Aku senang sekali bisa membawakan materiku di acara seminar kristologi STT Ekumene kemarin sore, Senin (17/3). Apalagi, cukup banyak peserta mengaku gembira dengan penjelasanku. Rata-rata mereka adalah mahasiswa S1, S2, dan S3 teologi dan konseling pastoral.
"Kalian kan nantinya akan memberikan konseling bagi jiwa-jiwa yang mengalami kegalauan spiritualitas di lingkungan Kristen, memahami keragaman kristologi akan sangat membantu proses tersebut," ujarku.
Misalnya, aku memberikan contoh, ada orang Kristen datang, mengaku hanya bisa mencintai Gusti Yesus dan meneladaninya dengan caranya sendiri; yakni meyakininya seperti ajaran Arius, sebagaimana hasil eksplorasinya terhadap Alkitab.
"Apa yang akan kalian sampaikan kepadanya, sebagai seorang konselor?" Menurutku tidaklah elok seandainya ia dipaksa memahami Yesus dalam perspektif trinitarian," ujarku kepada forum.
Ada satu penanya, Rama mahasiswa semester 4, mengungkapkan eksplorasi pemahamannya atas Yesus dalam Alkitab. Ia, meskipun sangat nampak tidak meragukan ketuhanan Yesus namun, merasa figur suci ini bukanlah pencipta alam semesta -- sebagaimana lazimnya Tuhan dipahami dalam narasi creatio ex-nihilo.
Mendengar ia begitu bergairah menyampaikan argumentasinya, aku membayangkan Arius, seorang imam, saat mempertahankan pemahamannya di hadapan Diaken Athanasius dan Uskup Alexander, bosnya Arius di Alexandria -- satu dari lima pusat kekristenan kala itu.
Konon Arius berkali-kali mengirimkan surat kepada bosnya, menjelaskan posisi teologisnya. Intinya, ia menekankan perbedaan esensial antara Tuhan yang unik dengan semua makhluk ciptaannya.
Lelaki tampan dan kharismatik ini juga curhat kepada Eusebius Nicomedia, pendukung berat gagasannya. Bagi Arius, Eusebius adalah juru selamat, terutama saat ia terlunta-lunta setelah ajarannya dianggap sesat dalam Konsili Nicea 325 M. Saat terpilih menjadi Patriarkh, primus inter pares, di Konstantinopel, Eusebius konsiste meneruskan kristologi Arius.
"Hanya saja, Rama, ada baiknya kalau kamu bijak dalam mengekspresikan apapun yang kamu yakini atas keilahian Yesus, terutama ketika bertemu dengan kawan-kawan Trinitarian. Rendah hati. Tahan diri untuk tidak menghakimi. Tunjukkan lebih banyak teladan," ujarku.
Ketika ngomong seperti ini aku teringat saat semester awal kuliah tahun 95an. Aku getol sekali membaca buku kristologi Islam yang isinya tentu saja sangat bernafsu menyerang dan menelanjangi trinitarian, menggunakan dalil-dalil yang ada di Alkitab.
Saat itu pikiran dan gairahku meranggas, meledak-ledak mencari pelampiasan. Aku seperti orang kelaparan, ingin bertemu dengan sebanyak mungkin orang Kristen untuk menunjukkan kesalahan mereka menyangkut Yesus dan ketuhanan. Kalau ingat masa-masa itu, aku seringkali tertawa sendiri. Malu.
Aku merasa ada cukup banyak penganut trinitarian di forum seminar kemarin. Mereka meyakini esensi Allah yang satu dapat dikenali dalam tiga ekspresi; Bapa, Yesus dan Roh Kudus.
Bagi mereka, Yesus adalah sepenuhnya tuhan (god) sekaligus sepenuhnya manusia. Dua hal ini melekat dalam satu pribadi (hypostatic union).
Rasanya belum banyak orang Islam mampu memahami dan menerima konsep ini. Mereka kerap kali mentok dan, merasa cukup pada level memahami trinitarian ide ditto dengan triteisme. Padahal dua konsep tersebut saling bertolak belakang; sein kiri kok dianggap mau belok kanan.
Sepertiku saat ini, mereka rasanya memang perlu lebih banyak belajar lagi. Namun kalau boleh sedikit membela; tidak elok jika orang-orang ini sepenuhnya disalahkan.
Konsep trinititas bukanlah konsep ecek-ecek. Ia bukan seperti mobil matic yang cukup gas dan rem. Alih-alih trinitas senyatanya merupakan konsep yang canggih. Saking canggihnya, konsep ini terasa sedemikian kompleks dan membingungkan bagi banyak kalangan.
Bahkan, menurut Amstrong, doktrin Trinitarian Athanasius sulit menang jika tidak sokong Kaisar pada Konsili Nicea 325 M. Entah intervensi seperti apa yang dimaksud Karen Amstrong.
Yang jelas, hanya Arius dan dua sahabatnya saja yang tidak setuju. Doktrin homoousius yang menjadi jantung karya agung Athanasius pun masih jadi perdebatan. Khususnya bagi klangan Kristen Barat yang dikenal sangat bertumpu pada rasionalitas.
