Bahkan ketika telah meninggal pun, Pak Lucas, Katolik taat ini, masih tetap mengundang para tetangga islamnya untuk mendoakan dirinya secara Islam, sebagaimana yang biasa ia lakukan untuk almarhumah istrinya.
**
Pak Lucas adalah penganut Katolik taat, kelahiran NTT, kerap mengundangku memimpin doa secara Islam untuk almarhum istrinya, mbak Yayuk. Istrinya juga Katolik taat, konversi dari Islam. Pak Lucas adalah PNS yang memiliki pangkat eselon tertinggi di Pemkab Jombang; IVE.
"Kalau dalam militer, ia mungkin sudah setara dengan laksamana. Pak Sekda saja belum segitu eselonnya," tutur mas Rudy, koleganya, saat memberikan kesaksian dalam 40 hari wafat Pak Lucas, Rabu (29/1).
Aku sendiri baru tahu ia memiliki pangkat sedemikan tinggi. Selama ini, sebagai ASN, ia memilih berkarir secara fungsional, bukan struktural. Ia memilih sebagai peneliti yang menginduk di Bappeda.
Kabarnya ia adalah satu-satunya ASN peneliti di Pemkab Jombang, Padahal, dengan eselon sedemikian tinggi, ia harusnya cukup layak menjabat sebagai kepala dinas.
Mungkin ia memilih nyaman sebagai peneliti, meninggalkan aneka kenikmatan dan kerumitan sebagai pejabat struktural. Atau, bisa jadi ia tidak terpilih sebagai kepala dinas karena agamanya. Birokrasi Pemkab Kota Santri kadang memiliki logikanya sendiri menyangkut ASN non-Islam.
Pertemuan pertamaku dengannya terjadi sekitar awal tahun 2000an. Kami berdua kerap beradu pendapat dalam forum-forum diskusi kebijakan publik.
Aku berlatar belakang LSM, ia merepresentasi pemerintah yang selalu aku kritisi, Perjumpaan kami berdua semakin membuat kami tidak lagi saling menganggap "musuh,"
Ketika ia di Bappeda Jombang, terutama selama kepemimpinan Pak Yanto dan Ali Fikri, beberapa kali aku menemuinya untuk memberikan masukan seputar berbagai kebijakan. Senyum senantiasa menghiasi wajahnya setiap kali kami ketemu.
Sekitar seminggu lalu, Mbak Uut. wakil keluarganya mengontakku. Ia menyampaikan semacam wasiat dari alm. Pak Lucas; agar mengundangku dalam aneka ritual eskatologis Islami berkaitan dengan dirinya dan istrinya, termasuk ketika dia meninggal dunia.
Tentu saja aku tidak bisa menolak --bahkan merasa terhormat menerima -- wasiat tersebut. Pak Lucas adalah kawanku. Wasiatnya adalah legasi luarbiasa atas toleransi praktis yang belum tentu bisa dijalankan semua orang.
"Kulo dewe durung mesti iso nglakoni sing sak niki dilakoni almarhum," kataku saat memberikan kesaksian di hadapan sekitar 50 orang, warga sekitar dan kolega, dalam acara 40 hari Doa Arwah, Rabu (29/1), sore hari, di rumah duka. Acara tersebut juga bertepatan dengan ulang tahun ke-61 almarhumah Mbak Yayuk, istri Pak Lucas.
Saat menerima undangannya, aku sedikit kaget karena judul undangannya "Doa Arwah," Istilah ini, bagi yang paham, merupakan kosakata terbatas di lingkungan Katolik.
Kosakata ini nampaknya tidak terlalu dipakai oleh sebagian besar denominasi Protestan. Dalam urusan kematian Protestan terasa seperti Muhammadiyah; lebih fokus kepada yang hidup (keluarga yang ditinggalkan). Sedangkan Katolik, mirip NU; fokus pada yang mati dan yang hidup.
Dalam dugaan awalku, undangan tersebut adalah doa arwah dalam lingkup Katolik. Aku diundang hadir untuk terlibat di sana, sama seperti perayaan Natal.
Dugaanku meleset.
Ternyata acara tersebut khusus dihadiri oleh para tetangga dan kolega Islam.
"Tahlilan. Nanti Gus Aan dipun suwun keluarga menjadi MCnya," kata mbak Uut.
