Pages

Wednesday, March 19, 2025

Janji Pengharaman Jual Beli Jabatan WarSa, Hanya Gimmick?


Kita patut mengapresiasi pasangan WarSa, yang berani berkomitmen menolak --bahkan mengharamkan-- jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Jombang.

Kabupaten ini memiliki mimpi buruk sekali terkait komersialisasi jabatan. Aroma jual-beli jabatan sedemikian menyeruak pada kepemimpinan sebelumnya, padahal mereka juga menjadikan antipungli sebagai janji politiknya.

Yang perlu dicermati, komitmen pengharaman WarSa ini hanya akan sekedar menjadi gimmick dan abang-abang lambe, manakala tidak ditindaklanjuti dengan perubahan sistem konkrit yang konkrit.

Selain memastikan proses rekrutmen pejabat baru didasarkan pada sistem meritokrasi (kualifikasi, kompetens dan kinerja) dan penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Warsubi-Salman wajib menggaransi proses rekrutmen berjalan secara transparan dan menggunakan digitalisasi proses seleksi. Rapat seleksi direkam dan diupload di Youtube. Sehingga, publik juga bisa dengan mudah memantau dan memberikan masukan atas para kandidat.

Elemen lain yang juga sangat penting adalah jaminan terhadap whistleblower (pelapor). Mereka yang berani melapor adanya jual-beli ini perlu dilindungi dan bahkan diapresiasi ketimbang dikriminalisasi atau dimutasi. Juga, WarSa harus berani memberikan sanksi berat bagi ASN yang menjadikan dirinya sebagai makelar atau broker.

Semakin sering kepala daerah melakukan mutasi, semakin besar potensi jual beli jabatan, seperti periode-periode sebelumnya. Mutasi kerap dijadikan semacam kode mengumpulkan pundi-pundi haram.

Terobosan langkah seperti di atas perlu dibuatkan payung hukum, baik dalam bentuk perbup maupun perda. 

Kabupaten ini akan semakin ambruk manakala para penjaga berubah menjadi penjarah.

Sekali lagi, tanpa terobosan di atas, janji pengharaman jual beli jabatan WarSa hanya sebatas angin surga saja. Gimmick, tidak konkrit. Pret.(*)

https://celah.id/news/bupati-warsubi-haramkan-praktik-jual-beli-jabatan-di-jombang-saat-eranya-193983

Tuesday, March 18, 2025

Kristologi Lentur STT Ekumene




Aku senang sekali bisa membawakan materiku di acara seminar kristologi STT Ekumene kemarin sore, Senin (17/3). Apalagi, cukup banyak peserta mengaku gembira dengan penjelasanku. Rata-rata mereka adalah mahasiswa S1, S2, dan S3 teologi dan konseling pastoral. 

"Kalian kan nantinya akan memberikan konseling bagi jiwa-jiwa yang mengalami kegalauan spiritualitas di lingkungan Kristen, memahami keragaman kristologi akan sangat membantu proses tersebut," ujarku.

Misalnya, aku memberikan contoh, ada orang Kristen datang, mengaku hanya bisa mencintai Gusti Yesus dan meneladaninya dengan caranya sendiri; yakni meyakininya seperti ajaran Arius, sebagaimana hasil eksplorasinya terhadap Alkitab. 

"Apa yang akan kalian sampaikan kepadanya, sebagai seorang konselor?" Menurutku tidaklah elok seandainya ia dipaksa memahami Yesus dalam perspektif trinitarian," ujarku kepada forum. 

Ada satu penanya, Rama mahasiswa semester 4, mengungkapkan eksplorasi pemahamannya atas Yesus dalam Alkitab. Ia, meskipun sangat nampak tidak meragukan ketuhanan Yesus namun, merasa figur suci ini bukanlah pencipta alam semesta -- sebagaimana lazimnya Tuhan dipahami dalam narasi creatio ex-nihilo. 

Mendengar ia begitu bergairah menyampaikan argumentasinya, aku membayangkan Arius, seorang imam, saat mempertahankan pemahamannya di hadapan Diaken Athanasius dan Uskup Alexander, bosnya Arius di Alexandria -- satu dari lima pusat kekristenan kala itu. 

Konon Arius berkali-kali mengirimkan surat kepada bosnya, menjelaskan posisi teologisnya. Intinya, ia menekankan perbedaan esensial antara Tuhan yang unik dengan semua makhluk ciptaannya.

Lelaki tampan dan kharismatik ini juga curhat kepada Eusebius Nicomedia, pendukung berat gagasannya. Bagi Arius, Eusebius adalah juru selamat, terutama saat ia terlunta-lunta setelah ajarannya dianggap sesat dalam Konsili Nicea 325 M. Saat terpilih menjadi Patriarkh, primus inter pares, di Konstantinopel, Eusebius konsiste meneruskan kristologi Arius.


"Hanya saja, Rama, ada baiknya kalau kamu bijak dalam mengekspresikan apapun yang kamu yakini atas keilahian Yesus, terutama ketika bertemu dengan kawan-kawan Trinitarian. Rendah hati. Tahan diri untuk tidak menghakimi. Tunjukkan lebih banyak teladan," ujarku. 

Ketika ngomong seperti ini aku teringat saat semester awal kuliah tahun 95an. Aku getol sekali membaca buku kristologi Islam yang isinya tentu saja sangat bernafsu menyerang dan menelanjangi trinitarian, menggunakan dalil-dalil yang ada di Alkitab. 

Saat itu pikiran dan gairahku meranggas, meledak-ledak mencari pelampiasan. Aku seperti orang kelaparan, ingin bertemu dengan sebanyak mungkin orang Kristen untuk menunjukkan kesalahan mereka menyangkut Yesus dan ketuhanan. Kalau ingat masa-masa itu, aku seringkali tertawa sendiri. Malu.

Aku merasa ada cukup banyak penganut trinitarian di forum seminar kemarin. Mereka meyakini esensi Allah yang satu dapat dikenali dalam tiga ekspresi; Bapa, Yesus dan Roh Kudus. 

Bagi mereka, Yesus adalah sepenuhnya tuhan (god) sekaligus sepenuhnya manusia. Dua hal ini melekat dalam satu pribadi (hypostatic union). 

Rasanya belum banyak orang Islam mampu memahami dan menerima konsep ini. Mereka kerap kali mentok dan, merasa cukup pada level memahami trinitarian ide ditto dengan triteisme. Padahal dua konsep tersebut saling bertolak belakang; sein kiri kok dianggap mau belok kanan. 

Sepertiku saat ini, mereka rasanya memang perlu lebih banyak belajar lagi. Namun kalau boleh sedikit membela; tidak elok jika orang-orang ini sepenuhnya disalahkan.

