Tiba-tiba punggungku dicolek perempuan. Aku langsung menoleh ke belakang, melihatnya. Cantik dan bermuka teduh.
"Hai.. Apa kabar? Selamat Natal ya," aku membalasnya dengan hangat sembari langsung berdiri. Aku masih terus berfikir siapa perempuan ini. Sejenak aku meyakini ia adalah salah jemaat Persekutuan Doa Oikukemene Kasih yang tadi malam menggelar acara Natal. Namun memoriku menyangsikannya. Wajahnya begitu familiar. Aku tak ingat pernah bertemu di mana.
"Aku sama suamiku di belakang," katanya sembari terus memegang perutnya. Aku melihat ia tampak kepayahan dengan perut yang makin membuncit. Usia kehamilan di atas 7 bulan.
Aku melambai ke arah suaminya, tersenyum, dengan tetap dirundung pertanyaan utama; siapa sebenarnya perempuan ini; di mana kami pernah bertemu. Pikiranku terus aku genjot untuk segera menemukan siapa ia dalam belantara memoriku. Sayang gagal total.
"Main dong ke gerejaku di Kebraon," cletuknya.
Deg...
Aku langsung ingat.
Ia adalah pendeta Batak yang pernah ikut sesiku di acara Youth, Women, and Peace Building di majelis agung GKJW beberapa waktu lalu. Aku kemudian teringat kalau ia bukan dari HKBP, HKI atau GBKP. Ia satu sinode dengan Mbak Darwita Purba, dan juga punya marga yang sama. Marga yang tak bernomor.
Namun tetap saja aku gagal mengingat siapa namanya.
Kami pun terlibat dalam percakapan hangat seputar kunjunganku ke Siantar beberapa waktu lalu.
"Eh kapan gerejamu natalan?" tanyaku pada pendeta perempuan bermarga Purba yang masih belum aku ingat namanya.
"24 Desember, Mas" jawabnya.
"Natalanmu selama ini belum pernah didatangi teman-teman Muslim kan?" tebakku.
Boru Purba ini pun menggeleng.
"Ayo dong undang teman-teman Muslim. Apa nggak bosan selama ini Natalan hanya dihadiri jemaat Kristen saja?" kami pun tertawa lepas.
"Eh sebentar kamu harus ketemu temanku," ujarku tiba-tiba sembari mencari lokasi duduk mas Irwan Putra Aidit, aktifis GP Ansor dan Banser, temanku dalam urusan lintas agama. Kebetulan rumahnya tak jauh dari Kebraon, tempat gereja GKPS berlokasi.
Aku gandeng perempuan boru Purba ini menghampiri mas Irwan yang hanya 3 meter dari tempat duduk kami. Aku memperkenalkan keduanya.
"Gus, iki adikku, pendeta Batak di Kebraon. Tolong natalan tanggal 24 nanti dikunjungi ya. Silahkan bercakap-cakap," ujarku pada mas Irwan.
Aku pelan-pelan meninggalkan mereka yang larut dalam percakapan. Mereka tampak saling berbincang dan bertukar nomor telpon. Namun tetap saja, aku gagal mengingat namanya. Bodoh sekali aku ini. Amnesia temporer super akut.
"Namanya Pendeta Elva, Gus" kata mas Irwan berbisik padaku setelah Elva pamit pulang.
"Hati-hati di jalan ya, Elva! Jaga bayimu!" teriakku dari kejauhan sambil melambaikan tangan. Ia terlihat tersenyum.
No comments:
Post a Comment