Riyan dan Mutiara akhirnya meresmikan hubungannya; hubungan asmara beda agama. Tanpa perlu berganti kolom agama di KTP. Keduanya melawan arus besar pemimggiran kawin beda agama. Seperti halnya Bu Prani, guru BK dalam film Budi Bekerti. Dia tak surut mengajarkan model pendidikan yang dianggap tidak lumrah dan membahayakan sekolahnya. Film ini sangat layak tonton.
**
Pagi ini aku bersama Lail, adikku, bergegas ke GKJ Condongcatur Sleman, dari penginapan yang tak jauh dari situ. Kami berdua ingin menyaksikan ibadah pemberkatan PBA Riyan dan Ara.
Riyan warga GKJ tersebut. Ara, pacarnya, seorang muslimah, sarjana sejarah lulusan Sanata Darma Jogja. Keduanya adalah pasangan yang selama ini aku dampingi bersama Pdt. Risang, yang memimpin ibadah pemberkatan pagi ini.
Ara dihantar mas Bambang dan mbak Ina, orangtua yang tak lagi hidup bersama. Ara selama ini tinggal bersama ayahnya, seorang jurnalis cum aktifis.
Pdt. Risang memimpin ibadah pemberkatan dengan gayanya yang luwes. Ia, secara tak terduga, mengundangku untuk terlibat dalam skenario ibadahnya.
"Saya undang Gus Aan untuk menjelaskan konsep mahabbah (cinta)," katanya sembari menyerahkan mic.
Pagi itu Pdt. Risang merayakan penyatuan dua agama ini dengan mengambil simbol dari keduanya; mahabbah dan agape. Yang aku kagumi, hampir dua jam aku duduk mengikuti proses ibadah tersebut, tak satu pun kata "Yesus" muncul. Alih-alih, diksi "Tuhan yang mengasihi dan menyayangi" sangat mendominasi ibadah.
Ah, betapa aku merasa ia dan segenap warga GKJ Condongcatur sangat rendah hati dengan caranya yang menurutku sangat ma'ruf (metode rendah hati yang jarang dipakai oleh kebanyakan orang)
Setelah pemberkatan usai, acara dilanjutkan dengan prosesi ijab-kabul. Lokasinya bergeser agak jauh, ke Taman Sari dekat Pasar Ngasem.
Prosesi aku pimpin di hadapan puluhan hadirin. Kami bertujuh duduk melingkari meja. Aku, mas Bambang, mas Hariyo (bapaknya Riyan), Ara dan Riyan serta dua orang saksi.
Sebelum ijab-kabul dimulai, aku persilahkan mas Bambang, bapaknya Ara, memberi sambutan. Boleh ngomong apa saja, apapun yang bergemuruh dalam hatinya.
Ia segera berpidato namun lebih mirip orasi. Maklum aktifis. Ia menceritakan sepanjang hidupnya sebagai jurnalis dan aktifis ia selalu memperjuangkan kelompok yang tertindas, menyuarakan orang-orang yang tidak bisa bersuara.
"Saat Ara menyatakan ingin membangun rumah tangga bersama Riyan yang tidak seagama, saya tersadar bahwa saya harus konsisten dengan apa yang selama ini saya perjuangkan," katanya.
Berkali-kali lelaki yang aktif di Project Multatuli ini menghentikan pidatonya. Airmatanya terus meleleh. Suaranya kerap parau dan hilang.
Aku tahu Ara mungkin lebih akrab kepada ibunya. Namun tak sedikitpun aku menyangsikan Ara sangat mencintai ayahnya, dengan caranya sendiri. Begitu pula sebaliknya. Anak dan bapak ini sama-sama aktifis.
Aku melirik Ara, ia terlihat berkali-kali mengusap matanya dengan tisu saat ayahnya berpidato. Mungkin ia begitu jarang mendengar bapaknya mengungkapkan curahan hati terkait dirinya, anak yang sangat dikasihinya.
Bagaimana terkait pencatatannya di Dukcapil? Bukankah Mahkamah Agung sudah melarang hakim mengabulkan permohonan PBA?
Aku bisa katakan; Tuhan bekerja dengan jalanNya sendiri; dengan kemisteriusanNya. Bagi Dia, apa yang telah dipersatukanNya akan selalu menantang bagi manusia untuk menceraikannya.
Menurut kabar yang berhembus, beberapa kota/kabupaten di Yogya dan Jawa Tengah masih memungkinkan untuk mencatatkan PBA.
Selamat untuk Ara dan Riyan. Bravo bagi Ine Febriyanti dan seluruh pendukung film Budi Pekerti.(*)
No comments:
Post a Comment