Doktrin kelima dari 9 nilai utama Gus Dur adalah pembebasan. Kata ini dalam bahasa Inggris bisa dipadankan dengan "to liberate," artinya, menurut Webster, " to free (someone or something) from being controlled by another person, group, etc."
Doktrin ini, dengan demikian, mendorong setiap kader GDian untuk senantiasa bekerja melakukan pembebasan dalam hal apa saja. Misalnya, jika kamu melihat ada salah satu dari pasangan yang hidup menderita dalam relasi pacaran, maka tugasmu adalah memerdekakan salah satunya dari penderitaan.
"Aku suka dia, mas," katanya menunduk.
"Aku tahu, namun seyakin apa rasa sukamu padanya pantas dibalas dengan penderitaan seperti ini? Lihatlah, ia sedang bergandengan dengan orang lain," tambah kader.
"Duuhh mas.. Sesak dada ini," ia membuang muka.
"Kenapa kamu tidak memilih orang lain yang jelas lebih menyayangimu?" Kader terus memburu.
"Emang ada yang seperti itu?" Korban setengah tak percaya.
"Ada dong... Dia lho nggak jauh darimu. Selalu ada untukmu. Mungkin kamu tak merasakan," Kader mulai menjelaskan.
"Mas, aku tahu siapa dia namun aku tak yakin dia seperti itu. Apalagi ia telah menjadi milik orang lain," segera Korban membuang muka dari hujaman tatapan Kader.
Atas budi baik Yuska, aku nebeng mobilnya menuju IAIN Kediri. Sebagai salah satu presidium GDian Jawa Timur, ia memang berencana hadir di IAIN Kediri. Dengan mengendari Jazz, kami menuju Kediri, pusat sinode denominasi "Gudang Garam" di mana aku menjadi salah satu dari jutaan jemaatnya.
Di mobil itulah aku terjebak dalam drama singkat pembebasan. Kisahnya sebagaimana gambar percakapan yang aku unggah.
No comments:
Post a Comment