristen dan non-Islam lainnya, hampir separuh orang Islam Indonesia nampak telah menunjukkan "kesembuhan" dari perasaan keterancaman tersebut. 

Hal ini terlihat dari laporan survei yang dilakukan Muhtadi dan Mietzner pada 2020. Setidaknya 47% orang Islam tidak lagi keberatan orang non-Islam membangun rumah ibadan di lingkungannya, termasuk juga tidak keberatan mereka menduduki jabatan publik, seperti bupati, walikota maupun gubenrnur. 

Saat sesi tanya jawab, aku meladeni berbagai pertanyaan kritis dari para peserta, baik tua maupun muda. Aku ladeni satu per satu, dengan respon jujur dan terbuka.

"Bersetialah pada ajaran Kristus, sebagaimana omongan rasul Paulus -- iman, pengharapan dan kasih. Dua di awal adalah lapisan dalam, cukup kamu saja yang tahu. Publik menanti yang ketiga, kasih, sebagai resultante dari keduanya," kataku. (*)

Friday, July 25, 2025

Katekisasi Komplit dan Tauhid Bhinneka Tunggal Ika



Katekisasi di GKI Manyar, Jumat (11/7/2025), bisa dikatakan komplit. Selain peserta internal GKI setempat, Yang datang ada dari Islam, Kristen Ortodoks, juga perempuan muda Kristen yang dulunya muslimah.

**
Saat acara berjalan 20 menitan, pintu ruang katekisasi di lantai 4 GKI Manyar terbuka sedikit dan pelan. Lalu nongol kepala berjilbab. Celingukan memandangi ruangan, seakan ingin mengkonfirmasi ia tidak salah acara.

"Ayo masuk-masuk.." teriakku di depan menghentikan sementara presentasiku.

Dua orang perempuan muda berjilbab langsung masuk ruangan. Aku tunjukkan kursi yang masih kosong. Sayangnya cuma ada 1.

Salah satu peserta katekisasi berbaik hati, memberikan tempat duduknya. Gery nelwan, sang moderator, keluar ruangan untuk mengambil kursi ekstra, 

Dua perempuan itu bernama Fahwa dan Linda. Keduanya mahasiswi Prodi Studi Agama-Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 

"Kamu langsung datang atau konfirmasi dulu ke Pdt. Christo?" tanyaku.
"Langsung ke sini, pa,"
"Tahu acara ini dari mana?"
"IGnya Bapak," kata Fahma tertawa girang.

Selain keduanya, ada lagi temanku yang hadir, Tjoeppy dan istrinya. Keduanya jemaat gereja Orthodoks. 

Juga ada perempuan muda, sebut saja Mawar, yang memperkenalkan diri dari gereja lain. 

"Saya dulu muslimah, Gus. Sekarang Kristen. Sudah empat tahun. Hingga saat ini belum berani memberitahu keluarga terkait kepindahan ini. Menunggu momentum," katanya sembari meringis.

Selain mengucapkan "I am happy for you," kepadanya, aku juga meminta ia lebih bersabar dan memperkuat diri bilamana merasa perlu memberitahukan kabar baik seputar agama barunya pada orang tuanya. 

Di sebagian lingkungan Islam-Jawa, berpindah agama --apalagi dari Islam menuju non-Islam -- bukanlah urusan mudah. Tak semata urusan personal namun acapkali menggelembung menjadi urusan domestik bahkan komunal.


Hampir semua orang Islam Indonesia, secara teologis dan kristologis, dirawat dan dibesarkan, minimal, dalam tradisi Asy'ariah   dan Ibn Taimiyyah. Meskipun akan cukup banyak dari mereka tidak kenal 2 dewa tersebut, namun tanpa sadar mereka memamah ajaran-ajaran teologis maupun kristologis keduanya.

Keduanya berpandangan l; satu-satunya cara mengenal tuhan yang satu (bertauhid) adalah melalui upaya menyucikanNya dari hal-hal yang bisa mengotori kebesaranNya. Dengan demikian, Tuhan terlarang untuk dinarasikan maupun digambarkan serupa dengan manusia atau apapun --apalagi dimanifestasikan dalam manusia yang tersalib. 

Kedua dewa ini juga benar-benar mewanti-wanti super pentingnya menjaga kemurniaan keesaan Tuhan --dalam kerangka Dia bahkan terlarang untuk dimanifestasikan dalam kebendaan. Itu sebabnya, mendatangi aneka patung, kuburan orang suci, mengeramatkan cincin, kalung atau keris, akan dianggap menduakan tuhan. 


Tuhan juga tidak bisa diserupakan dengan apapun. Ke-satu-annya terlarang untuk "dibagi" atau terlihat seperti "pembagian,"
Pendek kata, ketauhidan bagi kedua dewa ini adalah satu Tuhan yang benar-benar-benar utuh. Titik. Tidak boleh ada pandangan maupun penjelasan yang berpotensi mengganggu ke-satu-an tersebut. 

Tuhan tidak boleh seenaknya dirasionalkan karena akan dianggap mengotori keilahiannya. Lebih jauh, keduanya membakukan cara pandang ini sebagai satu-satunya yang benar. Tidak boleh ada tafsir lain monoteisme. Tafsir lain akan dilabeli menyimpang, sesat dan menyekutukan Tuhan. Di titik ini, aroma fanatismenya sedemikian menyengat.

Maka kita dengan mudah bisa ditebak, baik al-Asy'ari maupun Ibn Taymiyyah, keduanya menjadi sangat alergi terhadap kekristenan trinitarian -- model ketauhidan yang terasa berjamak. Bahkan Ibn Taymiyyah membuat buku khusu mengkritisi kristologi kristen trinitarian, berjudul "al-Jawāb al-Ṣaḥīḥ li-man baddala dīn al-Masīḥ,"

Buku ini menjadi inspirasi utama para kristolog Islam, seperti Ahmad Deedat, Abdullah Wasi'an, Zakir Naik dan lainnya. 

"Bayangkan, cara baca monoteisme seperti ini akan senantiasa gagal memahami monoteismo model trinitarian, seperti yang kalian imani," kataku pada para katekisan.

Fanatisme atas ketauhidan tertentu --termasuk memfanatikkan pandangan 2 dewa di atas-- sebenarnya dikritik habis Ibn Arabi --filosof sekaligus ulama besar Islam. Siapapun yang memutlakkan/memfanatikkan model tertentu dalam memahami Tuhan dianggap tengah menyembah berhala.

إِنَّ اللَّهَ يَتَجَلَّى فِي كُلِّ صُورَةٍ،فَمَنْ قَصَرَهُ عَلَى صُورَةٍ فَقَدْ عَبَدَ صَنَمًا.
"Sesungguhnya Allah menampakkan diri-Nya dalam setiap bentuk. Maka siapa pun yang membatasi-Nya hanya pada satu bentuk, sesungguhnya ia telah menyembah berhala."

Arabi dengan demikian, secara gamblang menolak klaim kebenaran universal atas pandangan tertentu terkait Tuhan. Baginya, Allah dimungkinkan bisa dipahami dengan berbagai cara dan, itu sebabnya, tidak boleh ada yang memutlakkan pandangannya. 

Ibn Arabi sangat mungkin bisa mengendus pemutlakan atas pandangan monoteisme tertentu akan berpotensi mendiskriminasi pandangan lainnya dan, celakanya, akan meredusir kebesaran Tuhan itu sendiri.

Ibn Arabi tidak hanya berhenti sampai di sini. Filosof yang meninggal pada 1240 M di Damaskus Syiria ini, secara berani dan progresif, menyatakan Tuhan tidak terhalang dari mereka yang memandangNya dalam bentuk jamak. Cara pandang ini tak pelak memberikan ruang akomodatif bagi monoteisme berbasis kejamakan, seperti trinitarian dan politeisme. 

"Aku menyebut tauhid Ibn Arabi sebagai tauhid model bhinneka tunggal ika --beragam dan memiliki eksistensinya masing-masing namun sekaligus satu," ujarku pada mereka. 

Salah satu ucapan Ibn Arabi yang cukup tersohor terkait ini, dalam Fusus al-Hikam, adalah demikian;

فَلَا يَحْجُبُ الْحَقُّ تَعَالَى عَنْ النَّاظِرِ صُوَرُ التَّعَدُّدِ،فَإِنَّ الْوَاحِدَ هُوَ الْمُتَعَدِّدُ، كَمَا أَنَّ الْمُتَعَدِّدَ هُوَ الْوَاحِدُ، وَهُوَ عَيْنُ الْجَمْعِ.