Konsep trinititas bukanlah konsep ecek-ecek. Ia bukan seperti mobil matic yang cukup gas dan rem. Alih-alih trinitas senyatanya merupakan konsep yang canggih. Saking canggihnya, konsep ini terasa sedemikian kompleks dan membingungkan bagi banyak kalangan. 

Bahkan, menurut Amstrong, doktrin Trinitarian Athanasius sulit menang jika tidak sokong Kaisar pada Konsili Nicea 325 M. Entah intervensi seperti apa yang dimaksud Karen Amstrong. 

Yang jelas, hanya Arius dan dua sahabatnya saja yang tidak setuju. Doktrin homoousius yang menjadi jantung karya agung Athanasius pun masih jadi perdebatan. Khususnya bagi klangan Kristen Barat yang dikenal sangat bertumpu pada rasionalitas. 

Athanasius mendapat pertolongan Marcellus, Uskup Ankira. Ia menolong dengan cara memberi penjelasan seputar keilahian logos. 

Ia menawarkan istilah kompromistis untuk mengganti istilah homoousius, yakni homoiousious. Sangat mirip dengan tawaran Athanasius. Hanya beda satu huruf vokal saja "i". 

Masalah selesai? Tidak. Masih banyak orang Kristen bingung dan mempertanyakan; jika memang ada satu tuhan, bagaimana bisa logos (Yesus?) juga menjadi Tuhan. 

Di titik ini, St. Athanasius mungkin akan mengucapkan gunungan terima kasih kepada tiga teolog dari Kapadokia Turki -- Basil Uskup Caesarea, Gregory Uskup Nyssa dan gregory Nazianus. 


Ketiganya dikenal spiritualis serta sangat gandrung spekulasi dan filsafat. Secara sederhana, menurut Amstrong, ketiganya mengatakan kira-kira begini, "Yakinlah, hanya pengalaman keagamaanlah yang akan menjadi kunci pemecahan atas persoalan-persoalan ketuhanan. 

Ketiganya terasa mengunci masalah ini dengan satu label "Tuhan itu misterius," Dengan sangat percaya diri, ketiganya menyatakan orang-orang mendatangi misteri agama-agama bukan dalam rangka mempelajari (mathein) namun untuk mengalami (pathein) sesuatu.  

Kerumitan mempelajari dan memahami trinitas, dengan demikian, akan bisa selesai sendiri dengan cara mengalaminya secara langsung. Banyak orang Kristen merasa puas dengan jawaban ini.

"Saya penganut trinitarian, Gus," ujar salah satu penanya perempuan. Nampaknya ia adalah manusia. 
"Wah senangnya. Hampir 99% kawanku adalah trinitarian. Aku banyak belajar dari mereka," ujarku.

Ia membela ketuhanan Yesus dengan mengambil argumentasi dari presentasiku; bahwa salah satu mukjizat Yesus dalam al-Quran adalah menghidupkan yang mati. 

Menurutnya, itu adalah bukti tak terbantahkan ia adalah Tuhan, sebab hanya Tuhan yang mampu melakukan itu. Aku membenarkan hal itu. 

Yesus memang sangat spesial dalam Al-Quran. Tidak salah jika banyak orang termehek-mehek dengannya. Secara personal, aku menambahkan, rasanya senang sekali ada ayat al-Quran yang dapat menambah konfidensi penganut Trinitarian. Apakah Yesus adalah Tuhan? Sangat mungkin, jika Allah menghendakinya. 

"Gus, nanya satu lagi, Yesus sekarang ada di mana dalam pandangan Islam," tambahnya.
"Konon, di surga, stand by untuk diturunkan menjelang kiamat,"
"Tapi menurut kepercayaan kami surga hanya dihuni oleh roh tidak ada tubuhnya," ia mendedas. 
"Sist, sejujurnya aku tidak tahu pasti Yesus ada di mana saat ini. Informasi ia berada di surga merupakan doktrin yang aku terima sejak kecil. Orang baik tempatnya di surga. Tapi begini, tuhanku mahakuasa. Ia bisa melakukan apa saja; yang mungkin bisa jadi tidak mungkin. Pun sebaliknya. Jika Tuhan berkehendak ia di surga dengan raganya, sangat mudah ia mewujudkan itu. Yesus diusir pun bisa," ujarku sembari tertawa.

Forum molor hingga setengah jam dari yang dijadwalkan. Aku sendiri berbuka di tengah acara, dengan merokok sesekali tanpa terlihat di kamera. 

Diakhir acara aku mengajak semuanya untuk percaya diri dengan model kristologinya masing-masing, sepanjang tujuannya tetap mengasihi dan berjuang menegakkan keadilan. 

"Jadi, kalau ada di antara kalian yang hanya bisa berbuat baik dengan cara melewati trinitarian, maka jalan trinitarian menjadi wajib, jangan mengambil jalan non-trinitarian. Bagi yang merasa hanya bisa menghayati dan meneladani Yesus dengan cara unitarian, ya tetaplah di jalur itu. Silahkan menikmati eksplorasi spiritualitas. Ndak perlu dipaksa-paksa," ujarku. 

Diakhir acara aku meminta moderator agar mengundang Pdt. Grant Nixon, kawanku yang juga wakil ketua STT Ekumene untuk memimpin doa penutup. Sayangnya Grant pamit duluan untuk menjemput anaknya. 

"Sudah dimandatkan ke saya, Gus. Nanti saya yang akan pimpin. Saya dulu muslim, gus," kata moderator Glenna Dumasari 
"Wah, good to know," ujarku tersenyum sembari mengacungkan jempol padannya. 

Mbak Glenna, yang belakangan aku tahu seorang selebritis melalui ChatGPT, kemudian memimpin doa dengan sangat indah dan khusyu'. 

Salutku untuk STT Ekumene.

https://medium.com/@gantengpolnotok/kristologi-lentur-stt-ekumene-198bb1e882d4

Saturday, March 1, 2025

Kejujuran, Ketertindasan dan Penghiburan dalam QS. Al-Kautsar




"(1) Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. (2) Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). (3) Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."

Ini adalah terjemahan dari QS. al-Kautsar (108). Surah ini kerap dibaca saat shalat tarawih. Biasanya di rakaat ke 7 --bagi madzhab tarawih 20 rakaat. Aku menjadikannya surah pembuka karena tarawih 8 rakaat di rumah. 

Al-Kautsar kerap diartikan secara metaforik, sebagai nama telaga di surga, tempat untuk  mengkompensasi orang-orang yang patuh melaksanakan perintahNya. Hanya saja, ini bukan satu-satunya tafsir. 

Ada sebagian orang mengartikannya sebagai "keturunan dari Nabi Muhammad" Artinya, ayat ini, menurut kelompok ini, memuat konfirmasi Allah atas penganugerahan keturunan kepada Nabi Muhammad. Juga, ada pendapat ketiga; yang mengartikan al-kautsar sebagai "nikmat yang berlimpah," 

Bagi orang Islam yang pernah belajar membaca (to sound) al-Quran, surah ini pasti dihafalnya. Lha wong cuma 3 ayat saja. Gampang. 

