"Mo, selamat datang. Mohon maaf, mau duduk di dalam atau luar? Di luar aja ya, agar aku bisa ngudud," ujarku menyambut Romo Stavros, Sabtu (20/7), sore hari.
Kami sudah janjian bertemu di rumahku. Setelah dari rumahku, ia berencana menjemput putrinya yang les bulutangkis di balai desaku.
Romo Stavros sudah lama aku tahu. Terakhir kali, aku mengundangnya saat buka bersama Bu Sinta Nuriyah ramadlan lalu. Ia berkenan memimpin doa lintas agama.
Ia adalah satu-satunya presbyter (pendeta/pastor/imam) Gereja Orthodoks Indonesia (GOI) di Jawa Timur. Ya, cum satu. Aku membayangkan betapa berat tugasnya merawat kedewasan spiritual ribuan jemaatnya.
"Sudah waktunya kaderisasi imam berjalan lebih masif lagi, Mo," usulku.
"Ya, gus. Kami sedang berusaha ke arah sana. Mohon doanya," jawabnya.
Kesempatan bertemu dengannya aku gunakan menimba ilmu terkait GOI, baik seputar organisasi maupun teologi. Ia sedemikian sabar dan telaten menjawab rasa penasaranku.
"Tapi sebentar, Mo, tolong ceritakan kehidupan sampeyan, hingga sampai menjadi seorang presbiter. Orang tua juga Ortodoks?" tanyaku.
"Tidak, gus,"
Ia kemudian mengisahkan perjalanan hidupnya, termasuk latar belakang keluarganya. Keluarga besarnya termasuk beragam agama. Ia sendiri punya "garis darah" dari kekristenan Jawa Etan dan Islam.
"Nggak pernah mengalami diskriminasi, mo?"
"Oooo jelas, gus. Bahkan ketika mereka sudah tahu saya seorang romo," ujarnya sembari tersenyum kecut.
Ia datang padaku untuk mengabarkan berita gembira. Baru saja ia dan jemaatnya membeli sebuah rumah di pinggiran Jombang untuk rumah ibadah. Selama ini, yang aku tahu, ibadah yang ia selenggarakan berpindah-pindah. Tidak cukup representatif.
Aku menyambut kabar gembira ini dengan senang hati. Pilihan membeli rumah merupakan langkah tepat untuk penguatan dan stabilisasi jemaat.
Dalam pikiranku, sebagai seorang Islam-Sunni-Nahdliyyin yang selama hidup tinggal di Jombang, kabupaten ini memiliki modalitas kuat menampung seluruh agama/keyakinan yang ada maupun yang berpotensi ada, meski dihuni mayoritas Islam.
GOI dan Gusdurian di Jombang terbilang cukup akrab. Saat ramadlan 2023 lalu, GUSDURian Jombang menggelar diskusi lintas agama bertajuk "Puasa dalam Tradisi Agama-Agama," di Pesantren Mambaul Hikam Diwek Jombang. https://www.youtube.com/watch?v=y42kn299Zl4
Dalam acara tersebut, Romo Stavros datang bersama rombongan, dipimpin langsung Arkhirmandrit Romo Daniel BD Byantoro, pemimpin dan pendiri GOI. Romo Daniel bahkan berkesempatan membagi gagasannya seputar topik tersebut.
"Aku dukung, Mo. Undanglah aku dan kawan-kawan lain saat open house rumah ibadah tersebut. Ndak perlu terlalu kuatir, berjalan saja seperti biasanya," aku menguatkannya saat ia mulai membincang kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi.
Kami terus berdiskusi banyak hal, ditemani pisang rebus yang agak gosong gara-gara aku lupa mengangkatnya.(*)
No comments:
Post a Comment