**
Saat mengantarkanku ke Stasiun Tugu Jogja dari tempat tinggalku di Pogung belakang CRCS UGM, aku terlebih dahulu diajak makan pengantin baru, Riyan dan Ara, Selasa (7/11). Aku melihat wajah mereka berbinar, berbalur rasa penat. Sehari sebelumnya, Aku mengikuti proses perkawinan mereka secara Kristen dan Islam, sebagaimana aku tulis dalam postingan sebelumnya.
"Aku sempat ditolak petugas kelurahanku. Mereka bilang kolom agama di KTPku nggak sama dengan miliknya mas Riyan. Kata mereka, sistem mengharuskan kesamaan agama calon pengantin yang dibuktikan dengan KTP. Aku jadi bingung," kata Ara.
Saat itu Ara tengah mengurus formulir N1 (surat keterangan untuk nikah). Semua orang yang berkehendak kawin membutuhkan itu dari kelurahan/desa. Sebelum ke kelurahan, prosedurnya, setiap orang terlebih dahulu membawa pengantar dari RT/RW.
Ara tentu telah mengantongi pengantar tersebut.
Dalam kebingungannya di kelurahan ia mengaku menelpon ayah dan maminya. Ia juga menelpon Riyan, calonnya. Riyan saat itu telah mengurus N1 di tempat tinggalnya. Tidak ada masalah.
"Dari Condongcatur aku langsung menuju kelurahan Kadipaten. Dari Sleman ke Yogyakarta. Aku sudah siap-siap mau ngamuk di kelurahan," ujarnya sembari menyalakan rokoknya.
Saat tiba di kelurahan Kadipaten, Riyan berkomunikasi dengan petugas kelurahan sembari menunjukkan N1 miliknya yang telah disetujui kelurahannya di Sleman. Riyan meyakini bahwa sistem administrasi kependuduk berlaku universal seluruh Indonesia; apa yang boleh di daerah tertentu juga boleh dilakukan di tempat lain. Artinya, jika Kabupaten Sleman tidak mempersoalkan N1 beda agama maka Kota Yogyakarta harusnya tidak membuat kebijakan yang melarang.
Mengetahui hal ini, petugas kelurahan tidak banyak omong lagi. Ia langsung membuatkan Ara formulir N1 tanpa memintanya mengubah kolom agamanya. Sebagai catatan, selama ini Dispenduk Kota Yogyakarta memilih menutup pintu bagi PBA, tidak seperti Kabupaten Sleman.
"Saat membuatkan formulir, wajah petugasnya kelihatan gimanaaa gitu," kata Ara sembari tersenyum.
Tidak hanya formulir N1, Ara juga diwajibkan oleh sistem untuk membuat surat keterangan belum menikah. Menurut Ara, ia harus mengurusnya di Kantor Dispendukcapil, bukan di kelurahan atau kecamatan.
"Dapat masalah lagi di sana?" tanyaku kepo.
"Nggak, gus, lancar. KTP kami tidak dipersoalkan,"
"Aneh" sahutku.
Menurut Ara, hal ini sangat mungkin karena Ara dan Riyan memilih tidak mencatatkan perkawinannya di Yogyakarta melainkan di Sleman.
Pengurusan PBA di Dispendukcapil Sleman, menurut Riyan, dilakukan sekitar 1-2 minggu sebelum pemberkatan. Semuanya berjalan lancar.
Sejak dulu, Sleman dikenal terbuka dalam pencatatan PBA. Saat keluar SEMA kontroversial 2/2023, Riyan dan Ara mengaku sempat deg-degan, kuatir Sleman akan menutup pintunya bagi PBA.
"Sebentar ya, mas, kami akan diskusikan di internal dulu terkait SEMA," kata Riyan mengutip omongan dari salah satu petugas Dispendukcapil yang biasa mengurusi hal ini.
Beberapa hari kemudian, mereka dikabari kembali oleh petugas tadi; PBA tetap bisa dilayani oleh Dispendukcapil.
"Petugasnya datang lho, gus, saat pemberkatan kemarin, meski agak telat," kata Riyan.
Beberapa menit setelah pemberkatan di GKJ Condongcatur, Minggu (5/11), usai, Ara dan Riyan berpindah ruangan; dari ruang ibadah ke ruang kecil di gereja tersebut. Di sana ada petugas Dispendukcapil dan beberapa saksi. Proses tanda-tangan surat/akta perkawinan dilakukan di sana.
Keduanya secara formal telah mendapatkan surat kawin dari negara. Sah dan resmi, tetap dengan agama masing-masing; Kristen dan Islam --setidaknya dibuktikan oleh kolom agama di KTP mereka.
Di titik ini, sebenarnya mereka tidak perlu lagi melakukan prosedur atau ritual apapun. Untuk apa melakukan hal-hal lainnya lha wong surat dari negara sudah ada di tangan?
Namun bagi keduanya, perkawinan bermakna lebih dari sekedar kemenangan prosedural administratif. lebih jauh, Aktifitas suci ini adalah upaya konkrit merekognisi sumber suci dari Islam dan Kristen. Itu sebabnya, setelah pemberkatan selesai Ara dan Riyan bersama-sama melakukan akad-nikah yang aku fasilitasi.
"Aku senang sekali dengan akad nikah kemarin, gus. Banyak keluargaku dari luarkota yang semakin tahu Islam memungkinkan untuk itu," ujarnya.
Saat akad nikah, aku memang menggunakan cara klasik yang biasa dilakukan hampir semua orang Islam saat kawin. Ada beberapa hal yang yang aku tambahkan sebagai modifikasi, diantaranya; pengucapan janji perkawinan yang wajib disampaikan Ara dan Riyan di hadapan publik.
"Ini penting agar kami yang hadir di sini bisa ikut merawat ikatan kalian berdua seandainya mengalami turbulensi kedepannya," ujarku saat itu.
Aku juga membuatkan piagam perkawinan mereka berdua, ditandatangani oleh beberapa orang. Piagam ini merupakan simbol ikatan suci mereka.
Beberapa hari kemudian, Riyan dan Ara berbaik hati memberiku foto surat/akta perkawinan mereka yang dikeluarkan oleh Dispendukcapil Kabupaten Sleman. Katanya, boleh dipublikasikan.
Terima kasih.
No comments:
Post a Comment