Dear Cecil dan Galang,
Aku lewatkan tahun baru hijriyah kali ini di Purwokerto, ibukota kabupaten Banyumas.
Meski selevel kecamatan, cukup banyak jejak institusi besar yang sangat jarang dimiliki kecamatan-kecamatan lain. Ada katedral dan ada Bank Indonesia. Kabupaten ini juga memiliki dua pengadilan negeri serta dua pengadilan agama.
Sebelum digabungkan menjadi satu dengan Banyumas, sangat nampak Purwokerto merupakan kota yang cukup penting di masa lalu, semacam situs berperadaban tinggi yang membuat banyak orang tertarik berhijrah ke sini.
Purwoketo mengingatkan Ayah kepada Madinah, kota tempat Nabi Muhammad berhijrah 1440 tahun lalu. Madinah adalah kota Yahudi berperadaban tinggi. Salah satu cirinya, perempuan Madinah dikenal kritis dan tidak gampang tunduk pada nalar patriarki.
Itu sebabnya mereka relatif punya posisi tawar yang setara dengan laki-laki. Kabarnya, Umar bin Khattab sempat gusar dengan istrinya yang berubah menjadi kritis padanya. "Ini pasti karena terkontaminasi perempuan Anshar (Madinah)," kata Umar
Ada sekitar 66 klan Yahudi di sana sebelum akhirnya mereka digilas dan digantikan komunitas muslim. Transisi ini sendiri tidak membutuhkan waktu lama, kurang dari 10 tahun sejak Nabi hijrah ke kota ini tahun 622 masehi.
Dear Cecil dan Galang,
Saat di Purwokerto kemarin, ayah melihat pawai dari sekolah-sekolah Islam. Mereka berbaris dan berarak menyusuri jalanan kota itu. Persis seperti hijrah Nabi.
Hijrah bisa diartikan "berpindah," atau "meninggalkan," Ayah memaknainya sebagai kesediaan seseorang meninggalkan era kegelapan menuju peradaban yang lebih manusiawi. Istilah Quraniknya; min al-dlulumati ila al-nuur.
Kelak jika besar nanti, kamu berdua akan tahu betapa Negeri yang terlihat tenang dan adem ayem ini sebenarnya menyimpan keganasan akut.
Tidak sedikit dari orang yang seagama dengan kalian melakukan kekerasan dan persekusi kepada pemeluk agama minoritas. Ngeri sekali datanya.
Itu sebabnya, Senin (10/9) ayahmu sangat bersyukur bisa membawa hampir 100 orang berhijrah agar tidak menjadi predator atas nama agama. Mereka adalah mahasiswa/mahasiswi jurusan Studi Agama-agama IAIN Purwokerto, kampus yang belum pernah ayah singgahi.
Bersama teman-teman GUSDURian Banyumas, ayah mengajak mereka untuk mengenal 9 nilai Gus Dur di Klenteng Hok Tek Bio Pasar Wage. Ayah melihat sendir mereka tidak lagi canggung masuk ke klenteng, berdiskusi dengan Js. Mariyati dan selfie di sudut-sudut klenteng.
Mereka juga sangat antusias mengikuti kesaksian Bhikku Agus dari padepokan Astha Brata Kemutug Baturaden. "Te, ceritain dong ke mereka bagaimana pergulatan spiritualitas panjenengan hingga akhirnya menjadi Buddhist," kataku kepada laki-laki jebolan beberapa pesantren ini.
Usai di klenteng, ayah membawa mereka ke tempat paling menyeramkan bagi banyak orang Islam; gereja! Ayah memilih GKI Gatot Subroto yang tidak jauh dari Klenteng. Pendetanya, Adon, adalah teman ayah. GKI Gatsu sudah seperti rumah sendiri karena ayah bisa numpang tidur di salah satu kamarnya, kapan saja.
Kunjungan di gereja ini tidak kalah hebohnya dengan di klenteng. Para mahasiswa sangat antusias bertanya dan mengomentari soal kekristenan; dari Trinitas hingga film The Nun. Diakhir acara, tiga pendeta yang hadir di acara tersebut; Adon, Maria (GKJ), dan Stefanie, berdoa dan mengangkat tangannya untuk memberi berkat semua yang hadir.
Pertemuan di GKI Gatsu yang merupakan destinasi akhir dari hijrah hari itu ditutup dengan peneguhan keindonesian. Kami menyanyikan lagu "Satu Nusa Satu Bangsa" berjamaah.
Dear Cecil dan Galang,
Itulah sekelumit cerita dari perjalanan ayahmu yang terus berupaya menjadikan dunia ini lebih baik, di mana setiap orang bisa saling menghormati dan mencintai. Namun demikian, tidak semua orang bisa memahami ayahmu. Kelak, sangat mungkin kalian berdua akan mendengar pengakuan orang yang mengagetkan. "Ooooo jadi kamu anaknya Aan Anshori ya. Bapakmu dulu itu tukang ngajak orang Islam ke gereja dan membela kelompok LGBT,"
Ayah hanya berharap kalian tidak malu dengan cibiran itu. Sebab, kalian berdua harus tahu, tidak sedikit orang yang membenci ayahmu. Sangat mungkin karena mereka belum memahami visi yang kami bangun dalam beragama. Andai mereka memahami visi ayah, niscaya mereka akan bahu-membahu membantu banyak orang untuk berhijrah.
Namun jangan kuatir, ayah tidak sendirian. Selain 3 pendeta tadi, ada banyak orang seperti ayah GUSDURian Banyumas, misalnya Mbak Ory, Gus Chumedy Yusuf, Kholis, Zahro, Ester dan puluhan lainnya. Mereka nantinya adalah teman-teman kalian jika sudah dewasa. Semoga kalian berdua bisa mengenal mereka.(*)
No comments:
Post a Comment