Barangkali prank terbesar tahun ini adalah gagalnya pergantian Isa al-Masih menjadi Yesus Kristus dalam kalender tahun 2024. Pasti tidak sedikit orang Kristen/Katolik kecewa. Aku, muslim, juga tidak kalah kecewanya.
Kekecewaan tersebut merupakan hal yang sangat wajar. Mengingat, wacana pergantian ini jauh hari sudah digaungkan oleh pemerintah sendiri, melalui beberapa kementerian yang dikordinasi oleh Kemenko PMK Muhajir.
"Akan ada perubahan nomenklatur (tata nama) atas usulan Kementerian Agama (Kemenag RI) terkait dari istilah, yaitu Isa Almasih akan diubah menjadi Yesus Kristus," kata Muhadjir kepada CNBC, 16/9.
Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmad Dasuki, menyatakan perubahan tersebut merupakan usulan dari kelompok Kristen dan Katolik. Kementeriannya, menurutnya, ikut memperjuangkannya, "Alhamdulillah bisa diterima," ujarnya kepada CNBC (16/9)
Penegasan Muhajir dan Dasuki ini sekaligus menguatkan pandangan sebelumnya. Pada 12 September, saat konferensi pers di kantornya, Muhajir telah menyatakan akan ada perubahan nomenklatur tersebut; Isa al-Masih diganti Yesus Kristus. Selama ini, ada dua hari libur keagamaan Kristen/Katolik yang masih menggunakan kata "Isa Al-Masih," yakni, wafat dan kenaikan.
Namun yang membingungkan, pada tanggal yang sama, 12 September, tiga orang menteri -- Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara -- menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) bernomor 855, 3 dan 4 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024.
Dalam SKB setebal 5 halaman tersebut tidak ditemukan kata "Yesus Kristus," alih-alih tetap "Isa Al-masih," Tertulis dalam SKB tersebut "Wafat Isa al-Masih," jatuh pada 29 Mei 2024. Sedangkan "Kenaikan Isa al-Masih," dilaksanakan 9 Mei 2024.
Jika kita berpikir pergantian nomenklatur dari Isa al-Masih menjadi Yesus Kristus akan ditetapkan melalui peraturan presiden (perpres), mungkinkah perpres berani tidak sejalan dengan tiga kementerian yang semuanya dikomandani para kader terbaik NU ini? Rasanya tidak karena hal itu membentur kelaziman sistem ketatanegaraan kita. Aku bertaruh tidak akan ada perpres yang bertentangan denga SKB tersebut.
Mungkinkah elit PGI dan KWI tiba-tiba menarik usulan perubahan tersebut? Jika iya, kenapa bisa demikian?
Secara personal aku meragukan dua institusi itu menarik usulannya. Sulit dinalar mereka berani bertindak senekat itu, apalagi dalam urusan sesakral ini; apa yang lebih sakral dalam kekristenan Indonesia yang melebihi nama Yesus Kristus?
"Saya kira kordinasi tekhnis belum merata dalam kementerian/lembaga, Gus," kata Pdt. Jack Manuputty, saat menjawab pertanyaanku seputar prank ini melalui WA pagi tadi, 10/6.
Sekum PGI ini juga memberiku salinan keterangannya seputar perubahan nama dari Isa al-Masih menjadi Yesus Kristus, yang menurutnya agar lebih seragam secara istilah. Untuk lebih lengkapnya, berikut aku kutipkan WA darinya:
_"Selamat malam!_
_Tentang perubahan nomenklatur ini perlu diinformasikan bahwa:_
_PGI selama beberapa tahun terakhir mengirimkan surat ke Dirjen Bimas Kristen sebagai tanggapan terhadap permintaan tahunan Kemenag untuk Menyusun hari raya Kristen dalam kalender resmi pemerintah._
_Setiap kali menanggapinya, kita mendata empat hari raya umat Kristen, masing-masing:_
_- Kematian Yesus Kristus (Hari Jumat Agung)_
_- Kebangkitan Yesus Kristus (Hari Paskah) -Kenaikan Yesus Kristus_
_- Kelahiran Yesus Kristus (Hari Natal)._
_Pada surat balasannya, PGI selalu meminta penyeragaman istilah dari keempat hari raya itu, karena dalam kalender resmi pemerintah seringkali ditemukan ketidak-seragaman istilah antara Yesus Kristus dan Isa Al Masih. PGI meminta supaya semua istilah itu diseragamkan saja ke istilah Yesus Kristus._
_Mengapa memilih penyeragaman ke frasa Yesus Kristus, dan bukan Isa Al Masih?_
_Bagi saya, sederhana saja, karena frasa Yesus Kristus lebih familiar untuk umat Kristen. Frasa ini dekat ke umat Kristen karena Alkitab kita (PB) merupakan terjemahan (dominan) dari Alkitab berbahasa Yunani yang menjadi ‘lingua franca’ di Timur Tengah pada jamannya (selain bahasa Latin yg umumnya dipakai dalam pemerintahan). Frasa Yesus Kristus, sebagaimana kita ketahui, adalah transliterasi dari Bahasa Yunani, sementara frasa Isa Al Masih adalah transliterasi dari Bahasa Arab._
_Apakah keduanya mengandung makna yang sama? Bagi mereka yang mempelajari Filologi, kedua frasa ini tak memiliki perbedaan makna (bila dilihat dari perspektif Kristen). Kalau dari perspektif akidah dan tauhid Islam, Isa Al Masih tentunya dimengerti berbeda dengan yang dipahami oleh umat Kristen._
_Apakah kita perlu menggunakan frasa 'Isa Al Masih' supaya lebih bisa diterima kaum Islam di negeri ini? Menurut saya, tak perlu, sebab toh frasa Isa Al Masih dalam perspektif Islam berbeda dengan yang umat Kristen mengerti._
_Apakah dengan menggunakan frasa 'Yesus Kristus' maka kita akan berjarak dengan umat Islam? Menurut saya, juga tidak! Bahkan sebaliknya, ketika umat Muslim bisa menerima (bukan meyakini) apa yang menjadi keunikan pengakuan Kristen, maka horizon toleransi agama dan keyakinan di negeri ini semakin meluas."_
****
Jika demikian, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa para menteri terkesan tidak konsisten dengan apa yang telah diucapkan ke publik?
Prank Yesus ini tidak hanya jelas mengecewakan banyak orang Kristen/Katolik. Lebih jauh, setelah gagal melindungi kemerdekan kawin beda agama, prank ini juga secara nyata merugikan rezim Jokowi yang harusnya bisa dengan sangat-sangat mudah mengganti nama Isa al-Masih menjadi Yesus Kristus.
Bisa jadi prank ini adalah semacam produk moderasi beragama; sehingga Yesus Kristus pun "diminta," moderat dengan cara bersedia dilabeli berbeda dengan apa yang diimani pengikutNya, sejak bangsa ini merdeka.(*)
Aan Anshori
No comments:
Post a Comment