Pages

Sunday, November 8, 2020

YESUS DI TANGAN MAHASISWI BERJILBAB

Kubaca berkali-kali lembar jawaban UTS yang ada di gadgetku. Milik Talitha Sani --mahasiswiku kelas Religion Ciputra. Benarkah ini ditulis oleh seorang muslimah? Jika iya, mungkin ia adalah satu-satunya mahasiswi Muslim yang cukup berani menulis apresiasinya atas kekristenan selama UTS.

Ia menjuduli tulisan pendeknya, "Pengorbanan Yesus Menebus Dosa Manusia," sekitar 2,5 halaman kuarto.

Karena tak terlalu percaya dengan dirinya aku mengontak Liechel, mahasiswi yang paling aku kenal di kelas. Dia mengkonfirmasi Talitha seorang muslimah. "Ia tenglang, Chel?" tanyaku lagi. Liechel malah tidak tahu apa itu tenglang.

Kelas online selama semester ini memang sedikit memaksaku menginvestigasi profil mahasiswa lebih mendalam. Aku tak pernah bertemu fisik dengan mereka. Nama dan penampilan profil pic di kelas maya tidak menjadi jaminan aku dapat menebak agama mereka secara akurat.

Tidak sedikit dari mereka yang sengaja tidak memasang profil pic foto mereka --baik di aplikasi Line maupun Moodle. Aku memang tidak memaksa mereka untuk memasang. Kecuali dalam kondisi terpaksa, seperti dalam kasus Talitha.

"Tha, aku barusan membaca tulisan UTSmu," aku mengechatnya personal.
"Oooh... Apakah ada masalah, Pak?" tanyanya balik. Aku membayangkan ia kuatir.



Aku baru sadar jika sebelum UTS kami pernah terlibat dalam sebuah percakapan. Arsip percakapan kami di Line ,masih ada. Saat itu ia mengusulkan topik yang akan ia tulis untuk UTSnya. Namun aku tolak karena ia menulis tentang sesuatu yang kurang pas.

UTS matakuliah Religion semester ini memang mengajak mahasiswa menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan pemeluk agama lain, dan ajaran dari pemeluk tersebut.

Ajaran apa saja yang menarik minat mahasiswa. Tulisan tersebut tidak hanya bersifat appreciative inquiry namun juga tetap memberikan ruang mahasiswa untuk memasukkan analisanya atas apa yang ia ceritakan.

Misalnya tidak sedikit dari mahasiswaku, Kristen dan Katolik, yang menulis apresiasinya terkait Saksi Yehuwa. Sekte yang kerap dianggap sesat tidak sedikit orang Kristen trinitarian ini memang diundang khusus dalam kuliah umum kampusku semester ini, bersama Millah Ibrahim, Ahmadiyyah, dan Kristen Ortodok Syiria.

Dari banyak mahasiswa yang menulis tentang SY, ada dua orang yang menggunakan kata 'Iblis," dan "sesat," untuk mengasosiasikannya dengan SY. Aku sangat kaget saat membacanya. Tak pernah aku mengajari kelasku untuk menggunakan atribut seperti itu agi orang/kelompok yang berbeda.

Alih-alih menghubungi dua mahasiswa tersebut, aku memilih mengirim pesan umum ke grup Line kelas, agar dibaca semuanya.

"Guys, selamat pagi. Aku sedang membaca tulisan UTS kalian. Menurutku bagus. Ada beberapa diantara kalian menggunakan diksi yang terlalu tajam dan emosional saat membahas Saksi Yehuwa, misalnya, iblis dan sesat. Please, do not use those words again to describe those who differed from your beliefs. It hurts as well as when it stabbed you. Happy Sunday,"

Tidak ada yang menjawab postinganku. Namun tak seberapa lama, ada pesan personal Line masuk; dari salah satu mahasiswa yang menggunakan kata iblis. Ia meminta maaf dan mengakui hal tersebut merupakan dampak dari kuatnya doktrin dari pendetanya. Ia berjanji tidak akan melakukannya lagi, Aku tersenyum sembari mengucapkan terima kasih dan "Happy Sunday," Ia mengirimkan emoticon lega.

**

"Tha, jika tidak keberatan, bolehkah aku melihat foto profil picmu?" pintaku pada Talitha --permintaan yang tentu saja berpotensi disalahpahami. Dosen kok meminta foto diri mahasiswinya.

Aku hanya ingin memastikan seperti apa Talitha mencitrakan dirinya di etalase terdepan personalnya. Aku merasa penting untuk mengetahuinya. Profil pic Linenya memang kosong. Aku coba lacak ia di Instagram namun akunnya berstatus private, padahal aku ingin stalking.

'Ini profil saya pak," jawabnya sembari mengirimkan foto diri. Tak menyangka ia berjilbab relatif rapat.

Aku lantas meminta ijin untuk mengunggah tulisan dan fotonya sekalian. Ia tidak keberatan.

2 comments:

  1. Sangat menginspirasi om. Saling mengenal membuat kita saling menghormati. Hormat membuat kita bisa saling mengsihi. Terima kasih Karena telah menjadi sosok pribadi yang mencerahkan Dan mendamaikan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yess.. Saling mengenal membuat seseorang sulit bertindak intoleran.

      Delete

Featured Post

JIWA YANG TERGODA HIKAYAT KADIROEN

Aku geregetan dengan Semaoen, ketua PKI pertama yang lahir di Curahmalang Sumobito Jombang tahun 1899 ini. Bukan karena ideologi dan ketokoh...