Menurut keumuman, al-Kaustar tergolong surah Makkiyah -- diturunkan saat nabi berada di Mekkah. Nabi Muhammad memang hidup di sana sebelum akhirnya pindah (hijrah) ke Madinah (Yathrib) -- wilayah mayoritas Yahudi. 

Sewaktu di Mekkah, Nabi Muhammad dan pengikutnya dikabarkan mengalami aneka cacian dan makian dari penduduk sana, Kenapa dicaci? Ini yang menurutku menarik. 

Selama ini aku dan orang Islam lainnya biasanya dijejali doktrin; mereka membenci Nabi karena kekafirannya. Menurutku itu tidak salah meski tidak seluruhnya benar, setidaknya menurut Tafsir Kementerian Agama 2019. 

"Orang-orang kafir Mekah mencaci Nabi Muhammad bukanlah karena mereka tidak senang kepada pribadi Nabi, tetapi karena beliau mencela kebodohan mereka dan mencaci berhala-berhala yang mereka sembah serta mengajak mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala-berhala itu." (Juz 30, h. 794)

Terus terang saja aku agak kaget atas "keterusterangan" penjelasan tafsir ini. Penjelasan ini agak memberikan simpati atas kelompok non-Islam Mekkah. Sekaligus, meletakkan Nabi Muhammad saat itu sebagai pihak yang "selalu benar," Tidak biasanya ada kejujuran semacam ini dari kalangan mayoritas Islam jika menyangkut Nabi Muhammad.

Aku suka kejujuran tafsir ini, yang mencoba memotret peristiwa secara lebih fair, bukan potret yang fanatisme-membabi buta. Meski memiliki status sangat terhormat, Nabi Muhammad tetaplah manusia pada umumnya, yang berproses dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. 

Hanya Tuhan yang boleh mengklaim sebagai yang-tidak-pernah-salah. Kan ya agak tidak masuk akal jika kita diminta meneladani orang yang tidak pernah salah. Tidak apple to apple, kata kawanku.

Tafsir ini seperti ingin mengajak kita bersikap logis; bahwa prinsip resiprokalitas berlaku dalam kehidupan kita; bahwa tindakan atau perlakuan yang diberikan oleh satu pihak akan dibalas atau ditanggapi oleh pihak lain dengan tindakan atau perlakuan yang serupa. 

Cacian dan makian kepada seseorang/kelompok akan membuahkan hal serupa pada pelakunya. Apalagi jika ini menyangkut hal-hal yang bersifat ketuhanan. 

Kalau kita, orang Islam --baik sengaja maupun tidak -- mengejek Yesus, Sidharta Gautama, atau tuhan agama lain, maka hampir bisa dipastikan ada sebagian mereka akan mengejek balik. 

Ketidakbolehan mengolok-olok sesembahan agama lain telah menjadi ketetapan ilahiah dalam al-Quran. Lihatlah QS. al-An'am 108. 

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan."

Kita tidak diperbolehkan mengejek sesembahan "selain-Allah" -- apalagi mengejek kelompok yang menyembah Allah dengan cara dan penyebutan yang berbeda dengan kita orang Islam; tidak boleh. 

Kristen, Katolik, Zoroaster, Bahai, Penghayat dan ratusan ribu agama teistik lainnya menyembah Tuhan yang sama. Yang beda, menurutku, hanyalah konstruksi teologi, ritual dan pelabelanNya saja -- ini semua hanyalah pinggiran, bukan substansi.

Hal lain yang menurutku menarik. Allah dalam surah ini juga menyatakan keberpihakan terhadap kelompok tertindas. Nabi Muhammad mungkin tengah menerima "konsekuensi" atas tindakannya. 

Namun dalam konteks relasi minoritas - mayoritas saat itu, ia bisa dikategorikan sebagai kelompok minoritas yang tengah mengalami opresi mayoritas. 

Ia dan pengikutnya tengah mengalami penderitaan, duka cita. Alih-alih membully atau menyalah-nyalahkan total Nabi Muhammad, atau mendorong ia melakukan caci-maki balik yang lebih hebat, Gusti Allah terasa memberikan semacam penghiburan kepadanya. Ia memerintahkan Nabi Muhammad agar terus berdoa (praying, salat) sembari tidak lupa berkorban (sacrifice) kepadaNya. 

"Niscaya para pembencimu akan tumbang dengan sendirinya (terputus dari rahmatNya),' ujar Allah di akhir QS. Al-Kautsar. 

Benarlah kata Matius, salah satu anggota Hawariyyun (duabelas murid Yesus), dalam salah satu ucapannya, "Berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan dihibur," 

Bagiku, al-Kautsar, jika dilihat dari tafsirnya, bisa dijadikan semacam wirid kala kita dalam kondisi tertekan, mengalami opresi mayoritas atas minoritas, atau ketertekanan lainnya. 

Demikian. Aku akan berusaha menulis reflektif surah-surah pendek lain yang biasa dibaca dalam tarawih.

Selamat berpuasa. Selamat menjalankan tarawih.(*)


https://medium.com/@gantengpolnotok/kejujuran-ketertindasan-dan-penghiburan-dalam-qs-al-kautsar-dbd2ebed001c

Friday, February 28, 2025

Mengetuk Lawang Langit di GKJW Lawang



Lawang adalah bahasa Jawa dari pintu. Selama 3 jam ratusan orang menggedor lawang langit dalam acara Haul Gus Dur.
***

Aku agak kaget saat Dani mengundangku sebagai salah satu narasumber Hau Gus Dur di gerejanya, GKJW Lawang Malang. Gereja tersebut dilayani istrinya, Pdt. Sevi. Kekagetan itu muncul saat tahu gereja tersebut sebagai inisiator utama, sekaligus menjadi tempat berlangsungnya acara haul, Minggu (23/2).

Selama ini, biasanya keterlibatan gereja dan agama non-Islam dalam acara haul GD hanya sebatas pelaksana dari aliansi besar acara: gereja ditunjuk sebagai lokasi acara dan menjalankan perintah aliansi. Biasanya begitu. Namun untuk kasus GKJW Malang, situasinya berbeda; gereja ini menjadi inisiator dan mengajak organisasi-organisasi lainnya.

Inisiatif seperti ini sungguh mulia sekaligus tidak mudah. Inisiator akan bertanggung jawab pada semua hal, terutama kesuksesan acara. Salah satu ciri kesuksesannya seberapa banyak dan beragam tokoh-tokoh lintas agama/kepercayaan, tak terkecuali pesertanya.

