Pages

Thursday, February 6, 2025

Kardinal Benitez, "Pope Innocentia" yang Memiliki Rahim



Dalam film Conclave (2024) besutan Edward Berger, gelar Innocentia dipilih Kardinal Benitez saat ia dinobatkan sebagai Paus terpilih, pemimpin tertinggi Katolik di Vatikan. 


Meski tentu saja Conclave merupakan film fiksi, namun dalam realitasnya tercatat setidaknya ada 13 Paus bergelar Innocent. Yang terakhir adalah Pope Innocent XIII (1721-1724) 


“..it’s a name of purity without any preconceptions," kata sutradara Berger ketika ditanya alasan memilih gelar Innocentia bagi Kardinal Benitez yang diperankan Carlos Diehz, seperti dikutip Vanity Fair (10/2024).


Film Conclave dengan keberaniannya mendeskripsikan keunikan Benitez. Ia digambarkan memiliki rahim, meski "tampilan luar"nya terlihat sedemikian maskulin. 


Dalam percakapan personal dengan Kardinal Lawrence, Benitez mengakui dirinya pernah diminta khusus, bahkan dibiayai secara personal, oleh Paus sebelumnya untuk melakukan apa yang disebut histerektomi laparoskopi. 


Istilah ini merujuk pada prosedur pembedahan minimalis-invasif. Sayatan kecil dibuat di perut untuk memasukkan alat yang dilengkapi kamera (laparoskopi), untuk tujuan mengangkat rahim (histerektomi). Laparoskopi juga dikenal dengan sebutan bedah teropong.


Dalam dunia medis, pengangkatan rahim setidaknya bisa dilakukan menggunakan tiga prosedur; histerektomi vaginal, histerektomi abdominal dan histerektomi laparoskopi. 


Prosedur terakhir tadi diklaim memiliki beberapa keunggulan, misalnya; waktu pemulihan lebih cepat, rasa sakit yang lebih sedikit, serta risiko infeksi yang lebih rendah. Kardinal Benitez disarankan Paus sebelumnya memilih prosedur ini. Namun ia tidak melakukannya. Artinya ia membiarkan dirinya memiliki rahim.


Pertanyaan pentingnya; bagaimana mungkin seorang kardinal, yang wajib berjenis kelamin secara biologis, ternyata memiliki rahim -- yang kita tahu merupakan perangkat biologis wanita (female).


Di sinilah inti dari film Conclave. Kita tengah disuguhi berbagai kemungkinan terjadinya peristiwa yang selama ini sangat jarang kita pikirkan. 


Aku haqqul yakin Kardinal Benitez merasa dirinya laki-laki (man). Namun demikian ia tidak bisa menolak anugerah organ reproduksi wanita (female) dalam bentuk rahim dari Gusti. Identitas yang ia rasakan dan yakini tidak linear dengan karakteristik seksual yang ia miliki. 


Dalam dunia gender dan seksualitas, Kardinal Benitez dapat disebut sebagai seorang interseks, yang memiliki situasi female to male transsexual (FtM) -- yakni mereka yang dianggap berjenis kelamin wanita (female) saat lahir -- biasanya karena dianggap memiliki ciri biologis wanita-- namun saat dewasa pemilik tubuh merasa dirinya laki-laki -- baik karena ia merasa jiwanya laki-laki dan/atau karena ia meyakini punya ciri seksual laki-laki (male).


Salah satu pakar yang mendedikasikan diri meriset terkait hal ini adalah Aaron Holly Devor, University of Victoria British Columbia Kanada. Ia, pada 1997, menerbitkan buku berjudul "FTM : female-to-male transsexuals in society ," Isinya, memuat pengalaman hidup 45 orang yang dianugerahi keunikan seperti Kardinal Benitez.


Yang aku ketahui, biasanya saat dewasa, pemilik tubuh menginginkan adanya kepastian dan, untuk itu, ia memilih operasi penyesuaian jenis kelamin (sex reassigment surgery).


Saat meneliti berbagai dokumen dua tahun terakhir ini, aku menemukan lebih dari 25 orang Indonesia memiliki kondisi FtM. Dengan berani mereka memutuskan maju ke pengadilan untuk "merebut" identitas yang diinginkannya. Hanya saja, aku belum menemukan mereka yang melakukan histerektomi laparoskopi. 


Ada satu nama muncul dari data Mahkamah Agung. Namanya Dela, terlahir perempuan --setidaknya menurut identitas jenis kelamin di KTP dan Akta Kelahiran -- pada 1992. Ia melakukan proses histerektomi; tidak jelas apakah laparoskopi, vaginal atau abdominal. 


Dela melakukan transisi FtM sebagai bagian menjadi dirinya seutuhnya. Setelah operasi histerektominya selesai ia mengakukan permohonan perubahan identitas -- dari perempuan menjadi laki-laki -- ke PN. Jakarta Timur Oktober 2020. 


Permohonan Dela dikabulkan. Ia mengubah namanya menjadi Rafardhan.


Tidak perlu berimajinasi Kardinal Benitez akan maju ke pengadilan, menegaskan identitas yang diinginkan sebagaimana Rafardhan. Sebab, pilihan Benitez mempertahankan rahimnya sudah merupakan ketegasan yang harus dihormati setiap orang, termasuk kita.(*)





No comments:

Post a Comment

Featured Post

Kejujuran, Ketertindasan dan Penghiburan dalam QS. Al-Kautsar

"(1) Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. (2) Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebaga...