Pages

Thursday, September 15, 2022

Menasehati Talita Kum

Siapalah aku ini diminta menasehati orang lain? Apalagi menasehati, what so called, para kekasih tuhan yang dikirim untuk membawa pesan profetis kesetaraan gender dan seksualitas?
--
Selama tiga hari, 1-4 September 2022, aku di Solo Jawa Tengah mengikuti musyawarah tertinggi Talita Kum. Organisasi ini berdiri sekitar 2009, fokus pada isu kesetaraan hak asasi manusia di kalangan komunitas LBTQ+ (lesbian, bisexual, transgender female to male, and queer).

Sepanjang 2018-2022, aku diminta masuk menjadi salah satu anggota badan penasehat organisasi. Seorang kawan lama, kiai feminis terkenal, kabarnya merekomendasikan namaku pada organisasi tersebut untuk menggantikan posisinya. 

Aku merasa terhormat bisa meneruskan keteladanannya di badan tersebut. Posisi ini sekaligus memberiku kesempatan belajar lebih mendalam terkait isu gender dan seksualitas di Talita Kum. 

Talita Kum punya ciri khusus; melakukan penguatan dan advokasi konstituennya yang hampir semuanya perempuan berorientasi seksual non-hetero. 

"Aku dan kawan-kawan membentuk komunitas ini di Solo tahun 2009," kata Juita Manurung, yang kerap aku panggil itok Jo. 

Dia juga anggota badan penasehat dalam periodeku. Saat berbincang bersama, aku menangkap kesan kuatnya pendirian dan cara pandangnya terkait isu gender dan seksualitas. Setiap orang, menurutnya, memiliki kemerdekaan untuk menentukan identitas dan ketubuhannya, lebih-lebih perempuan.

Sangat mungkin latar belakang teologinya ini memengaruhi itok Jo menginisiasi pengorganisasian terhadap para perempuan yang memiliki orientasi seksual dan identitas gender berbeda. Kenapa harus mendampingi perempuan non-biner? Aku tidak tahu. Setiap orang memiliki panggilan sucinya masing-masing. Sifatnya sangat personal dan kadang arbitrer.

"Kita memiliki kewajiban untuk membebaskan kelompok yang ditindas," ia menambahkan. Rokoknya terus mengepul dari bibirnya. 

Sangat jelas aura kebatakan memancar dari perempuan ini. Omongannya ceplas-ceplos, terbuka, tanpa tendeng aling-aling, dan kerap diselingi humor. 

Tiga belas tahun Talita Kum berproses mengemban visi dan misinya. Sejauhmana lembaga ini mewarnai republik ini? Pasti cukup signifikan.

Selama periode 2018-2022 menjalankan program kerjanya, Talitaum mengklaim telah menjangkau sekitar 600an perempuan dari komunitas LBTQ+ di Jawa Tengah, khususnya di Pantura. Berbagai aktifitas penguatan diri, kampanye dan advokasi diberikan kepada mereka.

"Berapa estimasi perempuan non-biner di Jawa Tengah, tok," tanyaku padanya.

Ia tidak menjawab secara pasti selain kata "banyak," Ketidakpastian ini barangkali disebabkan belum adanya survei mendalam seputar populasi komunitas LBTQ+ di Indonesia.

Namun, meski ada survei yang, katakanlah, selevel Susenas sekalipun, aku tak terlalu yakin akan berjalan optimal. Salah satu faktornya, gender non-biner dan orientasi non-hetero masih dianggap tabu, kurang pantas, melawan kodrat.

Identitas gender dan orientasi seksual tadi bukanlah hal lumrah untuk disampaikan ke publik. Seseorang tidak dapat dengan mudah mengatakan, "Hai, aku lesbian," "Halo aku perempuan, suka laki dan juga perempuan," atau "Apa kabar? Aku perempuan queer," --Belum bisa seperti itu.

Sebab, aneka potensi persekusi dan diskriminasi siap menerkam siapa saja yang berani menyatakan kejujuran diri. Lihatlah kasus mahasiswa baru di Universitas Hasanuddin Makassar beberapa hari lau.