Menurutku ada banyak yang hadir. Sekitar seratusan orang. Semuanya lesehan, mirip acara di kalangan NU. Selain aku, ada 3 narasumber di flyer; Ilmi Najib -- aktifis senior GDian Malang, Pdt. Sevi, dan Kiai Mahpur -- PCNU Kota Malang.

Namun demikian, di panggung, ada cukup banyak tokoh selain kami berempat. Sebagai host acara, menurutku Pdt. Gideon telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Ia bisa mengayun pertanyaan sehingga hampir semua yang di panggung mendapat kesempatan berbicara.

Tidak hanya ada banyak representasi kelompok Penghayat, forum tersebut juga dihadiri kawan-kawan dari GPIB, GKA, dan gereja Protestan lain. Dari Katolik ada romo cum aktifis, Romo Gani, dari Paroki St. Theresia Pandaan.

Selain itu, hadir juga Habib Hasan bersama rombongan Ahlul Bait Indonesia (ABI) Malang dan kawan-kawan Bahai dipimpin mbak Susi. Perwakilan dari Forkopimcam Lawang juga hadir beserta utusan dari kelurahan setempat.

"Apa sih problem utama yang dirasakan masyarakat Indonesia yang patut direfleksikan dalam haul Gus Dur tahun ini?" tanya Pdt. Gideon padaku.
"Ketidakadilan," jawabku pendek.

Dalam hal toleransi antaragama, konflik senantiasa muncul akibat ketidakadilan yang memanfaatkan satu perasaan psikilogis.
"Apa itu, gus?"
"Perasaan lebih unggul, lebih benar, lebih suci ketimbang kelompok lain," ujarku.

Menurutku, pola pendidikan agama selama ini, harus diakui, masih mendasarkan dirinya pada keinginan "merasa dirinya paling benar," Padahal perasaan ini senantiasa meminta tumbal kelompok lain sebagai pihak yang dianggap lebih rendah, alias inferior.



Perasaan peng-inferior-an ini selanjutnya memicu kelompok superior melakukan penindasan. Akibatnya, tambahku, kelompok inferior kerap dikuyo-kuyo.

Aku kemudian meminta Ipda Hartono, wakil Kapolsek Lawan, bercerita model pendidikan di kepolisian. Ia menceritakan pengalamannya bagaimana pembauran terjadi saat pendidikan. Semua agama dan entis membaur jadi satu, belajar hidup bersama.

Diskusi berlangsung gayeng, berjalan sekitar 3 jam. Doa lintas agama dipanjatkan di akhir acara. Aku pun kembali ke Pandaan, nebeng Romo Gani, menuju parokinya.

Terima kasih GKJW Lawang. Semoga kita bersua kembali pada haul tahun depan.(*)

https://medium.com/@gantengpolnotok/mengetuk-lawang-langit-di-gkjw-lawang-581ada06f3f8

Thursday, February 20, 2025

Di Balik Dapur Perumusan Pancasila dan Syariat Islam: Latuharhary Berteriak Diredam Soekarno, Agoes Salim dan Wahid Hasyim



Latuharhary memang pemberani. Ia mungkin satu-satunya wakil Kristen dan Indonesia Timur yang punya nyali mempertanyakan sila pertama (Piagam Jakarta) secara terbuka dalam rapat panitia BPUPK. 

Aku membayangkan ia mungkin agak gusar dengan A.A. Maramis, yang terkesan diam saja dalam rapat besar. Padahal Maramis merupakan satu-satunya wakil Kristen Indonesia yang masuk dalam Panitia 8 dan Panitia 9 yang merumuskan draft awal pembukaan UUD 1945 (preambule). 

Keberanian Latuharhary menyatakan keberatannya atas Piagam Jakarta tidak hanya membuat repot Soekarno (ketua sidang) namun juga memaksa Agoes Salim dan Wahid Hasyim "turun gunung" meminta Latuharhary tidak mempersoalkan Piagam Jakarta.

Bahan tulisan ini ada dua buku; Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 karya RM. A.B. Kusuma (2004) dan "Islam dan Kristen di Indonesia" karya M. Natsir (1969) 

****

Setelah BPUPK dibentuk 28 Mei 1945 atas arahan Pemerintah Jepang di Indonesia pada, ke-66 anggotanya mulai bersidang. Tanggal 29 Mei hingga 1 Juni forum sidang memberikan kesempatan para anggotanya u menyampaikan aspirasi dan ekspektasi menyangkut negara yang diidealkan. Pimpinan rapat ada dua; Radjiman Wediodiningrat dan R.P. Soeroso. 

Nama-nama ini menyampaikan pandangannya 29 Mei 1945; Muh. Yamin, R.M. Margono Djojohadikoesoemo, Drs. K.R.M.A. Sosrodiningrat, R.A,A. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro, R.A.A Wiranatakoesoema, K.R.M. LH. Woerjaningrat, R.M.T.A Soerjo, Mr. Soesanto, R. Soedirman, A.M. Dasaad, Prof. Ir. R. Rooseno dan M. Aris

Sedangkan pada 30 Mei , berikut nama-nama yang menyampaikan pandangannya; M. Hatta, H. Agoes Salim, Samsoedin, Wongsonagoro, Soerachman, Soewandi, A. Rachim, Soekiman, dan Soetardjo. Disusul kemudian pada 31 Mei; Abdul Kadir, Soepomo. Sanoesi, Hendro Martono, Dahler, Liem Koen Hian, Moenandar, Koesoema Atmadja, M. Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Oei Tjong Hauw, Parada Harahap, dan Dr. Boentaran. 

Pada hari terakhir, 1 Juni, giliran Baswedan, Muzaki, Otto lskandardinata, Latuharhary, Soekardjo, dan Soekarno menyampaikan gagasannya. Namun dari keenam pembicara ini, hanya naskah pidato Soekarno yang dimuat dalam buku tersebut.

ALMIGHTY SOEKARNO
Soekarno tampil menggebu-gebu, mengkritik usulan pembicara pendahulunya yang cenderung njlimet. Ia berpandangan perumusan dasar-dasar pemerintahan harus dilakukan selekas-lekasnya. Lebih cepat lebih baik. 

Ia menawarkan pendirian Negara Kebangsaan. Dengan terang-terangan, secara khusus, suami Fatmawati ini menabrak pandangan Ki Bagus Hadikusumo yang pada waktu dianggap menawarkan bentuk negara yang lebih sempit (Negara Islam). 

"Satu Nationale Staal Indonesia bukan berurti staal yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuan pun adalah orang Indonesia, nenek tuan pun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek-moyang tuan pun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan Negara Indonesia." (h. 157)

Soekarno seperti tengah bertiwikrama, menghipnotis forum. Beberapa kali tepuk tangan dihadiahkan peserta sidang padanya. Dalam pidatonya, ia tidak hanya mengajak peserta sidang "belajar sejarah" kemerdekaan negara lain. Namun juga, ia, mengutip banyak tokoh-tokoh besar dalam pidatonya; Lenin, Hitler, Renan, Ibn Saud, Bauer, Gandhi hingga Sun Yat Sen. 

