Pages

Friday, February 14, 2020

NYALI YUDIAN WAHYUDI


Baru saja dilantik sebagai kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Yudian Wahyudi telah melakukan gebrakan pertama. Dalam sebuah wawancara, pria jebolan Harvad Law University ini menyatakan agama merupakan musuh terbesar Pancasila. 

Sontak banyak pihak kelojotan. Terutama kelompok-kelompok yang selama ini terindikasi getol menelikung Pancasila, baik terang-terangan maupun diam-diam. Mereka ngamuk membabi buta karena topengnya terbuka sedikit. Saking geramnya, Sekjen MUI Anwar Abbas bahkan meminta Jokowi mengganti Yudian. 

"Kalau benar beliau punya pandangan seperti itu maka tindakan presiden yang paling tepat untuk beliau adalah yang bersangkutan dipecat tidak dengan hormat," kata Abbas.

Yudian bukanlah anak kemarin sore yang tidak mengerti pasang surut dinamika agama dan Pancasila dalam sejarah Indonesia. Saya meyakini dia sangat paham dua entitas ini punya relasi yang campur aduk layaknya lagu Def Leppard "When love and hate collide," bahkan hingga sekarang. 

Sejak awal kemerdekaan, sejarah kita mencatat ada upaya serius dari kelompok Islam untuk bisa mengendalikam negara ini dengan cara menginjeksikan  formalisme Islam ke dalam konstitusi, sebagaimana catatan R.E Elson (2007) "Another Look at the
Jakarta Charter Controversy of 1945,"

Ditambah lagi, dengan pengalaman karir akademik dan profesionalitasnya, Yudian telah membuktikan kapasitasnya sebagai sosok kepala batu yang ekspresif "membela" Pancasila di beberapa kebijakannya selama di UIN Sunan Kalijaga. 

Bukanlah keseleo lidah saat pria ini mengatakan agama adalah musuh terbesar Pancasila. Ia masih menjaga kesantunan dengan tidak mengatakan Islam-politik (Islamisme) adalah yang ia maksudkan. 

Islamisme adalah hantu bagi Negara ini.  ia adalah sisi gelap dari Islam yang saya pahami bercita-cita luhur mewujudkan keadilan tanpa diskriminasi atas nama apapun. Cita-cita luhur inilah yang diserap Pancasila beserta saripati agama lain. 

Sebaliknya, hantu Islamisme berfikir secara sempit; ingin menjadikan negara majemuk ini tunduk pada kemauan satu agama saja. Dulu penundukan ini dijalankan dengan kekuatan senjata. Namun pengasong Islamisme sadar Indonesia terlalu kuat jika ditundukkan dengan cara tersebut. 


Maka sejak Demokrasi Terpimpin ditumbangkan rezim Orde Baru++ mereka mengubah strategi menjadi lebih "sopan", tricky dan mematikan. Saya menyebutnya sebagai kudeta merangkak; mendorong umat Islam melaksanakan tuntunan syariat secara kaffah. "...dan negara Islam akan hadir dengan sendirinya," kata Sjafruddin Prawiranegara kepada alm. MC Ricklefs dalam sebuah wawancara. 

Kudeta merangkak diretas dengan menguasai jalur pendidikan di segala level. Baik formal maupun informal; dengan uang pribadi maupun memanfaatkan APBD maupun APBN. Strategi berjalan dengan memanfaatkan gerakan tarbiyah yang terinspirasi Revolusi Iran, dan berjalan secara klandestin lebih dari 20 tahun saat Soeharto berkuasa. 

Jadi jangan heran kalau situasi pendidikan Indonesia menjadi semakin oleng ke kanan dari tahun ke tahun. Wajah regulasi berbau syariat Islam di daerah sejak 1998 hingga 2012 juga menunjukkan kemenangan mereka. Komnas Perempuan mendeteksi ada sekitar 200an aturan daerah seperti ini selama itu.

Bagi mereka, Pancasila bukanlah musuh yang harus dilawan secara frontal -- sebab akan membentur tembok tebal. Melainkan, ia harus dianggap sebagai teman satu selimut yang wajib digangsir  eksistensinya ---dan telah dilakukan sejak lama.

Mereka tidak ingin mengganti Pancasila. Alih-alih, dasar negara ini dipastikan tetap ada namun hanya dipakai casingnya saja. Sebab jerohannya sudah dipreteli dan dimodifikasi agar Negara Islam bisa tegak secara diam-diam. Salah satu yang kerap mereka kampanyekan adalah sila pertama hanyalah milik umat Islam --dengan meyakini secara sepihak Tuhan agama lain tidak esa. 

Entah berapa lama kesaktian Pancasila mampu bertahan setelah diperkosa puluhan tahun. Tidak hanya oleh Islamisme, namun juga Orde Baru, dan Islamisme lagi -- kali ini lebih parah. Dalam konteks inilah, saya kira tudingan Yudian menemukan landasannya. 

Kita butuh kepala BPIP bernyali seperti Yudian Wahyudi. Nyalakannya semoga tidak berhenti untuk negeri ini.


Happy Valentine Day! 


-- Maumere Sikka.

No comments:

Post a Comment