Video pengusirannya viral di mana-mana. Ia diusir karena ia berkata jujur pada dua orang dosen. 

Betapa pengetahuan SOGIESC mahasiswa baru tersebut melampaui keduanya.
Banyak dosen, guru dan pendidik di Indonesia belum memahami pengetahuan tersebut, begitu juga di kalangan masyarakat, lebih-lebih dengan kultur agama yang konservatif.

"Saya senang berproses di Talita Kum, mampu mengubah diri saya. Awalnya saya sangat pendiam, tidak tahu apa yang harus dilakukan terkait identitas saya. Kini saya merasa lebih mampu berekspresi," ujar salah satu partisipan.

Kebangkitan seperti ini mungkin yang diharapkan Jo saat memberi nama organisasi ini Talita Kum. Kata ini ada di Alkitab, berasal dari bahasa Aram. Artinya; wahai perempuan, bangkitlah.

Perempuan diminta bangkit; menyuarakan potensi dan identitasnya secara mandiri dan merdeka. Tidak takut-takut lagi. Bagi penggemar serial televisi The X-Files, ada salah satu episode yang mengambil judul serupa. Hanya saja tidak terkait langsung dengan orientasi seksual.

Homoerotisisme di kalangan perempuan dalam narasi Islam klasik begitu terkunci rapat dengan beragam penghakimam. Yang paling menakutkan, dosa dan penghukumannya disetarakan dengan perzinahan itu sendiri. 

Padahal, aku menduga kuat, penghakiman seperti itu lebih karena didorong oleh keserakahan nalar politik agama yang terobsesi memperbanyak pengkut dengan cara mengoptimalkan perempuan sebagai mesin reproduksi. 

Nalar seperti ini melihat fenomena perempuan-suka-perempuan sebagai penyia-nyiaan rahim yang seharusnya bisa dibuahi dan menghasilkan konstituen baru bagi bagi agama. Memang repot jika agama dimaknai ibarat bisnis multilevel marketing.

Hipotesis ini, bisa jadi merupakan motivasi kuat dibalik pengharaman tingkat tinggi terhadap relasi erotis perempuan-suka-perempuan, sebagaimana kerap kita temui dalam kitab-kitab klasik hukum Islam 

Narasi Alquran QS. 4:15-16 sendiri, menurutku, bersifat inkonklusif, tidak sepenuhnya terang benderang –baik melarang maupun membolehkan. Meskipun, tafsir klasik-konservatif di kalangan Sunni maupun Syiah tentu saja kita tahu isinya; melarang!. 

Hanya saja, tafsir al-Quran sendiri tidaklah tunggal. Orang-orang seperti Fazlur Rahman telah mengenalkan model tafsir progresif. Sa’diyya Shaikh menawarkan apa yang ia sebut sebagai “tafsir praksis,” -- di mana tafsir kitab suci perlu terus didialogkan dengan realitas kehidupan sehari-hari, tak terkecuali pengalaman hidup perempuan – baik heteroseksual maupun non-hetero.

Dalam tradisi Islam klasik, cerita tentang homoerotisisme perempuan tidaklah semelimpah homoerotisisme laki-laki. Akan tetapi, keberadaannya tidak bisa dianggap tidak ada.

Kita tentu tahu cerita agung lesbianisme antara Hind bint al-Nu'man, anak perempuan raja Lakhmid terakhir yang beragama Kristen, dengan Hind bint al-Khuss al-Iyadiyyah --sering dipanggil dengan nama al-Zarqa, dari Yamama Arab. 

"O Hind, you are truer to your word than men. / Oh, the difference between your loyalty and theirs! Begitulah kata Hind kepada Hind (al-Zarga)"

Hind begitu loyal dan mencintal al-Zarqa. Saat al-Zarqa meninggal, Hind begitu berduka.

Ia memotong rambutnya, mengenakan pakaian hitam, meninggalkan semua kesenangan duniawi dan bersumpah pada Tuhan untuk hidup sendiri sampai mati. Ia membangun tempat khusus untuk menyendiri di daerah Kufa Irak.