"Tuhan tidak terhalang dari orang yang memandang-Nya melalui bentuk-bentuk jamak. Sebab Yang Esa adalah juga Yang Beragam, sebagaimana yang beragam adalah Yang Esa. Dan inilah hakikat al-jamʿ (penyatuan dalam keragaman),"

Pikiran progresif Arabi yang berangkat dari perenungan falsafi ini tak pelak mendapat tentangan dari banyak ulama Islam, tak terkecuali Ibnu Taymiyyah, yang lahir sekitar 23 tahun setelah Ibn Arabi meninggal dunia. 

Taymiyyah memang dikenal sangat kritis terhadap filsafat dan teologi kalam yang menyimpang dari pemikiran salaf (Ortodoksi), termasuk model tauhid tawaran Arabi. 

Di kalangan Islam Indonesia, jejak-jejak Taymiyyah banyak terdeteksi dalam diri Muhammadiyyah. Sama seperti halnya Al-Asyari, yang merupakan madzhab teologi resmi bagi Nahdlatul Ulama. 

Pemikiran Ibn Arabi konon cukup populer di kalangan para sufi dan penganut tasawuf (mistisisme), seperti sosok Hasan Fansuri.

Para katekisan mungkin tidak terlalu butuh pemahaman agak detil terkait al-Asy'ari, Taymiyyah dan Ibn Arabi. Namun agar mampu lebih memahami kenapa banyak orang Islam gagal memahami monoteisme-trinitarian, mereka perlu tahu apa yang ada dalam pikiran masyarakat Islam Indonesia dan dari mana hal itu bermula. 

Dari sini, dengan semangat mengembangkan toleransi, siapapun akan dapat dengan mudah menganalisis apa yang diperlukan masyarakat. 
  
"Aku percaya, jika pemikiran tauhid bhinneka tunggal ika a la Ibn Arabi diajarkan di pesantren sejak awal maupun sistem pendidikan dasar dan menengah, selain tentu saja tauhid a la al-Asyari dan Taymiyyah, maka toleransi terhadap kelompok non-Islam akan semakin membaik," ujarku.

Hanya saja, mungkinkah para ulama dan pengambil kebijakan di pemerintah berani bertindak fair dengan cara mengintegrasikan model tauhid Ibn Arabi? Kalau mereka konsisten dengan kredo Bhinneka Tunggal Ika, harusnya hal itu tidaklah sulit. 

Bagiku, acara katekisasi terbuka dan komplit ini --karena dihadiri berbagai kalangan lintas agama-- merupakan salah saru terobosan strategi memperkuat pengetahuan secara terbuka, jujur, empatif dan akomodatif. 

Salutku untuk GKI Manyar. Semoga para katekisan lulus semuanya, menjadi Kristen versi Indonesia.(*)

Wednesday, March 19, 2025

Janji Pengharaman Jual Beli Jabatan WarSa, Hanya Gimmick?


Kita patut mengapresiasi pasangan WarSa, yang berani berkomitmen menolak --bahkan mengharamkan-- jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Jombang.

Kabupaten ini memiliki mimpi buruk sekali terkait komersialisasi jabatan. Aroma jual-beli jabatan sedemikian menyeruak pada kepemimpinan sebelumnya, padahal mereka juga menjadikan antipungli sebagai janji politiknya.

Yang perlu dicermati, komitmen pengharaman WarSa ini hanya akan sekedar menjadi gimmick dan abang-abang lambe, manakala tidak ditindaklanjuti dengan perubahan sistem konkrit yang konkrit.

Selain memastikan proses rekrutmen pejabat baru didasarkan pada sistem meritokrasi (kualifikasi, kompetens dan kinerja) dan penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Warsubi-Salman wajib menggaransi proses rekrutmen berjalan secara transparan dan menggunakan digitalisasi proses seleksi. Rapat seleksi direkam dan diupload di Youtube. Sehingga, publik juga bisa dengan mudah memantau dan memberikan masukan atas para kandidat.

Elemen lain yang juga sangat penting adalah jaminan terhadap whistleblower (pelapor). Mereka yang berani melapor adanya jual-beli ini perlu dilindungi dan bahkan diapresiasi ketimbang dikriminalisasi atau dimutasi. Juga, WarSa harus berani memberikan sanksi berat bagi ASN yang menjadikan dirinya sebagai makelar atau broker.

Semakin sering kepala daerah melakukan mutasi, semakin besar potensi jual beli jabatan, seperti periode-periode sebelumnya. Mutasi kerap dijadikan semacam kode mengumpulkan pundi-pundi haram.