Dalam forum ini, Soekarno menawarkan gagasan --yang belakangan kita sebut sebagai-- Pancasila, Isinya; kebangsaan lndonesia, Internasionalisme atau perkemanusiaan. Mufakat atau demokasi, Kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan.

"Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara lndonesla ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada 'egoisme-agama'. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!" (h. 163)

Tepuk tangan riuh rendah menghantar Soekarno mengakhiri pidatonya. Untuk menindaklanjuti perumusan dasar negara, Ketua Sidang Radjiman membentuk panitia kecil berjumlah 8 orang, diketuai Soekarno. Bahan utama perumusan adalah pidato Soekarno. Ini adalah panitia resmi. 

Kedelapan orang tersebut adalah Soekarno, Hatta, Yamin, Soetardjo, Otto Iskandar, dan Maramis -- kubu Nasionalis. Ditambah Wahid Hasyim serta Bagus Hadikusumo, yang dikenal sebagai kelompok Islamis. 

Namun demikian, entah kenapa Soekarno membentuk kelompoknya sendiri, berjumlah 9 orang, panitia tidak resmi.  Kesembilan orang tersebut adalah Soekarno, Hatta, Yamin, Maramis, Soebarjo dari barisan Nasionalis (Otto dan Soetardjo dicoret) serta Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, Agus Salim dan Abikusno dari kalangan Islamis (Bagus Hadikusumo dicoret).



Sangat mungkin pembentukan panitia 9 ini dilatarbelakangi ketidaknyamanannya pada beberapa individu. Namun dalam analisis komposisi anggota, Soekarno yang dikenal tokoh Nasionalis malah justru menambah porsi anggota kubu Islamis. Sangat mungkin ia sadar tegaknya syariah tidak bisa lagi dibendung. Perlawanan atas syariah malah justru membuat sidang kedepannya berlarut-larut, padahal ia menghendaki rumusan kemerdekaan dapat terselesaikan secepatnya. Panitia tidak resmi ini bekerja cepat dibawah komando Soekarno dan menghasilkan Mukaddimah/Piagam Jakarta/Gentlemen's Agreement pada sidang 22 Juni 1945. 

SNOWBALL STRATEGY
Isyarat mendekorasi dasar negara dengan corak syariat Islam memang sangat terasa pada pertemuan 22 Juni. Pertemuan tersebut adalah sidang resmi panitia kecil (Panitia 8 dan Panitia 9) yang dihadiri 38 orang anggota Cuo Sangi In yang juga merangkap anggota BPUPK. Cuo Sangi In merupakan Dewan Pertimbangan Pusat bentukan Pemerintah Jepang September 1943. Salah satu tugasnya adalah menjawab pertanyaan pemerintah Jepang menyangkut situasi politik di Indonesia sebagai tanah jajahannya.

Dalam pembahasan mengenai Dasar Negara di sidang tersebut, aspirasi  negara-agama (Islam) cukup kuat. Banyak anggota sidang memberikan sinyal Indonesia kedepan adalah Indonesia bersyariah. Notulensi sidang, salah satunya mencatat, "Pemerintah memperkuat perintah Tuhan dan tidak boleh melanggar hukum Islam" (h.175). Kuatnya aspirasi forum ini pada titik tertentu menambah konfidensi Soekarno untuk membawanya ke forum yang lebih besar lagi (pleno). Soekarno sepertinya menggunakan taktik snowball; menciptakan gundukan besar diawali oleh gulungan kecil, mirip bola salju.

MUKADDIMAH AKHIRNYA DIBACAKAN
Rapat Pleno BPUPK dilangsungkan 10-17 Juli 1945. Salah satunya, meminta pertanggungjawaban Panitia 8 yang diketuai Soekarno. Pada tanggal 10 Juli, hari pertama rapat, secara formal dia melaporkan telah membuat Panitia 9 atas mandat pertemuan 22 Juni. Untuk pertama kalinya, draft Mukaddimah/ Piagam Jakarta/Gentlemen's Agreement disampaikan. "Marilah sekarang saya bacakan usul rancangan pembukaan itu kepada tuan-tuan," kata Soekarno. 

"Pembukaan: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dcngan ini kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kernerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan Sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan Rakyat, dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sekianlah tuan-tuan yang terhormat, paduka tuan Kaityoo yang termulia, rancangan prembule yang diusulkan oleh Panitia Kecil Penyelidik usul-usul." (h. 213-214)

Ki Bagus Hadikusumo yang dikenal sebagai pendukung utama Indonesia bersyariah menyatakan mufakat dengan draft tersebut. (222-223). Soekiman, satu kubu dengan Ki Bagus Hadikusumo, juga merasa lega dengan draft dan menyebutnya sebagai Gentlement Agreement. Tidak ada satu pun peserta sidang keberatan dengan draft Mukaddimah yang disampaikan Soekarno. Rapat selanjutnya lebih banyak menyoal apakah negara akan berbentuk republik, kerajaaan atau lainnya. Tidak ada kata sepakat sehingga memaksa Radjiman melaksanakan voting. Hasilnya; 55 setuju republik, 6 kerajaan, 2 lain-lain dan 1 kosong. (h. 238). 

GEGERAN KETUHANAN
Gegeran Piagam Jakarta akhirnya berlangsung pada sidang hari kedua, 11 Juli 1945. Saat itu topik sidang yang dibahas seputar warga negara. Dalam rapat ini, untuk pertama kalinya Latuharhary menentang "Ketuhanan" setelah Soekarno bertanya pada forum, "... Apakah tuang-tuan mufakat dengan pokok-pokok sekaligus dari preambule?"

"Saya tidak setuju dengan semuanya, yaitu dengan perkataan tentang 'Ke-tuhanan',"  sahut Latuharhary. (h. 306)

Salah satu anggota sidang, Sartono, menimpali Latuharhary;  bahwa kalimat-kalimat tersebut akan dibicarakan nanti. Yang dimaksud dengan "kalimat-kalimat tersebut," adalah "...ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,"

Soekarno, sebagai pimpinan rapat, mengemukakan hal yang disinggung Latuharhary dapat melambatkan ikhtiar pembahasan ini. "Jadi tentang pokok-pokok sudah setuju? Kemudian apakah tuan Latuharhary sudah memikirkan kalau ini diubah maka melambatkan ikhtiar kita menyusun hukum dasar, artinya pihak Islam tidak mufakat. 