Percintaan mereka, kabarnya, merupakan cerita lesbian pertama dalam sejarah Arab, sebagaimana tercatat dalam kitab Jawami' al-Ladhdha (Encyclopedia of Pleasure) karya Abul Hasan Ali ibn Nasr al-Katib.

Kisah Hind dan al-Zarqa rupanya bukanlah satu-satunya. Menurut Samar Habib, mengutip al-Fihrist karya al-Nadim, dalam tulisannya berjudul "Medieval Arab lesbians and lesbian-like women," terdapat setidaknya 12 judul buku yang diambil dari nama pasangan perempuan, diduga kuat mereka memiliki jalinan asmara.

Keduabelas buku tersebut yakni the Book of Rihanna and Qoronfel; the Book of Ruqayya and Khadija; the Book of Mo'ees and Zakiyya; the Book of Sakina and al-Rabab; the Book of al-Ghatrifa and al-Dhulafa'; the Book of Hind and Bint al-Nu'man; the Book of 'Abda al-Aqila and 'Abda al-Ghaddara; the Book of Lu'lu'a and Shatira; the Book of Najda and Zu'um; the Book of Salma and Su'ad; the Book of Sawab and Surur; the Book of al-Dahma' and Ni'ma

Sahar Amer juga menambahkan, terdapat karya berbahasa Arab milik Shihab al-Din Ahmad al-Tifashi berjudul Nuzhat al-Albab fi ma la yujad fi kitab, yang berisi tidak hanya informasi seputar homoerotisisme di kalangan laki-laki namun juga perempuan. 

Mengutip penelitian Edwardes (1959), Shahab menceritakan teknik pemuasan seksual antarperempuan juga diajarkan di lingkungan hareem --sebutan para selir dan gundik elit kerajaan yang biasanya hidup bersama dalam satu komplek. 

Namun demikian, tidak berarti institusi hareem harus senantiasa diidentikkan dengan praktek lesbianisme. Hanya saja, temuan Shahab merupakan hal menarik sekaligus mengejutkan.

Temuan ini tak pelak memberi kita kesempatan berpikir ulang terkait dua hal. Pertama; bahwa seksualitas manusia memiliki spektrum luas yang terlalu sederhana untuk diringkas dalam narasi hitam-putih. Dus, yang kedua, pemahaman tersebut menantang kita semua; sejauhmana kita bersedia menghargai mereka sebagai manusia dan memperlakukan mereka secara setara.

Apalagi, terkait poin kedua, survei SMRC yang dirilis Juli 2022 menunjukkan terdapat 49,3 persen rakyat Indonesia tidak menilai komunitas LGBT sebagai manusia. 

"Jadi orang yang memiliki status sosial LGBT dianggap bukan manusia oleh sebagian masyarakat kita. Wow. Sangat mengejutkan, buat saya, bagaimana status atau makhluk manusia itu hilang simply because orientasi seksualnya berbeda,” kata guru besar Ilmu Politik UIN Jakarta ini secara retoris, dikutip dari rakyatntt.com.

Aspek manusia dan kemanusiaan ini, bagiku, sangatlah penting. Ketika orang tidak lagi menganggap seseorang sebagai manusia maka, biasanya, ia akan tidak keberatan manusia tersebut mengalami diskriminasi, penindasan, maupun persekusi.

Menurutku, hal ini tidak bisa dibiarkan karena bertentangan tidak hanya dengan spirit Islam, namun juga cita-cita Pancasila. 

Nurani dan seluruh akal sehatku tidak dapat menerima kenyataan seseorang boleh ditindas hanya karena ia berusaha menjadi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain. Yakni; mengakui dan merawat identitas gender-seksualitasnya --sesuatu yang aku yakini sebagai sunatullah, pemberian dari Allah. 

Identitas terberikan dari Gusti Alloh inilah yang sejak 2009 hingga saat ini akan terus dirawat Talita Kum. Aku berharap sampai kiamat nanti. Talita Kum kini telah berhasil memilih nahkoda baru. Namanya Dan Panjul, sebagai direktur eksekutif.

