Pages

Saturday, January 29, 2022

Windows di hari Minggu


Habis subuhan baca artikel ini dengan perasaan masygul. Tak henti-hentinya Windows mengalami pencobaan melalui berbagai cara.

Hanya saja, kali ini tekniknya benar-benar unik. Virus "dititipkan," ke paket update yang menjadi menu wajib pengguna Windows. Penitipan ini tentu saja untuk menghindari pemeriksaan keamanan.

"This is an interesting technique used by Lazarus to run its malicious DLL using the Windows Update Client to bypass security detection mechanisms,"

Dalam dunia pervirusan komputer, dikenal istilah trojan horse (kuda Troya) -- semacam teknik jebakan yang memanfaatkan kelemahan kita. Misalnya, kita mengklik icon gambar dan tidak sadar telah mengeksekusi virus yang "dititipkan," di ikon tersebut.

Modus operandi trojan horse selalu sama; menggunakan hal baik/menarik sebagai pembungkus kejahatan/kebencian.


Persis seperti yang terjadi di negara kita. Agama, yang diyakini sebagai jalan satu-satunya untuk menjadi baik, malah justru sebagai trojan horse. Berbagai kebencian, angkara murka --hingga model berpikir bias-- terus disisipkan di sana.

Sebagaimana pengguna Windows, jutaan orang "dipaksa," mengupdate keagamaannya; tanpa secara sadar sedikitpun ada anasir virus yang telah dimasukkan ke sana.

Entah bagaimana kita bisa menanggulangi hal ini.

Update antivirus? Sertifikasi ustadz? Pemetaan masjid atau pesantren? Bisa jadi itu solusi yang sering ditawarkan. Namun apakah cukup efektif?

Entah dengan kalian, namun aku telah menemukan duniaku sendiri; berpindah ke Linux! --sebab Mac terlalu berat ongkos eksklusifitasnya.

Ciri utama yang aku suka dari Linux; sumber kebenaran (source code) bersifat terbuka. Setiap orang boleh berpendapat dan, bahkan dalam banyak aspek, merevisinya sepanjang logis.

Ibarat memahami kitab suci, Linux tidak membutuhkan agency formal penafsir. Setiap user memiliki kemerdakaan untuk menafsirkan dan mengoreksinya.

Ini tentu berbeda dengan Windows. OS ini source codenya bersifat tertutup. Kalau kamu bukan pegawai otoritatif di sana, takkan pernah diijinkan melihat atau mempelajarinya.

Agama yang terbuka, seperti halnya Linux, adalah masa depan Indonesia yang kita idamkan.

Selamat hari Minggu. Stay safe.

https://thehackernews.com/2022/01/north-korean-hackers-using-windows.html?m=1

Friday, January 28, 2022

Sepeda Ungu untuk Messiah dan Eliana



Aku sempat ragu sepeda warna ungu atau biru yang akan aku pakai ke pasar. Dua sepeda pancal tersebut adalah warisan dari Galang dan Cecil yang sudah tidak dipakai lagi. 

Aku putuskan pakai ungu saja meski rem belakangnya tidak cukup nyaman. Ungu bukanlah warnaku. Hanya saja, aku sulit tidak memperhatikannya. Semacam ada magnet yang terasa membetotku --tidak peduli apakah aku suka atau tidak.

Dalam sejarah Yunani kuno, ungu merupakan warna yang melambangkan kebangsawanan dan kedaulatan. Hanya keluarga sultan dan kroni-kroninya saja yang mampu memakainya. 

Entah kenapa bisa seperti itu. Sangat mungkin karena tidak mudah membuat warna ini. Diperlukan banyak keong laut sebagai bahan warna ini. Kabarnya.

Ungu semakin ngehit sebagai warna sultan kala Raja Sulaiman (Solomon) memilihnya sebagai warna tirai kuil suci yang ia bangun di Yerussalem. Konon. Aku belum menyaksikannya sendiri.