Latuharhary tampat tidak menggubris "injakan rem" yang dilakukan Sartono dan Soekarno. Alih-alih, ia justru mengungkap pergulatan pikirannya. "Akibatnya akan besar sekali. Umpamanya terhadap pada agama lain. Maka dari tiu saya harap supaya dalam hukm dasat, meskipun in berlaku buat sementara waktu, dalam hal ini tidak boleh diadakan benih-benih atau kemungkinan apapun juga yang dapat membawa perasaan tidak senang pada golongan-golongan yang bersangkutan,"

Laturhary terus saja berbicara, tak mau berhenti. "Umpamanya dalam hal ini '...yang mewajibkan syariat Islam pada pemeluk-pemeluknya' yaitu bagaimana mewajibkan untuk menjalankan? Salah satu anggota menyatakan pada saya bahwa terhadap pada adat istiadat di Minangkabau, rakyat yang menjalankan agama Islamnya harus meninggalkan adat istiadatnya,"

Pria ini terus saja berbicara. Kali ini ia mencoba mengeksplorasi lebih lanjut terkait konskuensi atas adat istiadat. "...Dan umpamanya di Maluku hak tanah bersandar atas adat istiadat sepenuhnya. Agama Islam maupun Kristen dalam hal ini tidak mencampuri. Kalau diwajibkan pada pemeluknya-pemeluknya agama Islam untuk menjalankan syariat Islam, sudah tentu kalimat ini akan digunakan terhadap pada adat istiadat di sini, umpamanya terhadap hak tanah. Tanah itu bukan saja diwariskan pada anak-anak yang beragama Islam tetapi juga yang beragama Kristen. Jadi kalimat semacam itu dapat membawa kekacauan yang bukan kecil terhadap pada adat istiadat. Oleh sebab itu baiklah kita mencari modus lain yang tidak membawa akibat yang bisa mengacaukan rakyat."

Soekarno tidak merespon isi argumentasi Latuharhary terkait tanah dan syariat Islam. Alih-alih, ia terlihat sedemikian kuatir keinginan Latuharhary mendapat tentangan kelompok Islam dan sekaligus ini berarti akan memperlambat proses persidangan.

"Barangkali tidak perlu diulangi bahwa preambule adalah hasil jerih payah untuk menghilangkan perselisihan faham antara golongan-golongan yang dinamakan golongan kebangsaan dan golongan Islam. Jadi manakala kalimat ini tidak dimasukkan, saya yakin bahwa pihak Islam tidak bisa menerima preambule ini, jadi perselisihan nanti terus." timpal Soekarno. (h. 306)

Latuharhary memang tidak masuk Panitia 8, tim resmi bentukan sidang, maupun Panitia 9, tim tidak resmi bentukan Soekarno. Dalam dua kepanitiaan yang bertugas menyusun draft Dasar Negara dibawah Soekarno, sebagai ketua panitia, tercatat hanya A.A. Maramis saja yang beragama Kristen dan sekaligus wakil Indonesia Timur. 

Saya tidak memahami kenapa hanya ada 1 orang yang mewakili Kristen dan wilayah Indonesia Timur. Terkait Maramis, dalam buku tersebut, tidak satu kalipun ia bersikap menyangkut aspek syariat Islam. Ia hanya bersuara terkait daerah mana saja yang akan masuk wilayah Indonesia Merdeka (h. 259-260) dan mendukung usulan Soekarno agar Yamin masuk dalam Panitia Hukum Dasar (h. 298) serta terkait pentingnya trias politica. (h. 309)

Meski juga tidak masuk dalam Panitia 8 dan Panitia 9, Agoes Salim yang hadir dalam rapat tersebut mencoba mengemukakan pikirannya, berupaya merasionalisasi kenapa perlu ada jaminan syariat Islam dalam preambule. 

"Orang Minangkabau bukan Islam sejak sekarang, malah orang Minangkabau dapat nama paling Islamnya di Indonesia ini. Berhubung dengan adat Minangkabau dan pertikaian atau sasaran adat Minangkabau dengan hukum Islam bukanlah masalah baru. Hal itu tidak dapat dijalankan dengan paksaan. Cuma saja saya percaya bahwa perubahan aliran adat pada kita pihak Islam kepada syariat Islam adalah satu perkara yang dengan sengaja harus dijaga oleh kekuasaan pemerintah, sehingga kalau boleh dijalankan dengan jernih dan tegas, pertikaian di Minangkabau itu sudah selesai, bisa ditentukan dimana dasar hukum adat dan dimana dasar hukum Agama. Jadi itu suatu perkara yang tidak akan menerbitkan kekacauan sebagaimana yang disangkakan,"

Agoes Salim bahkan menyatakan umat Islam wajib menjalankan syariat biarpun tidak ada Indonesia merdeka. "Kedua, wajib umat Islam menjalankan syariat, biarpun tidak ada Indonesia Merdeka, biarpun tidak ada hukum dasar Indonesia itu adalah satu hak umat Islam yang dipegangnya. Cuma kalau kita sesuaikan pikiran kita tentang itu, umat Islam menjalankan haknya dalam persetujuan pikiran dengan segala orang Indonesia. Dan kalau kita tidak membenarkan itu, umat Islam akan merasa berkeajiban menjalankan itu. Disamping itu riwayat adat dan agama kita memberi kepercayaan sedikit bahwa umat Islam di negeri-negeri adat tidak akan berlaku dengan......(sic!) melainkan kalau diakui, lebih tenang perjalanannya daripada kalau dihalangi agamanya seperti seperti dirasakan di jaman yang lalu. Saya rasa buat membikin sakit tidak aman, sebab saya yakin keamanan bangsa-bangsa yang tidak beragama Islam dalam 300 tahun yang lalu itu tidak berdasar kepada kekuasaan Balatentara, tetapi pada adat-istiadatnya umat Islam yang 90% itu." 

Kekuatiran Salim orang Islam Indonesia akan menderita lagi sepertinya didasarkan pada bagaimana perlakuan rezim Hindia Belanda terhadap umat Islam selama ini. Rezim yang dikendalikan Pemerintah Belanda dengan corak kekristenannya tidak bisa dikatakan adil terhadap umat Islam, setidaknya menurut M. Natsir dalam bukunya "Islam dan Kristen di Indonesia" terbit 1969.

Baik Soekarno maupun Latuharhary tidak merespon panjang lebar pikiran Agus Salim.  Namun beberapa anggota sidang ikut merespon masalah ini.

"Seandainya tidak diubah tetapi ditambahi lagi pemeluk-pemeluk agama lain dengan mencoret agamanya masing-masing," kata Wongsonagoro, anggota rapat lainnya, mencoba mencarikan jalan keluar. 

Prof. Hosein Djajadiningrat juga mencoba melontarkan pertanyaan kritis, mendukung Latuharhary, "Apakah ini tidak bisa menimbulkan fanatisme, misalnya memaksa sembahyang, memaksa sholat dan lain-lain,"

Soekarno dan Latuharhary masih terdiam. Justru Wahid Hasyim, bapaknya Gus Dur, yang juga merupakan anggota Panitia 8 dan Panitia 9, angkat bicara, berusaha melunakkan Latuharhary dan menormalisasi ketegangan forum.

"Ini semuanya tergantung kepada jalannya dan oleh karena kita sudah berkali-kali menegaskan diantara kita semua bahwa sususnan pmenerintahan didasarkan tas perwakilan dan permusyawaratan, jadi kalau ada kejadian paksaan, soal ini dapat dimajukan dan diselesaikan.,"

Putra K.H. Hasyim Asyari ini kemudian melanjutkan pembicaraannya. "Dalam hal ini saya perlu memberikan keterangan sedikit. Seperti kemarin telah dikatakan oleh anggota Sanoesi, kalimat ini baginya kurang tajam. Saya sudah mengemukaan bahwa ini hasil kompromis yang kita peroleh, dan jika dijadikan lebih tajam, bisa menimbulkan kesukaran."

Wahid Hasyim menambahkan, "Kita tidak usah khawatir dan saya rasa bagi kita masih banyak daya upaya untuk menjaga jangan sampai kejadian hal-hal yang kita kuatirkan, malah  saya yakin tidak akan terjadi apa yang dikuatirkan. Saya sebagai orang yang banyak sedkitnya memmpunyai perhubungan dengan masyarakat Islam dapat mengatakan bahwa jika masih ada badan perwakilan, kejadian itu tidak akan terjadi. Saya kemukakan ini supaya soal ini tidak menjadi pembicaraan panjang lebar, hingga menimbulkan macam-macam kekuatiran yang sebenarnya tidak dirasa."

Wahid Hasyim bahkan mengatakan, "Dan jika yang kurang puas karena seakan-akan terlalu tajam, saya katakan bahwa masih ada yang berpikir sebaliknya, sampai ada yang menanyakan pada saya apakah dengan ketetapan yang demikian itu orang Islam sudah boleh berjuang menyeburkan jiwanya untuk negara yang kita dirikan ini. Jadi, dengan ini saya minta supaya hal ini jangan diperpanjang."

Latuharhary tetap tidak merespon. Penegasan Wahid Hasyim supaya masalah ini tidak lagi diungkit-ungkit, seakan memberi angin segar pada Soekarno sebagai ketua sidang.

"Saya ulangi lagi bahwa ini satu kompromis untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama. Kompromis itu pun terdapat sesudah keringat kita menetes. Tuan-tuan, saya kira sudah ternyata bahwa kalimat 'dengan didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' sudah dterima oleh panitia ini. Kemudian pokok lain, saya kira tidak ada yang menolaknya. Dengan demikian semua pokok-pokok pikiran yang termasuk dalam prembule dibenarkan oleh Panitia sekarang." (h. 308)

Rapat ini kemudian membahas hal lainnya. Rapat ini adalah sebagian dari berbagai fragmen persidangan BPUPK terkait syariat Islam. Dalam rapat besar (pleno) 15 Juli, membahas perancangan Undang-Undang Dasar, Wahid Hasyim bertindak lebih jauh. Ia mengusulkan Presiden tidak hanya harus Indonesia asli namun juga beragama Islam. Begitu pula, agama negara adalah agama Islam. 

Bagaimana kelanjutannya? Akankan BPUPK yang digawangi Soekarno dan Radjiman meloloskannya?.(*)

Tuesday, February 11, 2025

Cinta Dua Dunia


Bagiku Meet Joe Black adalah salah satu film paling romantis. Tak bosan aku menontonnya. Entah sudah berapa kali.

Kisah percintaan Susan san Joe terbilang unik; relasi antara yang-profan dan yang-ilahiah. Susan manusia, sedangkan Joe adalah malaikat yang ditugasi mencabut nyawa Bill Parrish -- ayah Susan.


Untuk bisa masuk dalam dunia manusia, Joe, si malaikat "meminjam tubuh" manusia yang sudah mati, diperankan Brad Pitt yang masih sangat unyu. Peminjaman ini merupakan hal tak terelakkan. Jika tidak, bagaimana mungkin yang tak kasat mata bisa direngkuh oleh yang kasat mata? Dalan teologi, mungkin ini disebut inkarnasi.

Inkarnasi biasanya dekat dengan kekristenan. Namun sebenarnya, konsep ini merupakan hal yang sangat lumrah dan setiap hari terjadi dalam kehidupan kita, terutama untuk mengkonkritkan apa yang masih abstrak.

Cinta, kangen, setia merupakan hal abstrak yang ada dalam diri kita. Kesemuanya berkaitan dengan orang lain yang membutuhkan pembuktian, butuh "tubuh" -- seperti halnya Joe.

"Kamu sayang, kangen dan cinta padaku? Buktikan!"

Ketika seseorang mengucapkan kalimat ini pada kekasihnya, ia sebenarnya meminta bentuk konkrit dari ketiganya yang masih abstrak dan nggak jelas.

Manusia telah diciptakan sedemikian rupa, termasuk hanya bisa memahami apa yang dianggapnya sejalan dengan pikiran umum dan masuk akal. Dalam perkembangannya pikiran umum dan masuk akal ini (seharusnya) dinavigasi ilmu pengetahuan.

Jadi, kalau ada perempuan hamil, padahal ia tidak punya suami atau pacar, dan mengaku kehamilan tersebut akibat bersetubuh dengan gendruwo atau malaikat, maka hal tersebut sulit diterima akal publik, --sama sulitnya menerima pengakuan kehamilan tanpa campur tangan laki-laki.

Publik dan akal sehat akan bisa menerima manakala gendruwo atau malaikat tadi terlebih dahulu "meminjam" tubuh manusia, dan melakukan tindakan-tindakan manusiawiah.

Di titik ini, tidak mengherankan manakala narasi al-Quran seputar kehamilan Maryam begitu kuat menyebut kehadiran Jibril (roh kudus) dalam bentuk manusia yang sempurna -- mirip cerita Joe Black. Maryam tetap kudus, bukan karena ia hamil tanpa intervensi manusia. Melainkan, kekudusan tersebut bisa jadi disebabkan ia mengandung benih suci dari Tuhan "melalui" perantar Jibril yang sebelumnya menjelma dalam tubuh manusia.

Cara berpikir seperti ini ditawarkan Abdul Kadeer saat memahami teks Alquran seputar kehamilan Maryam. Kadeer nampaknya begitu kuat mewarisi tradisi Maturidi; akal sehat (rasio) adalah satu-satunya piranti dalam memahami teks suci. Tidak ada piranti lain.


