Pages

Saturday, March 19, 2022

SYA'BAN-AN DI GKJW TAWANG KEDIRI


Ketika banyak orang Islam memilih berpuasa dan meminta ampunan pada Alloh SWT pada hari kelimabelas Sya'ban (nisfu sya'ban) tahun ini, aku justru merayakannya secara berbeda bersama puluhan anak-anak PMII Komisariat Sunan Ampel IAIN Kediri, Sabtu (19/3).

**

Kupacu motorku menembus dinginnya kota Jombang menuju GKJW Tawang Wates Kediri. Jaraknya sekitar 50 km dari Universitas Darul Ulum Jombang --kampus dekat rumahku. 

Saat itu jam menunjukkan 05.32. Hoodie tebal merah yang aku kenakan seperti tak sanggup menahan hawa dingin. Aku melewati Pare dan bertekad tiba di gereja tersebut sebelum jam 8 pagi. Acara dimulai jam tersebut.

Tiba di GKJW Tawang, suasananyya masih sepi. Pdt. Yohanes Didik menyambutku, dengan kaos dan celana pendeknya. Dipersilahkannya aku menuju pastori. Aku menyapa mbak Maya, istri Mas Didik, yag muncul dari dapur.

"Mas, aku kademen. Bolehkah minta kopi?" tanyaku. Aku seperti mempermalukan diriku sendiri. Aku tak peduli. 

Tak seberapa lama 2 orang pria datang bergabung bersama kami. Mereka adalah majelis gereja. Sepuluh menit kemudian dua orang perempuan berjilbab datang; Yolanda dan Syifa --kader senior PMII IAIN Kediri.

Pagi ini, aku akan mengisi sesi gender dan seksualitas dalam Sekolah Islam dan Gender. Acaranya berlangsung di balai desa Silir Wates. Sekitar 10-11 km dari GKJW Tawang

Namun, sebagaimana tradisi yang selalu aku terapkan di PMII, aku hanya mau mengisi acara mereka jikaa venuenya diganti di gereja.

"Gereja adalah obat mujarab bagi orang Islam melawan virus intoleransi dalam pikirannya," kataku ke banyak orang.

Itu sebabnya, kegiatanku bersama adik-adikku PMII selalu melibatkan gereja sebagai lokasi penyelenggaraan. Entah ini sudah acara keberapaku bersama PMII dan gereja. 

Terakhir kali, sekitar bulan lalu di GKI Taman Bendul Merisi Surabaya. Salah satu pesertanya adalah Yolanda, yang kali ini menjadi ketua panitia acara ini.

"Angkat tangan, bagi kalian yang belum pernah masuk gereja sebelumnya," ujarku membuka acara. Sebagian besar mereka mengangkat tangan. 


Aku kemudian meminta Rissa, ketua kader perempuan PMII IAIN Kediri memberi sambutan. "Saya belum pernah masuk gereja sebelumnya. Itu sebabnya mohon dimaklumi kalau terlihat sedikit grogi," katanya sembari nyengir. 

Setelah itu aku persilahkan mas Wahyu, ketua divisi antarumat GKJW Tawang memberi sambutan. Ia mengapresiasi positif acara ini. Belum pernah gereja ini menerima orang Islam dalam jumlah sebanyak ini. 

"Semoga kedepannya kami terus disambangi seperti ini. Kami sangat senang," ujarnya. 

Ungkapan senada juga dilontarkan Pdt. Yohanes Didik. Interaksi seperti ini akan membuat Indonesia kembali memiliki harapan cerah terkait pluralisme. 

Sebelum menutup pidatonya, mas Didik mengajak semua yang hadir berdoa. Ia memimpinnya dalam agama Kristen.

Selama kurang lebih dua jam, aku kemudian mengajak mereka belajar memahami SOGIE --sexual orientation, gender indentity and expression. 


Ini adalah istilah penting bagi siapa saja yang ingin mendalami kajian gender dan seksualitas. Aku ajak mereka mengembara ke lekuk-lekuk pengetahuan yang tidak pernah mereka imajinasikan sebelumnya. 

"Apa yang harus dilakukan oleh seorang biseksual saat masyarakat tidak mau menerima mereka?" tanya Agnes
"Saya kira orang menjadi homo karena mengalami kekecewaan romantika. Menjadi homoseksual semacam pelarian. Benarka demikian, gus?" tanya Halimah
"Gus, bagaimana memahami homoseksualitas dengan narasi Alquran seputar kisah kaum Nabi Luth?" tanya peserta laki-laki.

Dengan sabar, aku layani setiap pertanyaan mereka. Aku jelaskan segamblang mungkin. 

"Tugasku adalah memberi kalian perspektif baru. Keputusan tetap menjadi otoritas kalian. Jangan lupa, tugas suci kita sebagai orang Islam adalah menjadi berkah bagi alam raya," ujarku.

Pagi itu, GKJW Tawang menjadi lebih berwarna. Begitu banyak perempuan berjilbab kuning di areal gereja. Ada juga yang sarungan. Mereka membaur bersama pengurus gereja. 

"Senang melihat banyak anak-anak Islam di gereja. Ngayemke ati," kata mbak Maya.

Pelan-pelan aku pacu motorku meninggalkan areal gereja menuju Jombang, diiringi rintikan hujan yang menenangkanku.

Matur nuwun GKJW Tawang.

No comments:

Post a Comment

Featured Post

JIWA YANG TERGODA HIKAYAT KADIROEN

Aku geregetan dengan Semaoen, ketua PKI pertama yang lahir di Curahmalang Sumobito Jombang tahun 1899 ini. Bukan karena ideologi dan ketokoh...