Athanasius mendapat pertolongan Marcellus, Uskup Ankira. Ia menolong dengan cara memberi penjelasan seputar keilahian logos.
Ia menawarkan istilah kompromistis untuk mengganti istilah homoousius, yakni homoiousious. Sangat mirip dengan tawaran Athanasius. Hanya beda satu huruf vokal saja "i".
Masalah selesai? Tidak. Masih banyak orang Kristen bingung dan mempertanyakan; jika memang ada satu tuhan, bagaimana bisa logos (Yesus?) juga menjadi Tuhan.
Di titik ini, St. Athanasius mungkin akan mengucapkan gunungan terima kasih kepada tiga teolog dari Kapadokia Turki -- Basil Uskup Caesarea, Gregory Uskup Nyssa dan gregory Nazianus.
Ketiganya dikenal spiritualis serta sangat gandrung spekulasi dan filsafat. Secara sederhana, menurut Amstrong, ketiganya mengatakan kira-kira begini, "Yakinlah, hanya pengalaman keagamaanlah yang akan menjadi kunci pemecahan atas persoalan-persoalan ketuhanan.
Ketiganya terasa mengunci masalah ini dengan satu label "Tuhan itu misterius," Dengan sangat percaya diri, ketiganya menyatakan orang-orang mendatangi misteri agama-agama bukan dalam rangka mempelajari (mathein) namun untuk mengalami (pathein) sesuatu.
Kerumitan mempelajari dan memahami trinitas, dengan demikian, akan bisa selesai sendiri dengan cara mengalaminya secara langsung. Banyak orang Kristen merasa puas dengan jawaban ini.
"Saya penganut trinitarian, Gus," ujar salah satu penanya perempuan. Nampaknya ia adalah manusia.
"Wah senangnya. Hampir 99% kawanku adalah trinitarian. Aku banyak belajar dari mereka," ujarku.
Ia membela ketuhanan Yesus dengan mengambil argumentasi dari presentasiku; bahwa salah satu mukjizat Yesus dalam al-Quran adalah menghidupkan yang mati.
Menurutnya, itu adalah bukti tak terbantahkan ia adalah Tuhan, sebab hanya Tuhan yang mampu melakukan itu. Aku membenarkan hal itu.
Yesus memang sangat spesial dalam Al-Quran. Tidak salah jika banyak orang termehek-mehek dengannya. Secara personal, aku menambahkan, rasanya senang sekali ada ayat al-Quran yang dapat menambah konfidensi penganut Trinitarian. Apakah Yesus adalah Tuhan? Sangat mungkin, jika Allah menghendakinya.
"Gus, nanya satu lagi, Yesus sekarang ada di mana dalam pandangan Islam," tambahnya.
"Konon, di surga, stand by untuk diturunkan menjelang kiamat,"
"Tapi menurut kepercayaan kami surga hanya dihuni oleh roh tidak ada tubuhnya," ia mendedas.
"Sist, sejujurnya aku tidak tahu pasti Yesus ada di mana saat ini. Informasi ia berada di surga merupakan doktrin yang aku terima sejak kecil. Orang baik tempatnya di surga. Tapi begini, tuhanku mahakuasa. Ia bisa melakukan apa saja; yang mungkin bisa jadi tidak mungkin. Pun sebaliknya. Jika Tuhan berkehendak ia di surga dengan raganya, sangat mudah ia mewujudkan itu. Yesus diusir pun bisa," ujarku sembari tertawa.
Forum molor hingga setengah jam dari yang dijadwalkan. Aku sendiri berbuka di tengah acara, dengan merokok sesekali tanpa terlihat di kamera.
Diakhir acara aku mengajak semuanya untuk percaya diri dengan model kristologinya masing-masing, sepanjang tujuannya tetap mengasihi dan berjuang menegakkan keadilan.
"Jadi, kalau ada di antara kalian yang hanya bisa berbuat baik dengan cara melewati trinitarian, maka jalan trinitarian menjadi wajib, jangan mengambil jalan non-trinitarian. Bagi yang merasa hanya bisa menghayati dan meneladani Yesus dengan cara unitarian, ya tetaplah di jalur itu. Silahkan menikmati eksplorasi spiritualitas. Ndak perlu dipaksa-paksa," ujarku.
Diakhir acara aku meminta moderator agar mengundang Pdt. Grant Nixon, kawanku yang juga wakil ketua STT Ekumene untuk memimpin doa penutup. Sayangnya Grant pamit duluan untuk menjemput anaknya.
"Sudah dimandatkan ke saya, Gus. Nanti saya yang akan pimpin. Saya dulu muslim, gus," kata moderator Glenna Dumasari
"Wah, good to know," ujarku tersenyum sembari mengacungkan jempol padannya.
Mbak Glenna, yang belakangan aku tahu seorang selebritis melalui ChatGPT, kemudian memimpin doa dengan sangat indah dan khusyu'.
Salutku untuk STT Ekumene.
https://medium.com/@gantengpolnotok/kristologi-lentur-stt-ekumene-198bb1e882d4
No comments:
Post a Comment