Demikian juga halnya dengan Tuhan; ia adalah konsep yang super duper abstrak dan mustahil bisa dikenal, apalagi disayang dan disembah, oleh manusia. Agar Tuhan bisa mendarat mulus dalam akal manusia maka proyek awal dan krusial banyak agama adalah perlombaan "meminjami" Tuhan berbagai atribut manusiawiah, agar ia bisa dikenal, ditakuti dan disayang --bahkan dijadikan alat kooptasi manusia atas-- manusia.

Namun demikian, harap dicatat; sekuat dan segamblang apapun manusia menginkarnasikan Tuhan dalam wujud apapun, kita tetap perlu menyadari bahwa Tuhan memiliki bentuknya sendiri, yang hanya dia yang tahu. Inilah aspek misteriusitasnya.

Tanpa misteriusitas, perlombaan dalam mendefinisikan Tuhan akan berakhir. Tak jarang kita terobsesi memutlakkan apa yang sebenarnya berstatus misterius. Pemutlakan ini, padahal, kerapkali berujung pada ketidaktoleranan kita atas tafsir lain yang berbeda dengan kita.

Joe dan Susan, di akhir cerita, menjalani takdir hidup bersama, setelah Joe "mengantarkan" ayah Susah bertemu Tuhan. Joe kembali menjadi Joe karena malaikat pencabut nyawa tidak lagi membutuhkan tubuhnya.

Thursday, February 6, 2025

Kardinal Benitez, "Pope Innocentia" yang Memiliki Rahim



Dalam film Conclave (2024) besutan Edward Berger, gelar Innocentia dipilih Kardinal Benitez saat ia dinobatkan sebagai Paus terpilih, pemimpin tertinggi Katolik di Vatikan. 


Meski tentu saja Conclave merupakan film fiksi, namun dalam realitasnya tercatat setidaknya ada 13 Paus bergelar Innocent. Yang terakhir adalah Pope Innocent XIII (1721-1724) 


“..it’s a name of purity without any preconceptions," kata sutradara Berger ketika ditanya alasan memilih gelar Innocentia bagi Kardinal Benitez yang diperankan Carlos Diehz, seperti dikutip Vanity Fair (10/2024).


Film Conclave dengan keberaniannya mendeskripsikan keunikan Benitez. Ia digambarkan memiliki rahim, meski "tampilan luar"nya terlihat sedemikian maskulin. 


Dalam percakapan personal dengan Kardinal Lawrence, Benitez mengakui dirinya pernah diminta khusus, bahkan dibiayai secara personal, oleh Paus sebelumnya untuk melakukan apa yang disebut histerektomi laparoskopi. 


Istilah ini merujuk pada prosedur pembedahan minimalis-invasif. Sayatan kecil dibuat di perut untuk memasukkan alat yang dilengkapi kamera (laparoskopi), untuk tujuan mengangkat rahim (histerektomi). Laparoskopi juga dikenal dengan sebutan bedah teropong.


Dalam dunia medis, pengangkatan rahim setidaknya bisa dilakukan menggunakan tiga prosedur; histerektomi vaginal, histerektomi abdominal dan histerektomi laparoskopi. 


Prosedur terakhir tadi diklaim memiliki beberapa keunggulan, misalnya; waktu pemulihan lebih cepat, rasa sakit yang lebih sedikit, serta risiko infeksi yang lebih rendah. Kardinal Benitez disarankan Paus sebelumnya memilih prosedur ini. Namun ia tidak melakukannya. Artinya ia membiarkan dirinya memiliki rahim.


Pertanyaan pentingnya; bagaimana mungkin seorang kardinal, yang wajib berjenis kelamin secara biologis, ternyata memiliki rahim -- yang kita tahu merupakan perangkat biologis wanita (female).


Di sinilah inti dari film Conclave. Kita tengah disuguhi berbagai kemungkinan terjadinya peristiwa yang selama ini sangat jarang kita pikirkan. 


Aku haqqul yakin Kardinal Benitez merasa dirinya laki-laki (man). Namun demikian ia tidak bisa menolak anugerah organ reproduksi wanita (female) dalam bentuk rahim dari Gusti. Identitas yang ia rasakan dan yakini tidak linear dengan karakteristik seksual yang ia miliki. 


Dalam dunia gender dan seksualitas, Kardinal Benitez dapat disebut sebagai seorang interseks, yang memiliki situasi female to male transsexual (FtM) -- yakni mereka yang dianggap berjenis kelamin wanita (female) saat lahir -- biasanya karena dianggap memiliki ciri biologis wanita-- namun saat dewasa pemilik tubuh merasa dirinya laki-laki -- baik karena ia merasa jiwanya laki-laki dan/atau karena ia meyakini punya ciri seksual laki-laki (male).


Salah satu pakar yang mendedikasikan diri meriset terkait hal ini adalah Aaron Holly Devor, University of Victoria British Columbia Kanada. Ia, pada 1997, menerbitkan buku berjudul "FTM : female-to-male transsexuals in society ," Isinya, memuat pengalaman hidup 45 orang yang dianugerahi keunikan seperti Kardinal Benitez.


Yang aku ketahui, biasanya saat dewasa, pemilik tubuh menginginkan adanya kepastian dan, untuk itu, ia memilih operasi penyesuaian jenis kelamin (sex reassigment surgery).


Saat meneliti berbagai dokumen dua tahun terakhir ini, aku menemukan lebih dari 25 orang Indonesia memiliki kondisi FtM. Dengan berani mereka memutuskan maju ke pengadilan untuk "merebut" identitas yang diinginkannya. Hanya saja, aku belum menemukan mereka yang melakukan histerektomi laparoskopi. 


Ada satu nama muncul dari data Mahkamah Agung. Namanya Dela, terlahir perempuan --setidaknya menurut identitas jenis kelamin di KTP dan Akta Kelahiran -- pada 1992. Ia melakukan proses histerektomi; tidak jelas apakah laparoskopi, vaginal atau abdominal. 


Dela melakukan transisi FtM sebagai bagian menjadi dirinya seutuhnya. Setelah operasi histerektominya selesai ia mengakukan permohonan perubahan identitas -- dari perempuan menjadi laki-laki -- ke PN. Jakarta Timur Oktober 2020. 


Permohonan Dela dikabulkan. Ia mengubah namanya menjadi Rafardhan.


Tidak perlu berimajinasi Kardinal Benitez akan maju ke pengadilan, menegaskan identitas yang diinginkan sebagaimana Rafardhan. Sebab, pilihan Benitez mempertahankan rahimnya sudah merupakan ketegasan yang harus dihormati setiap orang, termasuk kita.(*)





Featured Post

Janji Pengharaman Jual Beli Jabatan WarSa, Hanya Gimmick?

Kita patut mengapresiasi pasangan WarSa, yang berani berkomitmen menolak --bahkan mengharamkan-- jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Jomb...