Ia yang selama ini telah aku anggap sebagai adikku sendiri akan bekerja selama 4 tahun bersama rekan-rekannya. Masa depan keragaman Indonesia, juga, akan ditentukan oleh Panjul dan Talita Kum. 

"Ya, saya bersedia menjabat kembali sebagai salah satu anggota badan penasehat periode 2022-2026," ucapku menyatakan kesediaan diri dalam forum pembentukan badan penasehat. Keterlibatanku dalam organisasi ini sepenuhnya bersifat sukarela (voluntary), alias tidak mendapat gaji.

Semoga Gusti senantiasa menaungi kerja-kerja Talita Kum (*)


Daftar Bacaan

  1. Amer, Sahar. “Medieval Arab Lesbians and Lesbian-like Women.” Journal of the History of Sexuality 18, no. 2 (2009): 215–36.
  2. Apakah LGBT Dan Yahudi Dihargai Sebagai Manusia, 2022. https://www.youtube.com/watch?v=F3tIZkm2D5c.
  3. Fitriyati, Suciana. “Studi Kasus Tentang Orientasi Seksual Lesbian (Penelitian Kasus Terhadap Tiga Orang Lesbian Di Organisasi Talita Kum Surakarta),” 2016.
  4. “Hasil Survei SMRC, 49,3% Masyarakat Tidak Menilai LGBT Sebagai Manusia - Rakyat NTT,” July 28, 2022. https://rakyatntt.com/hasil-survei-smrc-493-masyarakat-tidak-menilai-lgbt-sebagai-manusia/.
  5. Kinsley, Daniel Allan, and Allen Edwardes. The Jewel in the Lotus: A Historical Survey of the Sexual Culture of the East. Julian Press, 1959.
  6. Kugle, Scott Siraj al-Haqq. “Strange Bedfellows: Qurʾan Interpretation Regarding Same-Sex Female Intercourse.” Theology & Sexuality 22, no. 1–2 (2016): 9–24.
  7. “Laporan LGBT Nasional Indonesia,” n.d., 85.
  8. Lowry, Brian, Chris Carter, and Sarah Stegall. Trust No One: The Official Third Season Guide to the X Files. Vol. 2. Harper Entertainment, 1996.
  9. Müller, Kathrin. “Hind Bt. al-Khuss.” In Encyclopaedia of Islam, THREE. Brill, July 7, 2016. https://referenceworks.brillonline.com/entries/encyclopaedia-of-islam-3/*-COM_30473.
  10. Oetomo, Dédé, Khanis Suvianita, K. S. Halim, J. Liang, S. Soeparna, and L. Surahman. “Hidup Sebagai Lgbt Di Asia: Laporan Nasional Indonesia.” Diakses Dari: Https://www. Usaid. Gov/Sites/Default/Files/Documents/2496/Being_LGBT_in_Asia_Indonesia_Country_Report_Bahasa_language. Pdf, 2013.
  11. Prihatini, Zintan. “Video Viral Mahasiswa Unhas Diusir Karena Mengaku Non-Biner, Apa Perbedaan Jenis Kelamin Dan Gender?” Accessed September 11, 2022. https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/22/170200223/video-viral-mahasiswa-unhas-diusir-karena-mengaku-non-biner-apa-perbedaan.
  12. Rowson, Everett K. “Homosexuality.” In Encyclopedia of the Qurʾan --Edited by Jane McAuliffe, 2:144–144. Leiden: Brill, 2002.
  13. Shaikh, Sa’diyya. “A Tafsir of Praxis: Gender, Marital Violence, and Resistance in a South African Muslim Community.” Violence against Women in Contemporary World Religions: Roots and Cures, 2007, 66–89.
  14. Sugesti, Francisca Devia. “Dilematika Konsep Diri Transgender Priawan (Studi Fenomenologi),” 2017.
  15. biblestudytools.com. “Talitha Cumi Definition and Meaning - Bible Dictionary.” Accessed September 11, 2022. https://www.biblestudytools.com/dictionary/talitha-cumi/.