Pages

Thursday, August 31, 2023

YULI EFFENDI; HAKIM MERAH-PUTIH BERANI TABRAK SEMA 2/2023 "LARANGAN" PERKAWINAN BEDA AGAMA


Yuli Effendi jelas hakim merah-putih. Hakim PN Jakarta Utara ini berani melawan surat edaran bosnya, yang meminta semua hakim bawahannya menolak permohonan perkawinan beda agama (PBA). 

Kini bisa jadi Hakim Effendi terancam kariernya karena membela hak konstitusional warganya yang terhalang edaran si bos. 

Akankah kariernya "disiksa" sebelum akhirnya "digantung" seperti halnya nasib warga kulit hitam yang dianggap mbalelo pada supremasi kulit putih Amerika Serikat karena memperjuangkan kebenaran?

****
Merah-putih adalah istilahku sendiri, digunakan untuk mengidentifikasi individu/kelompok yang aku anggap bersetia pada Pancasila. Dalam konteks PBA, merah-putih adalah siapa saja yang setuju-penuh dengan model perkawinan tersebut. 

Belumlah merah-putih bagi individu/kelompok yang, misalnya, hanya setuju lelaki Islam boleh kawin dengan perempuan ahl al-Kitab namun tidak berlaku sebaliknya.

Kita tahu, setelah dibombardir beberapa bulan, akhirnya Ketua Mahkamah Agung takluk, menyerah tanpa syarat terhadap kelompok antiPBA.

Tanggal 17 Juli 2023 ia resmi mengeluarkan Surat Edaran (SEMA) No. 2/2023. Isinya, meminta semua hakim menolak permohonan perkawinan beda agama. 

Ternyata tidak semua hakim sepenakut ketuanya, salah satunya Hakim Yuli Effendi. Ia masih merah-putih.

Melalui Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/PN Jkt.Utr, hampir sebulan setelah SEMA 2/2023 ditandatangani, ia berani mengabulkan permohonan PBA Amoh (Katolik) dan Agustine (Protestan) melalui PN. Jakarta Utara, Selasa, 8 Agustus 2023. 

"Pertama, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan bahwa perkawinan antara para pemohon adalah Warga Negara Indonesia yang telah melangsungkan perkawinan secara Agama Katholik pada tanggal 1 Februari 2023, adalah sah menurut hukum. Ketiga, memberikan izin kepada para pemohon untuk melangsungkan pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara dan memerintahkan kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara untuk melakukan pencatatan tentang Perkawinan Beda Agama para pemohon ke dalam Register Pencatatan Perkawinan. Keempat, membebankan biaya perkara kepada Para Pemohon sebesar Rp.135.000,00 (seratus tiga puluh lima ribu rupiah,"


Dalam dokumen publik yang aku dapatkan, pemberkatan perkawinan Amoh dan Agustine dilaksanakan di Gereja Katolik St, Yohanes Bosco Paroki Danau Sunter Jakarta Utara, 1 Februari 2023 dilayani Pastor Tarsisius Trianto, SDB. 

Sedangkan testimonium matrimoni (surat perkawinan di lingkungan Katolik) ditandatanganinya bersama Pastor Andre Delimarta, SDB selaku pastor kepala paroki.

Saat memasukkan permohonan PBA ke PN. Jakarta Pusat, Amoh dan Agustine tidak hanya melampirkan 15 dokumen/bukti sebagai penguat, namun juga mengajukan dua orang saksi; Hamidah dan Polin.

Hakim Effendi sebenarnya bisa saja dengan mudah menolak permohonan ini dengan alasan "perintah dari bos," 

Hanya saja, yang menarik, ia malah justru mengesampingkan SEMA 2/2023 dan bahkan UU 1/1974 dalam pertimbangan hukumnya. 

Ia merasa cukup menggunakan UU 13/1985, PP 24/2000, UU 23/2006 dan Permendagri 108/2019. Barangkali, sebagai hakim, ia memandang empat regulasi tersebut sudah cukup memadai untuk mengabulkan permohonan PBA. 

Keberaniannya ini tak pelak akan menjadi preseden hukum baru bagi hakim-hakim lainnya dalam memutuskan permohonan PBA di kabupaten/kota. Namun dengan penetapan ini pula, tidak bisa disangkal lagi, ia tengah melawan bosnya di Mahkamah Agung. 

Perlawanan ini sekaligus membuktikan hakim adalah mandiri. Tidak bisa dintervensi, bahkan oleh bosnya sendiri sekalipun. Pertanggungjawabannya bukan kepada bos. Alih-alih, langsung kepada tuhan dan konstitusi.


Merah-putihnya Hakim Effendi mengingatkanku pada 3 hakim lain di Mahkamah Konstitusi saat merespon persoalan PBA. Yakni, Hakim Konstitusi (Emeritus) Maria Farida, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Sebagaimana ketiga hakim konstitusi tersebut, loyalitas oyalitas Hakim Effendi sangatlah jelas; terhadap merah-putih --meski sangat mungkin ia akan "disingkirkan," ke tempat terendah dalam struktur organisasi peradilan.

Aku yakin Hakim Effendi telah memikirkan konsekuensi tersebut masak-masak. Keberaniannya akan diganjar manis oleh sejarah, yakni menjadi hakim merah-putih pertama yang mengabaikan perintah bosnya dalam kurusetra pertempuran PBA di Indonesia. 

Hormat grak! (*)

Aan Anshori
IG @gantengpolnotok

https://www.pn-jakartautara.go.id/index.php/tentang-kami/profil-hakim-pegawai/profil-hakim

https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/nasional/20230830161919-12-992486/ma-turunkan-tim-periksa-putusan-pn-jakut-soal-pernikahan-beda-agama/amp

No comments:

Post a Comment