Pages

Saturday, September 12, 2020

Misteri Sebuah Foto Kafir


Duh gustine jagat, betapa susahnya menemukan foto orang sekaliber Prof. Marilyn Robinson Waldman. Aku hanya ingin melihat wajahnya. Wajah seseorang yang aku anggap sebagai guruku pertama belajar terstruktur memahami soal perkembangang kata KAFIR dalam Islam, khususnya al-Quran.

Perempuan berdarah Yahudi ini merupakan murid Marshall G.S. Hodgson yang tersesohor dengan studi Islamnya. Saking takdzimnya pada Hodgson, Marilyn menyebut namanya dalam paper yang tengah aku baca " The Development of The Concept of Kufr in The Qur'an,"

Begini ia menyebut gurunya, tertulis tepat di bawah judul paper yang terbit di Journal of the American Oriental Society, Vol. 88 tahun 1968, "In memory of Marshall G.S. Hodgson, with whose guidance this was written,"

Aku sejak tadi senyum-senyum sendiri sambil garuk-garuk kepala; bagaimana mungkin aku belajar kitab suciku dari orang yang secara dogmatis (kalisk) terlarang menyentuh --dan apalagi-- mempelajarinya.
Aku sendiri belum selesai membaca paper Waldman, namun secara singkat ia mendalilkan konsep Kafir dalam al-Quran mengalami perkembangan, bersifat adaptif, seiring dengan dinamika yang dialami umat Islam saat Nabi Muhammad hidup.

Awalnya, konsep Kafir merupakan konsep untuk melabeli siapapun yang menjadi lawannya saat di Makkah. Juga pada saat itu, konsep Kafir digunakan sebagai lawan tanding dari konsep Amin (dapat dipercaya?). Amin sendir merujuk pada NM dan para pengikutnya.

Konsep Kafir selanjutnya secara teoritik mengalami perkembangan, khususnya ketika bersinggungan dengan konsep shirk (penyekutuan tuhan/idolatry). Hingga pada akhirnya, saat pewahyuan terakhir alQuran, konsep Kafir terkonsolidasi menjadi sebuah label untuk menyebut siapa saja yang harus diperangi oleh kaum mukmin (mukmin dianggap sama dengan muslim).

Lantas di mana letak kelompok Kristen dalam tahapan evolusi Kafir ini? Nah ini menarik, kekristenan (trinitarian) dianggap sebagai kelompok shirk karena menyekutukan keesaan Tuhan. Persis sebagaimana yang banyak dipahami orang Islam saat ini.

Itu artinya, aku menduga kuat berdasarkan pengalaman didikanku, bisa dikatakan seluruh bangunan pengajaran Islam saat ini menyangkut kekafiran masih menggunakan model ini, model klasik.

Aku terus berpikir apakah evolusi konsep ini telah usai seiring dengan berakhirnya pewahyuan? Nampaknya tidak, sebab menurutku, pewahyuan boleh berakhir namun penafsiran atas wahyu masih akan terus bergerak tak terelakkan. Contoh konkritnya, saat PBNU mencoba memapras runcingan kafir menjadi muwaththinun beberapa waktu lalu.

Sembari memikirkanmu, aku juga terus bergerak untuk dapat menemukan foto Professor Marilyn Robinson Waldman. Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya, meski sejak tadi telah mengirim Fatihah padanya.

Thank you, Marilyn R. Waldman!