Terobosan langkah seperti di atas perlu dibuatkan payung hukum, baik dalam bentuk perbup maupun perda. 

Kabupaten ini akan semakin ambruk manakala para penjaga berubah menjadi penjarah.

Sekali lagi, tanpa terobosan di atas, janji pengharaman jual beli jabatan WarSa hanya sebatas angin surga saja. Gimmick, tidak konkrit. Pret.(*)

https://celah.id/news/bupati-warsubi-haramkan-praktik-jual-beli-jabatan-di-jombang-saat-eranya-193983

Tuesday, March 18, 2025

Kristologi Lentur STT Ekumene




Aku senang sekali bisa membawakan materiku di acara seminar kristologi STT Ekumene kemarin sore, Senin (17/3). Apalagi, cukup banyak peserta mengaku gembira dengan penjelasanku. Rata-rata mereka adalah mahasiswa S1, S2, dan S3 teologi dan konseling pastoral. 

"Kalian kan nantinya akan memberikan konseling bagi jiwa-jiwa yang mengalami kegalauan spiritualitas di lingkungan Kristen, memahami keragaman kristologi akan sangat membantu proses tersebut," ujarku.

Misalnya, aku memberikan contoh, ada orang Kristen datang, mengaku hanya bisa mencintai Gusti Yesus dan meneladaninya dengan caranya sendiri; yakni meyakininya seperti ajaran Arius, sebagaimana hasil eksplorasinya terhadap Alkitab. 

"Apa yang akan kalian sampaikan kepadanya, sebagai seorang konselor?" Menurutku tidaklah elok seandainya ia dipaksa memahami Yesus dalam perspektif trinitarian," ujarku kepada forum. 

Ada satu penanya, Rama mahasiswa semester 4, mengungkapkan eksplorasi pemahamannya atas Yesus dalam Alkitab. Ia, meskipun sangat nampak tidak meragukan ketuhanan Yesus namun, merasa figur suci ini bukanlah pencipta alam semesta -- sebagaimana lazimnya Tuhan dipahami dalam narasi creatio ex-nihilo. 

Mendengar ia begitu bergairah menyampaikan argumentasinya, aku membayangkan Arius, seorang imam, saat mempertahankan pemahamannya di hadapan Diaken Athanasius dan Uskup Alexander, bosnya Arius di Alexandria -- satu dari lima pusat kekristenan kala itu. 

Konon Arius berkali-kali mengirimkan surat kepada bosnya, menjelaskan posisi teologisnya. Intinya, ia menekankan perbedaan esensial antara Tuhan yang unik dengan semua makhluk ciptaannya.

Lelaki tampan dan kharismatik ini juga curhat kepada Eusebius Nicomedia, pendukung berat gagasannya. Bagi Arius, Eusebius adalah juru selamat, terutama saat ia terlunta-lunta setelah ajarannya dianggap sesat dalam Konsili Nicea 325 M. Saat terpilih menjadi Patriarkh, primus inter pares, di Konstantinopel, Eusebius konsiste meneruskan kristologi Arius.


"Hanya saja, Rama, ada baiknya kalau kamu bijak dalam mengekspresikan apapun yang kamu yakini atas keilahian Yesus, terutama ketika bertemu dengan kawan-kawan Trinitarian. Rendah hati. Tahan diri untuk tidak menghakimi. Tunjukkan lebih banyak teladan," ujarku. 

Ketika ngomong seperti ini aku teringat saat semester awal kuliah tahun 95an. Aku getol sekali membaca buku kristologi Islam yang isinya tentu saja sangat bernafsu menyerang dan menelanjangi trinitarian, menggunakan dalil-dalil yang ada di Alkitab. 

Saat itu pikiran dan gairahku meranggas, meledak-ledak mencari pelampiasan. Aku seperti orang kelaparan, ingin bertemu dengan sebanyak mungkin orang Kristen untuk menunjukkan kesalahan mereka menyangkut Yesus dan ketuhanan. Kalau ingat masa-masa itu, aku seringkali tertawa sendiri. Malu.

Aku merasa ada cukup banyak penganut trinitarian di forum seminar kemarin. Mereka meyakini esensi Allah yang satu dapat dikenali dalam tiga ekspresi; Bapa, Yesus dan Roh Kudus. 

