Sylvia dan Ben adalah teman sekelas di SMA. Sylvia adalah Kristen taat, Afro-Amerika. Sedangkan Ben, berkulit putih-keturunan Yahudi. Meski Ben berkulit putih namun ia tergolong minoritas karena keyahudiannya.
Film tersebut berlatar belakang Amerika dalam tahap awal implementasi kebijakan integrasi di sekolah. Di negara ini, dulunya, sekolah dibedakan; untuk kulit putih dan hitam, sebelum akhirnya dibubarkan.
Secara sosiologis saat itu, tidak mungkin Ben dan Sylvia pacaran. Tidak hanya karena kedua keluarga mereka akan mati-matian menentangnya, namun lingkungan akan mengecap mereka sebagai pemberontak dan mengucilkannya.
Namun cinta adalah cinta. Ia kudus dn meyakini semua manusia juga kudus. Ben seperti tak punya rasa takut. Ia sejak awal tertarik dengan Sylvia.
Suatu hari, diam-diam ia mengikuti Sylvia naik trem, duduk di depannya. Ia jadi sorotan para penumpang yang semuanya "patuh" duduk berdasarkan warna kulitnya.
Ben terlihat resah. Berbeda dengan Sylvia, yang sangat tenang dan dewasa. Ben seperti ingin mengajak bicara Sylvia namun bingung mau memulainya.
Di luar dugaan, Ben ternyata menanyakan kenapa Sylvia begitu tampak sangat menghayati pembacaan doa setiap hari sebelum kelas dimulai. Seperti halnya sekolah di Indonesia tempo dulu, sebelum kelas dimulai, guru akan memulainya dengan doa.
"For me, it's just a moment for myself. the big question is you. What does 23 Psalm mean to you?" Sylvia bertanya balik kepada Ben.
"I have no idea," ujarnya polos.
Ben mengaku doa tersebut sudah seperti lagu kebangsaan baginya, dibaca setiap hari sejak sekolah dasar. Namun dengan jujur ia menyatakan tidak seperti Sylvia dalam menghayatinya; I have no idea.
Keduanya menjadi lebih akrab setelahnya. Setelah sekolah, Ben kerap main ke kamar Sylvia. Tentu saja tanpa sepengetahuan orangtua Sylvia.
Meski aku tahu keduanya sangat bergairah untuk saling bercumbu namun tak pernah sekalipun mereka berciuman, kecuali saat lulus. Ben pernah ketahuan ayah Sylvia dan diusir.
Film aku hentikan sejenak. Aku berupaya mencari tahu apa isi Psalm 23. Dalam Alkitab berbahasa Indonesia Psalm diartikan Mazmur. Setahuku Mazmur merupakan nama lain dari Zabur --salah satu kitab suci milik Nabi Daud yang wajib diyakini keberadaannya oleh orang Islam-Sunni.
Aku masih ingat penjelasan guruku di madrasah ibtidaiyyah (SD). Zabur berisi syair, yang konon ketika dibacakan ia sanggup menghentikan laju daun yang sedang jatuh. Daun akan ngefreeze karena begitu indahnya isi Kitab Zabur.
Sayangnya, guruku saat itu tak mampu menunjukkan bukti keindahannya. Aku seperti Ben, tahu cerita keindahan Zabur namun "I have no idea at all,"
Bahkan hingga lulus S2 sekalipun tak ada dosen atau kiai yang sanggup memberiku bukti keindahan Zabur, Sangat mungkin mereka juga tidak pernah tahu, dalam arti membaca dan menghayatinya seperti ha
مَزْمُورٌ لِدَاوُدَ.
اللهُ رَاعِيَّ، فلَنْ يَنْقُصَنِي شَيءٌ. فِي مَرَاعٍ خَصبَةٍ يُسكِنُنِي. إلَى جَدَاوِلَ هَادِئَةٍ يَقُودُنِي. يُنْعِشُ رُوحِي، وَعَلَى طُرُقٍ صَالِحَةٍ يَهْدِينِي، حَتَّى حِينَ أمشِي فِي وَادِي المَوْتِ المُظلِمِ، لَنْ أخشَى شَرًّا لِأنَّكَ أنْتَ مَعِي. عَصَاكَ وَعُكَّازَكَ يُشَجِّعَانَنِي. أعدَدْتَ لِي مَائِدَةً أمَامَ أعْدَائِي. بِزَيْتٍ مَسَحْتَ رَأسِي. كَأسِي امتَلأتْ وَفَاضَتْ. الخَيْرُ وَالرَّحمَةُ يَتْبَعَانَنِي كُلَّ أيَّامِ حَيَاتِي. وَسَأمكُثُ فِي بَيْتِ اللهِ طَوَالَ حَيَاتِي.
"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa."
Aku tertegun saat membacanya. Kalimat-kalimatnya tersusun puitis. Dalam terjemahan Indonesia, ia memakai kata "Tuhan," sedangkan dalam bahasa Inggris memakai kata "lord," Kata ini sifatnya universal dan netral. Semua penganut apapun agama/keyakinan dapat menggunakannya tanpa kuatir.
Bahkan jika dibaca dengan penuh penghayatan sebagaimana Sylvia, seseorang bisa jadi akan sangat terpilin, terbetot, oleh kuasa kata-katanya.
Aku meyakini siapapun pembuatnya, kabarnya Daud, pasti punya dosa segunung. Sebab tanpa diragukan lagi, ia telah banyak membuat perempuan dan laki-laki patah hati, baik disengaja maupun tidak, gara-gara kata-kata rayuannya.
Daud pasti pintar merayu. Lihat saja bagaimana ia dengan Psalm 23 berupaya sangat halus dan puitis merayu pembacanya. Mereka dirayu dan disugesti untuk meyakini Tuhan akan hadir dan bertindak sesuai ekspektasi mereka.
Jutaan orang, termasuk Sylvia, mempercayai Psalm 23 dengan sepenuh hati. Setiap orang, apapun agamanya, secara ummum, pasti memiliki 1-2 ayat yang sifatnya sangat personal, yang ketika dirapalkan dengan sepenuh hati, seolah ada kekuatan di luar dirinya hadir menghampiri dan merasukinya.
Aku sendiri tak menyangka akan terasuki penggalan kitab suci ini --yang telah lama aku tahu namun baru "tahu" saat menonton film Liberty Heights. Bisa jadi aku menulis cerita ini karena terasukinya.
The Lord is my shepherd, I lack nothing. He makes me lie down.....(*)
Sumber:
https://www.biblegateway.com/passage/?search=Psalm+23&version=ERV-AR
https://www.sabda.org/alkitab/tb/?kitab=19&pasal=23
https://www.biblegateway.com/passage/?search=Psalm+23&version=NIV