Saat Yesus disiksa tentara Romawi, konon, Ia dijubahi warna ungu bersamaan dengan mahkota duri. "Hail King of Jews!" sorak mereka memcemooh seraya memukuliNya.

Mungkin itu sebabnya banyak kawan-kawanku pendeta memakai selendang berwarna ungu di masa tertentu. Entah karena motivasi kesultanan (royalty) ataukah justru sebagai solidaritas atas penghinaan padaNya. 

Aku belum tahu, misalnya, apakah warna jubah Nabi Muhammad juga ungu ketika mengalami penderitaan akibat makanan yang diduga bercampur racun. 

Namun yang aku tahu, Messiah tidak memakai warna ungu saat "menyentuh," Eliana -- pekerja seks yang ditugaskan menggoda Messiah.



"Do you think we will have a sex?" tanya Messiah saat Eliana menelusupkan tanganya ke payudaranya sendiri.

"I want to," ujar Eliana sembari mulai membuka mantelnya.

"How's that going to cure you?" Messiah terus mencecarnya dengan pertanyaan. Eliana memang mengklaim kedatangannya menemui Messiah di hotel karena ingin sembuh dari penyakitnya.

Namun Messiah sudah tahu siapa Eliana --pekerja seks yang dibayar orang penting di Gedung Putih untuk mendekreditkannya. Tanpa disadari, dua orang ini sedang diawasi cctv tersembunyi. Dikontrol Will Mather, seorang US Marshall. Ia diminta mengawasi Messiah 24 jam.

Di layar cctv, Will melihat jelas Messiah, dengan kelembutan yang sangat piawai, berhasil menyadarkan Eliana agar tidak meneruskan menjadi kaki tangan orang jahat. 

Saat itu Messiah meminta Eliana tidak takut berkata jujur; tidak hidup dalam kepura-puraan.

"How can you be the person God intended if you're not honest about who you are?" ujar Messiah. Eliana makin terisak. Sesenggukan. Air matanya meleleh deras.

Perkataan Messiah ini rupanya juga "menampar," Will yang selama ini merasa hidup dalam kepura-puraan. Pura-pura bahagia berkeluarga bersama istrinya, padahal ia tidak bisa hidup tanpa kekasih prianya. 



"I love you," kata Will kepada pacarnya, di ujung telpon.

Messiah adalah serial Netflix yang beberapa kali aku tonton. Sayangnya, karena mendapat banyak menuai protes gara-gara dianggap antiislam, serial ini berhenti produksi. Padahal menurutku film ini bagus sekali. 

*""
Pisang ijo, tahu, kopi ketan sambel, krupuk, tempe, dan air kelapa. Nggak sampai 40k. Cukup untuk berhari-hari.(*)

----
https://www.google.com/amp/s/www.christianity.com/wiki/holidays/why-is-the-color-purple-associated-with-easter.html?amp=1

https://sunnah.com/bukhari:3169
https://sunnah.com/bukhari:2617

https://www.google.com/amp/s/www.independent.co.uk/arts-entertainment/tv/news/messiah-netflix-series-1-s2-cancelled-islamophobia-jordan-a9430946.html?amp


Wednesday, January 26, 2022

"DEMONSTRASI" DI GKJW PURWOASRI

Setiap orang bergantian naik kursi. Jumlahnya 6 orang; tiga dari kelompok pro dan 3 dari kontra.

Mereka sedang berargumentasi. Tidak hanya untuk meyakinkan kelompok lain namun juga 5 orang juri yang aku pilih menilai penampilan mereka.

Mereka adalah "para mahasiswa," yang ikut kelas Pancasilaku. Namun, tidak seperti halnya mahasiswa di Ciputra yang bertemu denganku rutin tiap minggu, mereka adalah anak-anak PMII yang sedang ikut pelatihan kader lanjut ((PKL)-- training terakhir dari kaderisasi PMII pada jamanku.

"Kalian adalah calon jenderal. Ini adalah sekolah kepemimpinan para perwira tinggi. Tidak banyak kader PMII yang sanggup masuk pada level ini," ujarku pada mereka.