Bagi mereka, Yesus adalah sepenuhnya tuhan (god) sekaligus sepenuhnya manusia. Dua hal ini melekat dalam satu pribadi (hypostatic union). 

Rasanya belum banyak orang Islam mampu memahami dan menerima konsep ini. Mereka kerap kali mentok dan, merasa cukup pada level memahami trinitarian ide ditto dengan triteisme. Padahal dua konsep tersebut saling bertolak belakang; sein kiri kok dianggap mau belok kanan. 

Sepertiku saat ini, mereka rasanya memang perlu lebih banyak belajar lagi. Namun kalau boleh sedikit membela; tidak elok jika orang-orang ini sepenuhnya disalahkan.

Konsep trinititas bukanlah konsep ecek-ecek. Ia bukan seperti mobil matic yang cukup gas dan rem. Alih-alih trinitas senyatanya merupakan konsep yang canggih. Saking canggihnya, konsep ini terasa sedemikian kompleks dan membingungkan bagi banyak kalangan. 

Bahkan, menurut Amstrong, doktrin Trinitarian Athanasius sulit menang jika tidak sokong Kaisar pada Konsili Nicea 325 M. Entah intervensi seperti apa yang dimaksud Karen Amstrong. 

Yang jelas, hanya Arius dan dua sahabatnya saja yang tidak setuju. Doktrin homoousius yang menjadi jantung karya agung Athanasius pun masih jadi perdebatan. Khususnya bagi klangan Kristen Barat yang dikenal sangat bertumpu pada rasionalitas. 

Athanasius mendapat pertolongan Marcellus, Uskup Ankira. Ia menolong dengan cara memberi penjelasan seputar keilahian logos. 

Ia menawarkan istilah kompromistis untuk mengganti istilah homoousius, yakni homoiousious. Sangat mirip dengan tawaran Athanasius. Hanya beda satu huruf vokal saja "i". 

Masalah selesai? Tidak. Masih banyak orang Kristen bingung dan mempertanyakan; jika memang ada satu tuhan, bagaimana bisa logos (Yesus?) juga menjadi Tuhan. 

Di titik ini, St. Athanasius mungkin akan mengucapkan gunungan terima kasih kepada tiga teolog dari Kapadokia Turki -- Basil Uskup Caesarea, Gregory Uskup Nyssa dan gregory Nazianus. 


Ketiganya dikenal spiritualis serta sangat gandrung spekulasi dan filsafat. Secara sederhana, menurut Amstrong, ketiganya mengatakan kira-kira begini, "Yakinlah, hanya pengalaman keagamaanlah yang akan menjadi kunci pemecahan atas persoalan-persoalan ketuhanan. 

Ketiganya terasa mengunci masalah ini dengan satu label "Tuhan itu misterius," Dengan sangat percaya diri, ketiganya menyatakan orang-orang mendatangi misteri agama-agama bukan dalam rangka mempelajari (mathein) namun untuk mengalami (pathein) sesuatu.  

Kerumitan mempelajari dan memahami trinitas, dengan demikian, akan bisa selesai sendiri dengan cara mengalaminya secara langsung. Banyak orang Kristen merasa puas dengan jawaban ini.

"Saya penganut trinitarian, Gus," ujar salah satu penanya perempuan. Nampaknya ia adalah manusia. 
"Wah senangnya. Hampir 99% kawanku adalah trinitarian. Aku banyak belajar dari mereka," ujarku.

Ia membela ketuhanan Yesus dengan mengambil argumentasi dari presentasiku; bahwa salah satu mukjizat Yesus dalam al-Quran adalah menghidupkan yang mati. 

Menurutnya, itu adalah bukti tak terbantahkan ia adalah Tuhan, sebab hanya Tuhan yang mampu melakukan itu. Aku membenarkan hal itu. 

Yesus memang sangat spesial dalam Al-Quran. Tidak salah jika banyak orang termehek-mehek dengannya. Secara personal, aku menambahkan, rasanya senang sekali ada ayat al-Quran yang dapat menambah konfidensi penganut Trinitarian. Apakah Yesus adalah Tuhan? Sangat mungkin, jika Allah menghendakinya. 

