Pages

Sunday, July 2, 2023

PRAHARA BAHAGIA "PENERBANGAN" KETIGA; PERKAWINAN BEDA AGAMA

Aku meyakini jodoh dalam perkawinan bermakna tujuan, destinasi setiap manusia, yakni kebahagiaan. 

Ada yang bahagia dengan cukup kawin sekali saja selamanya. Namun tidak sedikit yang harus bergonta-ganti "pesawat" agar sampai ke tujuan.  

Tiap orang memiliki jalan penerbangan masing-masing. Tak terkecuali cerita penerbangan Wulan dan Irman.


Keduanya berbeda agama. Wulan Protestan, Jawa ningrat, ASN. Sedangkan Irman, Islam Sunni, berdarah Madura, swasta. Wulan lebih senior tiga tahun ketimbang Irman. Keduanya saling cinta setelah jodoh mereka dengan dua orang sebelumnya berakhir. 

"Hatiku sudah sangat rapat terkunci untuk laki-laki lain, Gus. Aku tidak mudah mempercayai laki-laki. Tapi Irman berbeda dari sebagian besar lelaki yang berusaha mendekatiku. Kami berencana melanggengkan ikatan cinta kami dalam perkawinan beda agama," ujar Wulan.   

Dengan posisi mereka yang berstatus janda dan duda, aku mengira prosesnya akan berjalan lebih mudah. Ternyata aku salah. 

Dinamikanya berlangsung meliuk-liuk. Dua keluarga mereka tidak memberikan lampu hijau. 

"Bagiku, kalian sudah sangat dewasa, lebih dari mampu untuk menentukan yang terbaik bagi masa depan kalian. Restu orang tua pasti akan kalian dapat meski prosesnya harus dinanti dengan penuh kesabaran," responku. 

Keduanya telah menyusun rencana dengan baik dan rinci. Perkawinan beda agama (PBA) secara sipil akan dilangsungkan di Singapura. Akad nikah dilakukan sesudahnya. 


Hanya saja, tuhan berkehendak lain. Kepergian mereka ke Singapura tertunda karena berbagai faktor. 

"Kita memutuskan akad-nikah terlebih dahulu, gus. Kami minta tolong Gus Aan bisa memfasilitasi kami," kata Irman. 

Aku tentu tidak keberatan dengan permintaan mereka sepanjang syarat dan ketentuanku dipatuhi mereka. 

Pertama, tidak boleh ada pemaksaan pindah agama. Kedua, anak-anak mereka harus menyetujui perkawinan mereka. Ketiga, perkawinannya bersifat monogami. 

Mereka berdua menyetujui.

"Ini KTP saya, gus," Wulan mengirim foto KTPnya melalui Instagram. Tertulis "cerai hidup,"

Tak seberapa lama, Irman melakukan hal sama. Aku lihat kolom statusnya, "Kawin," -- hal yang tidak aku ingin lihat dalam dokumen KTP.

"Aku tidak bisa, Irman, kamu cari fasilitator lain saja," ujarku melalui whatsapp. 
"Gus, saya sudah bercerai. Hanya saja, belum mengubah KTP," ujaranya memohon. 

Aku tetap teguh pada pendirianku sembari memintanya dapat menunjukkan bukti perceraian tersebut.

Dua hari kemudian, dia mengirim foto salinan akta perceraiannya melalui whatapp. Aku verifikasi semampuku. We are good to go.

"Namun, Gus, kami belum punya tempat untuk akad-nikah. Gimana ya?" ujar Wulan.



Aku kemudian berinisiatif menawarkan rumah di sekitar Aloha Sidoarjo yang kerap menjadi tempat nongkrong para aktifis Roemah Bhinneka. Kebetulan pemiliknya adalah kawanku yang selama cukup mendukung isu-isu keberagaman. 

"Dipakai aja, Gus, sepurane tidak bisa ikut hadir karena sedang ikut PRJ," kata Fatur, pemilik rumah.