"Nggih, mbak. Tolong dikirimi rundownnya serta nama kiai yang akan memimpin tahlil," sahutku melalui WA.
Tiba di sana, aku masih belum mendapatkan rundown tersebut. Aku berpikir ini akan seperti acara tahlilan sebagaimana biasanya.
Melalui Mas Teguh, adik dari istri Pak Lukas, aku mendapatkan gambaran format acaranya. Mas Teguh selalu hadir dan menjadi jangkar setiap acara ritual Islam di keluarga Pak Lucas. Dia adalah kolega istriku di SMKN 3 Jombang.
"Mas, aku usul, tahlilannya 5-7 menit saja. Sebelum tahlilan dimulai, kita bisa talk-show 10-15 menit," ujarku.
"Hah?! Talkshow?!" ia kaget.
"Betul, Kita bisa ngobrol seputar kenangan bersama almarhum. Nanti kita persilahkan beberapa orang bercerita kenangannya bersama almarhum dan pelajaran penting yang bisa kita petik bersama,"
"Wah menarik ini,"
Format tahlilan dicampur penyampaian narasi memori alamarhum(ah) ---apalagi dalam bentuk talkshow -- tidak terlalu dikenal dalam tradisi akarrumput Islam-Sunni-Jawa.
Yang kerap terjadi, tahlilan dalam tradisi akarrumput biasanya berjalan dengan format baku; kiai/modin membuka acara, pembacaan tahlil, makan, pulang. Tidak ada ruang yang berani dibuka untuk mengenang kebaikan atau jasa almarhum(ah).
Sangat mungkin karena ia dianggap terlalu suci untuk dibincang atau kekuatiran bisa memicu kesedihan lanjutan keluarga. Dalam amatanku, penyampaian narasi dalam ritual tahlil biasanya hanya terjadi di sebagian kecil kalangan elit --seandainya almarhum(ah) dianggap tokoh yang berpengaruh.
Penyampaian narasi tersebut juga senantiasa mengambil mmodel monolog, sperti pengajian, dengan menunjuk satu tokoh. Model talkshow dalam ritual tahlilan, setahuku, hanya terjadi pada sosok Gus Dur oleh beberapa komunitas GDian.
"Pastikan, keluarga setuju dengan format ini ya, Mas," ujarku pada Mas Teguh. Ia kemudian memanggil Dhika, sulung Pak Lucas, untuk berdiskusi singkat dengan kami berdua. Ia nampak senang dengan usulan ini.
Acara berjalan dengan sukse. Durasinya kurang lebih 30-40 menitan. Setelan pembukaan dan sambutan keluarga, mas Teguh memimpin talkshow.
Ia membawakannya dengan cukup bagus. Kenang-kenangan indah banyak bermunculan.
Aku melihat hampir semua undangan menikmatinya. Dalam kesaksian, aku menyatakan ke publik imajinasi kegembiraan Pak Lukas dan istrinya melihat forum sore hari ini.
Dua Katolik taat yang telah berjumpa dengan Gustinya ini tetap dikenang dan didoakan tetangga dan kolega Islamnya.
"Mari kita melarungkan doa tahlil singkat kepada Pak Lukas dan Bu Yayuk nggih," kataku mulai memimpin tahlil.
Setelah acara selesai, aku disapa kawanku, salah satu undangan. Ia adalah Arif, tetangga Pak Lucas.
Kami ngobrol, mengenang masa lalu saat sama-sama melayani di PCNU Jombag periode alm. Kiai Isrofil Amar. Aku bersyukur ia bisa hadir dalam acara ini.
"Tadi kalau masih ada waktu, aku sebenarnya ingin testimoni terkait Pak Luca, gus." ujarnya.
Ia mengaku memiliki kesan mendalam terkait almarhum. Aku berjanji akan mengusulkan format talkshow seandainya keluarga Pak Lucas menyelenggarakan Doa Arwah seperti ini lagi.
Pak Lucas dan Mbak Yayuk, pasangan Katolik taat ini, memang telah tiada, bertemu dengan gustinya. Namun demikian, keduanya tetap merawat legasi toleransinya melalui anak-anaknya serta keluarga besarnya.
Keduanya senyatanya membawa kesejukan dan kedamaian bagi lingkunganya. Menurutku, ini sangatlah Katolik.
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Terima kasih, Pak Lucas.(*)