"Gus, nanya satu lagi, Yesus sekarang ada di mana dalam pandangan Islam," tambahnya.
"Konon, di surga, stand by untuk diturunkan menjelang kiamat,"
"Tapi menurut kepercayaan kami surga hanya dihuni oleh roh tidak ada tubuhnya," ia mendedas. 
"Sist, sejujurnya aku tidak tahu pasti Yesus ada di mana saat ini. Informasi ia berada di surga merupakan doktrin yang aku terima sejak kecil. Orang baik tempatnya di surga. Tapi begini, tuhanku mahakuasa. Ia bisa melakukan apa saja; yang mungkin bisa jadi tidak mungkin. Pun sebaliknya. Jika Tuhan berkehendak ia di surga dengan raganya, sangat mudah ia mewujudkan itu. Yesus diusir pun bisa," ujarku sembari tertawa.

Forum molor hingga setengah jam dari yang dijadwalkan. Aku sendiri berbuka di tengah acara, dengan merokok sesekali tanpa terlihat di kamera. 

Diakhir acara aku mengajak semuanya untuk percaya diri dengan model kristologinya masing-masing, sepanjang tujuannya tetap mengasihi dan berjuang menegakkan keadilan. 

"Jadi, kalau ada di antara kalian yang hanya bisa berbuat baik dengan cara melewati trinitarian, maka jalan trinitarian menjadi wajib, jangan mengambil jalan non-trinitarian. Bagi yang merasa hanya bisa menghayati dan meneladani Yesus dengan cara unitarian, ya tetaplah di jalur itu. Silahkan menikmati eksplorasi spiritualitas. Ndak perlu dipaksa-paksa," ujarku. 

Diakhir acara aku meminta moderator agar mengundang Pdt. Grant Nixon, kawanku yang juga wakil ketua STT Ekumene untuk memimpin doa penutup. Sayangnya Grant pamit duluan untuk menjemput anaknya. 

"Sudah dimandatkan ke saya, Gus. Nanti saya yang akan pimpin. Saya dulu muslim, gus," kata moderator Glenna Dumasari 
"Wah, good to know," ujarku tersenyum sembari mengacungkan jempol padannya. 

Mbak Glenna, yang belakangan aku tahu seorang selebritis melalui ChatGPT, kemudian memimpin doa dengan sangat indah dan khusyu'. 

Salutku untuk STT Ekumene.

https://medium.com/@gantengpolnotok/kristologi-lentur-stt-ekumene-198bb1e882d4

Saturday, March 1, 2025

Kejujuran, Ketertindasan dan Penghiburan dalam QS. Al-Kautsar




"(1) Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. (2) Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). (3) Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."

Ini adalah terjemahan dari QS. al-Kautsar (108). Surah ini kerap dibaca saat shalat tarawih. Biasanya di rakaat ke 7 --bagi madzhab tarawih 20 rakaat. Aku menjadikannya surah pembuka karena tarawih 8 rakaat di rumah. 

Al-Kautsar kerap diartikan secara metaforik, sebagai nama telaga di surga, tempat untuk  mengkompensasi orang-orang yang patuh melaksanakan perintahNya. Hanya saja, ini bukan satu-satunya tafsir. 

Ada sebagian orang mengartikannya sebagai "keturunan dari Nabi Muhammad" Artinya, ayat ini, menurut kelompok ini, memuat konfirmasi Allah atas penganugerahan keturunan kepada Nabi Muhammad. Juga, ada pendapat ketiga; yang mengartikan al-kautsar sebagai "nikmat yang berlimpah," 

Bagi orang Islam yang pernah belajar membaca (to sound) al-Quran, surah ini pasti dihafalnya. Lha wong cuma 3 ayat saja. Gampang. 

Menurut keumuman, al-Kaustar tergolong surah Makkiyah -- diturunkan saat nabi berada di Mekkah. Nabi Muhammad memang hidup di sana sebelum akhirnya pindah (hijrah) ke Madinah (Yathrib) -- wilayah mayoritas Yahudi. 

Sewaktu di Mekkah, Nabi Muhammad dan pengikutnya dikabarkan mengalami aneka cacian dan makian dari penduduk sana, Kenapa dicaci? Ini yang menurutku menarik. 

Selama ini aku dan orang Islam lainnya biasanya dijejali doktrin; mereka membenci Nabi karena kekafirannya. Menurutku itu tidak salah meski tidak seluruhnya benar, setidaknya menurut Tafsir Kementerian Agama 2019. 

