Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2023 semakin menyulitkan mereka yang ingin PBA tanpa mengubah kolom agama di KTP. SEMA a quo secara spesifik melarang para hakim pengadilan negeri (PN) meluluskan permohonan PBA. Sebelumnya, PN masih menjadi jujugan terakhir pasangan PBA saat Dukcapil menolak mencatatkan.
Namun begitu, sepanjang aku berkecimpung dalam dunia PBA beberapa tahun ini, aku mencatat ada setidaknya 4 cara ideal yang bisa dipilih mereka yang ingin melanggengkan relasi asmaranya.
Pilihan cara mana yang terbaik akan sangat ditentukan oleh keputusan pasangan dengan mempertimbangkan berbagai faktor di lapangan --sebagaimana pernah aku tulis pada status FB sebelumnya, berjudul "Fatimah dan Christian" https://www.facebook.com/1561443699/posts/pfbid02ZVEE3PRrEdeBWz6bUpUj2V4eRNGmmYoJQZujYpLwqXS9uPQhskQZ2jBMAoAqwzs6l/?app=fbl
Lantas, apa saja 4 tipe ideal PBA yang bisa dipilih?
IDEAL 1, yakni PBA yang dicatatkan TANPA menyamakan kolom agama KTP kedua mempelai. Mereka berdua tetap dalam agama masing-masing tanpa perlu log in-log out. Pemberkatan perkawinan menggunakan ritual dua agama yang dianut pasangan -- sekali lagi, keduanya tetap dalam agama masing-masing.
Beberapa contoh pasangan tipe ini yang aku fasilitasi pascakeluarnya SEMA 2/2023 yang berisi larangan pengadilan negeri menerima permohonan PBA adalah, antara lain, Edho (Muslim) dan Christine (Katolik) serta Riyan (Protestan) dan Aya (Muslimah). Tentu saja aku percaya ada pasangan dari agama lain yang juga menggunakan tipe ini meskipun aku tidak punya datanya.
Sebelum SEMA 2/2023 keluar, aku juga memfasilitasi beberapa pasangan Islam-Katolik maupun Islam-Protestan. Bahkan ada yang berjilbab dan memiliki posisi tinggi dalam struktur ketatanegaraan kita.
Pencatatan tipe ini hanya dapat dilakukan di Dukcapil. KUA belum mau mencatatkannya. Dua pasangan yang aku sebut di atas dicatatkan di Dukcapil Solo serta Sleman. Tipe ini menurutku tipe paling berat dan menantang untuk dicapai. Pasangan memiliki otoritas penuh
IDEAL 2. Pada dasarnya tipe ini memiliki format serupa dengan Ideal 1. Minusnya, kedua mempelai mencukupkan diri melakukan 1 ritual pemberkatan perkawinan menurut agama salah satu pasangan.
Misalnya, jika PBA terjadi antara Kristen dan Buddha maka pasangan cukup diberkati menurut Buddha atau Protestan, tergantung kesepakatan mempelai. Namun biasanya pemilihan ritual pemberkatan didasarkan pada agama mana yang tidak hanya dapat memberkati PBA namun juga disertai kesediaan menerbitkan surat PBA. Tanpa surat tersebut, Dukcapil tidak akan dapat mengeluarkan kutipan Akta Perkawinan. Di lingkungan Katolik, surat semacam ini konon biasa disebut dengan matrimonium testimonii.
IDEAL 3; PBA model ini dicatatkan ke Dispendukcapil setelah kedua mempelai MENYAMAKAN kolom agama di KTP. Kedua mempelai sepakat "mengalah" dengan sistem yang rumit saat ini untuk kemudian balik ke agama asal pascakeluarnya kutipan akta perkawinan.
Dengan demikian, secara teknis, salah satu pasangan memilih log-out dari agamanya dan log-in ke agama pasangannya. Setelah mereka menerima kutipan Akta Perkawinan, Kartu Keluarga dan KTP baru dengan kolom agama yang sama, pasangan yang tadi log-out dan log-in kembali ke agama asal. Secara formal, perkawinan ini bisa dianggap bukan PBA karena kerumitan tertentu. Hanya saja, secara spirit, perkawinan mereka bisa dilabeli PBA.
Aspek penting lain dari tipe ini adalah keduanya memilih melakoni dua ritual pemberkatan sesuai agama yang dianut masing-masing pasangan, sebelum mencatatkannya ke Dukcapil.
Aku mendampingi pasangan yang lebih kurang masuk dalam kategori tipe ini. Sebut saja Denok (Muslimah) dan Febrian (Protestan). Gerejanya Febrian belum bisa melayani PBA.
Denok dan keluarganya tidak keberatan log-in ke Protestan untuk memudahkan pencatatan di Dukcapil. Febrian juga tidak keberatan Denok kembali ke Islam pascaperkawinan. Hanya saja, Denok dan orangtuanya meminta agar dilaksanakan akad nikah terlebih dahulu tanpa menuntut Febrian masuk Islam. Febrian setuju.
IDEAL 4, yakni PBA yang serupa dengan tipe 3 namun cukup dengan satu ritual pemberkatan saja. Misalnya, Islam dan Protestan; kedua mempelai bisa sepakat memilih perkawinannya akan dicatatkan di mana.
Jika di Dukcapil maka kolom agamanya harus sama-sama Protestan dan diberkati terlebih dahulu di gereja. Begitu pula saat memilih mencatatkannya di KUA, mempelai Protestan harus masuk Islam dulu sebelum akad nikah. Dan yang terpenting, setelah akta perkawinan/surat nikah diperoleh, mereka kembali ke agama asal ditandai oleh berubahnya kolom agama di KK dan KTP mereka.
Apakah tersedia format ideal lainnya? Sangat mungkin. Kalian bisa menambahkannya.
Love wins.
No comments:
Post a Comment