Sehari sebelum akad-nikah, aku berusaha menyelesaikan piagam perkawinan. Setiap peristiwa PBA yang aku fasilitasi, senantiasa aku bakukan dalam sebuah dokumen untuk pegangan pasangan yang kawin.

Bagiku, perkawinan tidak hanya merupakan peristiwa sejarah namun juga peristiwa hukum --yang minimal mengikat keduanya dengan alam semesta.

Piagam perkawinan aku buat seramping mungkin. Tanpa mengurangi esensi dari makna terdalam dari sebuah perkawinan.

"Keduanya telah bersepakat terikat secara sah sebagai pasangan suami-istri dalam perkawinan monogami secara hukum Islam tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Keduanya juga berjanji untuk saling menyayangi dan mengasihi dalam suka maupun duka. Semoga Allah senantiasa memberkati."

itu adalah cuplikan paragraf terakhir dari piagam tersebut. Wulan dan Irman tidak keberatan dengan hal tersebut. 

Akad nikah dilangsungkan Senin, 26 Juni, pukul 20.30. Molor sejam.  Wulan terjebak macet saat menjemput oomnya dari garis bapak, dari daeraha perbatasan Pasuruan-Malang. 

Wulan juga datang bersama salah satu anaknya, laki-laki. Anaknya terlihat cerdas. Beberapa kawan kantor Wulan juga hadir. Salah satunya berjilbab, bersama anaknya juga.

"Kamu masih ke gereja, Wulan? Ndak dilarang sama Irman tho?" tanyaku menyelidiki, dengan tersenyum.

"Masih lah, Gus, dia sering ngantar kok. Hanya saja dia meminta saya tidak aktif dulu dalam kegiatan gereja. Dia kasihan pada saya karena banyak kerjaan kantor. Saya bisa memahami," ujar Wulan. 

Perempuan ini juga mengaku cukup sering menunggui Irman di parkiran masjid saat jumatan. Aku sungguh senang mendengar hal ini. 

Empat hari setelah proses akad nikah berlangsung, perempuan ini berkabar padaku, dia merasa kehidupannya bersama Irman semakin membaik. 

"Alhamdulillah, kami JAUH LEBIH BAIK saat ini, Gus Aan, nyaris tak pernah friksi-friksi lagi meskipun permasalahan masih sarat. Namun hati ini jauh kebih tenang dan ketersalingan sungguh semakin kami rasakan pasca akad," ujarnya. 

Dia mewhatsappku setelah pulang dari ibadah kebaktian Minggu. Entah materi khotbah apa yang ia dapatkan saat itu namun, kepadaku, ia bertekad akan terus menyayangi Irman dalam kondisi apapun. 

"Apapun yang terjadi, aku akan tetap mencintainya karena Kristus," ujarnya melalui WA. 

Hatiku rasanya mak nyes, trenyuh. Betapa dewasanya level spiritual yang ia miliki saat ini. Aku seketika teringat doa yang aku panjatkan sesaat setelah ijab kabul "penerbangan" ketiga mereka.

Barakallohu laka wa baroka alayka wa jama'a baynahuma fi al-khayr. Allohumma allif baynahuma kama allafta Adam wa Hawa wa allif baynahuma kama allafta bayna Ibrahim wa Sara wa allif baynahuma kama allafta bayna Yusuf wa Zulaykha wa allif baynahuma kama allafta Muhammad wa Khadijatu al-Kubra. (*)



Daftar Bacaan

1. Ini Dasar Hukum PN Jakpus Izinkan Nikah Beda Agama Pasangan Islam-Katolik, https://news.detik.com/berita/d-6796892/ini-dasar-hukum-pn-jakpus-izinkan-nikah-beda-agama-pasangan-islam-katolik

2. Leeman, Alex B. "Interfaith marriage in Islam: An examination of the legal theory behind the traditional and reformist positions." Ind. LJ 84 (2009): 743.

3. MK Tolak Permohonan Perkawinan Beda Agama, 
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18870&menu=2

4. Putusan Nomor 24/PUU-XX/2022, perkara pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan a/n Pemohon E. Ramos Petege

No comments:

Post a Comment