Pages

Monday, July 22, 2024

Perkawinan Beda Agama; Antara Tawaran Daniel Yusmic dan Teladan Nadiem Makarim


Daniel Yusmic P Foekh adalah hakim konstitusi saat ini. Setahuku perkawinannya seagama, sama-sama kristennya -- GPIB jika tidak salah.

Sedangkan Nadiem Makarim, menteri pendidikan kita, memilih mengikatkan diri dan istrinya melalui perkawinan beda agama (PBA).

Mana yang lebih bahagia diantara Hakim Yusmic dan Nadiem? Menurutku keduanya bahagia. Indikator paling sederhana mengukur kebahagiaan rumah tangga seseorang, menurutku, adalah perceraian.

Bersama dalam ikatan perkawinan belum tentu menunjukkan bahagia. Namun perceraian jelas mengekspresikan ketidakbahagiaan --ketidakbahagiaan sepakat untuk diakhiri.

Mayoritas warga Indonesia meyakini kebahagiaan berkeluarga HANYA bisa terjadi dalam perkawinan seagama. Mereka kemudian memaksakan kehendaknya melalui berbagai cara, diantaranya; melalui insitusi keagamaan dan institusi negara.

Mereka ngotot PBA hanya menawarkan kesulitan dan kerumitan, yang berujung pada ketidakharmonisan dan, akhirnya, perceraian. itu sebabnya harusnya dilarang, tidak bolerh terjadi.

Padahal, cara berpikir seperti ini justru menampar perkawinan seagama. Jika ketidakbahagiaan perkawinan diukur melalui perceraian maka perkawinan seagama harusnya yang pertama kali ditinjau ulang. Perkawinan model ini telah terbukti menjadi model perkawinan dengan rekor terbanyak perceraian, terutama di lingkungan Islam.

Sebagai contoh kecil, di Jombang, jumlah perceraian pada 2023 tembus 2.548 kasus -- didominasi gugat cerai (dari istri). Angka ini sedikit mengalami penurunan dibanding 2021. Pada tahun ini, terjadi 2.534 perceraian -- 1.919 gugat cerai, 615 cerai talak (dari suami).

Menurutku, perbedaan/persamaan agama pasangan bukanlah faktor tunggal yang menentukan bahagia tidaknya sebuah perkawinan. Sebab, kebahagiaan itu misterius; berhasil untuk satu pasangan namun belum tentu bagi pasangan lain.

Lihat saja, Nadiem-Franka tetap bersama namun tidak bagi Jamal Mirdad-Lydia Kandouw; Jokowi-Irina hingga kini memilih bersama sedangkan Prabowo-Titiek sepakat berpisah. Happiness in marriage remains mysterious.


Itu sebabnya, negara yang baik haruslah tidak boleh berpihak dalam menentukan pilihan dalam membentuk sebuah keluarga untuk bahagia; apakah seagama atau beda agama. Negara, idealnya, cukup memfasilitasi warganya dalam memilih model perkawinan seperti apa yang dapat menghantarkannya bahagia.

Kita semua sadar, hingga saat ini Indonesia masih diskriminatif melayani PBA. Model perkawinan ini dihambat sedemikian rupa; dari Dukcapil hingga pengadilan.

Di titik ini, patutlah kita dengar gagasan Hakim Yusmic saat ikut memutuskan uji materiil UU 1/74 tentang perkawinan, yang diajukan E. Petege.

Patege penganut Katolik menggugat UU Perkawinan dengan nomor perkara 24/PUU-XX/2022. Patege merasa UU ini menjegalnya sehingga ia tidak dapat melangsungkan perkawinan dengan acarnya yang muslimah.

Semua hakim konstitusi sepakat menolak uji materiil Patege dengan berbagai alasan hukum dan sosial yang mahacanggih. Padahal kita tahu, penolakan ini kuat muatan politisnya.

Sangat mungkin semua hakim konstitusi berpikir kelompok Islam, yang terlihat seperti merasa memiliki penuh negara ini, akan marah jika gugatan Patege dikabulkan.

Bisa aku bayangkan kekacauan terjadi di mana-mana. Demonstrasi akan sambung-menyambung dari Sabang hingga Papua. Bangsa ini akan mengalami goncangan hebat manakala kelompok Islam tantrum.

Meski Hakim Yusmic--dan Hakim Suhartoyo--ikut menolak permohonan Patege, keduanya berani menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion) dari 7 hakim lainnya.