"Orang-orang kafir Mekah mencaci Nabi Muhammad bukanlah karena mereka tidak senang kepada pribadi Nabi, tetapi karena beliau mencela kebodohan mereka dan mencaci berhala-berhala yang mereka sembah serta mengajak mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala-berhala itu." (Juz 30, h. 794)

Terus terang saja aku agak kaget atas "keterusterangan" penjelasan tafsir ini. Penjelasan ini agak memberikan simpati atas kelompok non-Islam Mekkah. Sekaligus, meletakkan Nabi Muhammad saat itu sebagai pihak yang "selalu benar," Tidak biasanya ada kejujuran semacam ini dari kalangan mayoritas Islam jika menyangkut Nabi Muhammad.

Aku suka kejujuran tafsir ini, yang mencoba memotret peristiwa secara lebih fair, bukan potret yang fanatisme-membabi buta. Meski memiliki status sangat terhormat, Nabi Muhammad tetaplah manusia pada umumnya, yang berproses dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. 

Hanya Tuhan yang boleh mengklaim sebagai yang-tidak-pernah-salah. Kan ya agak tidak masuk akal jika kita diminta meneladani orang yang tidak pernah salah. Tidak apple to apple, kata kawanku.

Tafsir ini seperti ingin mengajak kita bersikap logis; bahwa prinsip resiprokalitas berlaku dalam kehidupan kita; bahwa tindakan atau perlakuan yang diberikan oleh satu pihak akan dibalas atau ditanggapi oleh pihak lain dengan tindakan atau perlakuan yang serupa. 

Cacian dan makian kepada seseorang/kelompok akan membuahkan hal serupa pada pelakunya. Apalagi jika ini menyangkut hal-hal yang bersifat ketuhanan. 

Kalau kita, orang Islam --baik sengaja maupun tidak -- mengejek Yesus, Sidharta Gautama, atau tuhan agama lain, maka hampir bisa dipastikan ada sebagian mereka akan mengejek balik. 

Ketidakbolehan mengolok-olok sesembahan agama lain telah menjadi ketetapan ilahiah dalam al-Quran. Lihatlah QS. al-An'am 108. 

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan."

Kita tidak diperbolehkan mengejek sesembahan "selain-Allah" -- apalagi mengejek kelompok yang menyembah Allah dengan cara dan penyebutan yang berbeda dengan kita orang Islam; tidak boleh. 

Kristen, Katolik, Zoroaster, Bahai, Penghayat dan ratusan ribu agama teistik lainnya menyembah Tuhan yang sama. Yang beda, menurutku, hanyalah konstruksi teologi, ritual dan pelabelanNya saja -- ini semua hanyalah pinggiran, bukan substansi.

Hal lain yang menurutku menarik. Allah dalam surah ini juga menyatakan keberpihakan terhadap kelompok tertindas. Nabi Muhammad mungkin tengah menerima "konsekuensi" atas tindakannya. 

Namun dalam konteks relasi minoritas - mayoritas saat itu, ia bisa dikategorikan sebagai kelompok minoritas yang tengah mengalami opresi mayoritas. 

Ia dan pengikutnya tengah mengalami penderitaan, duka cita. Alih-alih membully atau menyalah-nyalahkan total Nabi Muhammad, atau mendorong ia melakukan caci-maki balik yang lebih hebat, Gusti Allah terasa memberikan semacam penghiburan kepadanya. Ia memerintahkan Nabi Muhammad agar terus berdoa (praying, salat) sembari tidak lupa berkorban (sacrifice) kepadaNya. 

"Niscaya para pembencimu akan tumbang dengan sendirinya (terputus dari rahmatNya),' ujar Allah di akhir QS. Al-Kautsar. 

Benarlah kata Matius, salah satu anggota Hawariyyun (duabelas murid Yesus), dalam salah satu ucapannya, "Berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan dihibur," 

Bagiku, al-Kautsar, jika dilihat dari tafsirnya, bisa dijadikan semacam wirid kala kita dalam kondisi tertekan, mengalami opresi mayoritas atas minoritas, atau ketertekanan lainnya. 

Demikian. Aku akan berusaha menulis reflektif surah-surah pendek lain yang biasa dibaca dalam tarawih.

Selamat berpuasa. Selamat menjalankan tarawih.(*)


https://medium.com/@gantengpolnotok/kejujuran-ketertindasan-dan-penghiburan-dalam-qs-al-kautsar-dbd2ebed001c

Featured Post

"MEREKA BUKAN PEMBUAT ONAR"

Pernyataan Sikap Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur atas penolakan bangunan milik GPIB Benowo Surabaya Entah apa yang salah d...