Pages

Tuesday, November 3, 2020

PENGUSIRAN ARWAH DAN EMMANUEL MACRON

Kemarin malam aku nonton The Exorcism of Emily Rose. Entah sudah yang keberapa kalinya. Aku suka banget film itu. Film bersetting Katolik yang kabarnya didasarkan pada kejadian nyata Anneliese Michel dan Linney.

Ceritanya, ada romo yang dibawa ke pengadilan gara-gara dituding melakukan pembunuhan saat proses pengusiran arwah yang merasuki Emily, salah satu jemaatnya. 

Perempuan ini mati sangat mengenaskan. Tubuhnya sangat kurus dengan penuh luka. Tragis. 

Pemerintah kota merasa perlu menegakkan keadilan. Harus ada yang dihukum atas peristiwa ini. 

Oleh karena tidak mungkin mengadili Lucifer dan 5 setan lain yang merasuki Emily, maka tentu saja romo tersebut yang harus menanggungnya. 

Duel menarik pun terjadi antara sang pengacara  dan jaksa penuntut. Yang menarik, pengacara romo adalah agnostik, perempuan. Tau sendirikan orang agnostik? Rasionalitasnya membumbung ketimbang hal-hal yang bersifat absurd. Iman masuk dalan kategori itu.

"Romo, apakah Emily termasuk orang yang taat beragama?" tanya si pengacara.
"Sangat taat,"
"Lalu kenapa Tuhan sampai setega itu membuatnya sengsara dan menderita?" si loyer terus memburu kliennya di kursi pesakitan.

Lalu si Romo membacakan surat yang ditulis Emily sehari sebelum meninggal --setelah proses pengusiran arwah yang sangat apik dan melelahkan. 

Dalam surat itu Emily bercerita. Ia mimpi ketemu Holy Mary dan mengajukan pertanyaan persis seperti yang diajukan loyer tadi ke romo

Aku sejak awal sudah galau, dag-dig-dug menduga-duga apa persisnya jawaban Holy Mary. Sebab, menurutku, ini merupakan pertanyaan kelas berat secara teologis.

Holy Mary menawarkan dua pilihan kepada Emily; tetap menderita untuk hal yang lebih besar dari penderitaannya, atau mengakhiri penderitaan dari "gangbang-an" kuasa gelap 5 rajanya setan. 

"I choose to stay," kata Emily kepada Holy Mary. Maka ia pun mati dengan cara menyedihkan dan mengenaskan.

Aku belajar banyak dari film ini, khususnya menyoal penderitaan yang selalu ditawarkan realitas dan begitu banyak dari kita memilih menghindarinya. 

Emmanuel Macron termasuk seperti Emily. Lelaki ini menurutku memilih tidak mau menyerah meski tengah didera penderitaan hebat. Dicaci maki jutaan orang Islam, termasuk teman-temanku sendiri.

Ia memilih menderita menjaga hal paling fundamental dalam demokrasi; kemerdekaan berekspresi, meskipun sangat mungkin ia bisa dengan mudah menghindarinya. 

Diakhir film, romo tadi mengunjungi makam Emily bersama si pengacara. Saat melihat nisan Emily, sang pengacara membaca tulisan yang tergurat di sana. 

Bunyinya; work out your own salvation with fear and tremblings --- petikan surat Paulus ke jemaat Filippi, yang hingga kini aku simpan rapi dalam memori dan sanubariku, bersama ayat serupa di Alquran.

No comments:

Post a Comment