"Saya berkeyakinan bahwa persoalan perkawinan beda agama adalah sebuah persoalan yang secara nyata ada dan patut diduga terus berlangsung sampai sekarang serta di masa-masa yang akan
datang," ujar Yusmic.

Itu sebabnya ia mendorong perlunya dilakukan upaya dialog, diskusi dan riset secara terus menerus. Upaya ini dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat.

Pemerintah dan DPR dapat menggunakannya untuk menentukan kebijakan di masa mendatang, baik melarang PBA ataupun sebaliknya.

"..atau juga dengan pilihan mekanisme lain di luar dua pilihan tersebut," lanjut Yusmic.

Secara brilian, hakim kelahiran Kupang yang tidak terlalu pintar hingga harus mengulang saat SD ini, mengusulkan dibuatnya 4 jalur pilihan dalam perkawinan.

Pertama, jalur nikah/kawinan sebagaimana kelaziman saat ini, yaitu perkawinan sesama agama Islam dilakukan di KUA dan diberi Buku Nikah. Sedangkan selain-Islam dilaksanakan di Dukcapil, dan diberi Kutipan Akta Perkawinan.

Kedua, perkawinan beda agama; terhadap pasangan ini diberikan dua pilihan; bisa mencatatkan di KUA --jika salah satu mempelai beragama Islam-- dan akan diberi Buku Nikah Beda Agama.

Atau, pasangan bisa mencatatkannya di Dukcapil --jika salah satu atau keduanya non-Islam. Pasangan akan diberi Kutipan Akta Perkawinan Beda Agama.

"Ketiga, untuk warga negara Indonesia sesama penganut kepercayaan," lanjut Yusmic.

Terhadap hal ini, tambahnya, negara juga harus mencatat perkawinan mereka. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, yang mengharuskan pencantuman “penghayat kepercayaan” dalam kartu tanda penduduk, memberikan alasan hukum bagi mereka untuk mendapat Buku Nikah Penghayat Kepercayaan atau Akta Nikah Penghayat.

Sedangkan yang keempat, yang terakhir, adalah perkawinan warga negara Indonesia yang salah satunya menganut agama tertentu dengan pemeluk
penghayat kepercayaan.

Terhadap pasangan seperti ini, jika mereka mau mencatatkan dalam domain Penghayat Kepercayaan maka akan mendapatkan memperoleh Buku Nikah Agama–Penghayat Kepercayaan atau Akta Nikah Agama–Penghayat Kepercayaan.

Dengan demikian, keempat model tadi, tentu saja, tidak mengharuskan salah satu pihak untuk berpindah agama terlebih dahulu. Mereka tidak perlu lagi berpura-pura atau pergi ke luar negeri untuk "menyiasati hukum," demi mencatatkan perkawinannya, seperti yang kerap terjadi saat ini.

Yusmic, dengan perkawinan seagamanya, menawarkan solusi konkrit, memerdekakan dan masuk akal. Sedangkan Nadiem, ia mengekspresikan keteladanannya sebagai salah satu simbol PBA.

**
Daftar Bacaan

Putusan MK 24/PUU-XX/2022, https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_mkri_8844_1675141891.pdf
"Kabupaten Jombang Darurat Kasus Perceraian" https://www.pa-jombang.go.id/Kabupaten-Jombang-Darurat-Kasus-Perceraian
"2.548 Pasangan di Jombang Bercerai Sepanjang 2023 di Pengadilan, Mayoritas Karena Gugatan Pihak Istri", https://radarjombang.jawapos.com/nasional/664076164/2548-pasangan-di-jombang-bercerai-sepanjang-2023-di-pengadilan-mayoritas-karena-gugatan-pihak-istri
"Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H.", https://www.mkri.id/index.php?page=web.ProfilHakim&id=679&menu=3
Peran Ayah dalam Keluarga bersama Nadiem Makarim & Franka Makarim - [CB #54] | Nucha & Ario, https://www.youtube.com/watch?v=rsqnhdRXu28
"Pengaturan Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Kepastian Hukum." Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial dan Sains 10.1 (2021): 43-49.
Ibadah Syukur Pernikahan Perak Bpk Daniel Yusmic FoEkh & Ibu Sumiaty Ewald Djohan, https://www.youtube.com/watch?v=7cZvG0yJUu4

Wedding Franka & Nadiem, https://www.youtube.com/watch?v=O5h9JQjMWrc

No comments:

Post a Comment