Pages

Tuesday, February 4, 2025

CONCLAVE (2024): HARUSNYA MASUK KATEGORI FILM "PENISTAAN AGAMA"


Imajinasi Robert Harris memang liar, namun patut diacungi jempol. Meski tidak membacanya, aku benar-benar menikmati ketegangan film Conclave. Film tersebut diambil berdasarkan novel dengan judul sama karya Harris. 


Sebagai sutradara, Edward Berger bisa dikatakan nyaris sempurna mengadaptasinya ke layar lebar. Musik dan sinematografi berpadu serasi. Para pemainnya sangat optimal berakting. 


Dan yang paling utama; alur ceritanya! Berger membuat fim ini sanggup menahan penonton berdebar-debar; siapa yang akhirnya terpilih menjadi Paus. 


Tentu saja Conclave adalah film fiksi. Ceritanya tidak benar-benar terjadi. Namun pengetahuan penulis novel dan sutradara terhadap rumah tangga Vatikan tidak bisa disepelekan.


Conclave bercerita seputar pemilihan Paus yang penuh intrik. Dalam imajinasi Harris, forum Katolik paling sakral untuk memilih wakil Tuhan digambarkan begitu manusiawi; mirip kontestasi politik elektoral.


Money politik, black campaign, dan aneka intrik politik lainnya ditampilkan cukup benderang meski tidak vulgar. 



Ada kandidat yang meraup suara terbanyak dalam pemilihan awal, akhirnya mundur dari kompetisi. Ia nangis sesunggukan saat Kardinal Lawrence, pemimpin pemilihan, mendatanginya sembari mengungkit aib kandidat yang terjadi 30 tahun lalu. 


Satu per satu para kandidat ia rontokkan karena dianggap tidak pantas menduduki orang nomor satu di Vatikan.


Cerita film ini dipusatkan pada sosok Kardinal Lawrence dan upayanya memastikan Paus terpilih tidak menyisakan masalah di kemudian hari. 


Conclave menurutku menawarkan ketegangan tersendiri. Aku belum pernah merasakan ketegangan unik seperti ini. Ketegangan serupa pernah aku rasakan ketika menonton film Katolik lainnya, Spotlight. 


Keteganganku sebenarnya sudah cukup terpuaskan atas terpilihnya Kardinal Benitez, uskup agung Kabul Afghanistan, yang unik kemunculannya sejak awal. 


Bayangkan saja, ia tiba-tiba muncul ke Vatikan, dengan pakaian lusuh, mengaku sebagai seorang kardinal dan, tidak ada satupun dari seratusan lebih kardinal yang mengenalnya, termasuk Kardinal Lawrence sendiri. 


Lawrence tak bisa berbuat banyak karena Benitez menunjukkan surat pengangkatan resmi yang ditandatangi Paus terdahulu. 


Dalam catatan Vatikan, Benitez dianggap memiliki masalah kesehatan. Ia pernah diminta Paus sebelumnya pergi ke Swiss terkait hal itu. 



Benitez yang awalnya tidak diperhitungkan dalam kompetisi ini berhasil mencuri perhatian di menit-menit terakhir pemilihan. Ia akhirnya terpilih menjadi Paus baru.


Saat Lawrence menanyai kesediaan Benitez memangku jabatan barunya sebagai Paus, ia tidak langsung menjawabnya. 


Lawrence menanyakan lagi dan akhirnya dijawab Benitez. Paus baru memilih "Innocentia" sebagai gelar barunya. 


Aku pikir semua sudah selesai. Ternyata tidak. 


Monsinyur Ray yang selama ini menjadi tangan kanan Lawrence mendatangi Lawrence dengan tergopoh-gopoh. 


"I wonder if I could have a word in private. I should have told you this morning when I found out, but with everything that-- and I didn't dream that Cardinal Benitez

would become..." kata Ray dengan muka tegang dan galau.



"Ray, please tell me what's troubling you." sahut Kardinal Lawrence. 

"I found out.. Switzerland..." ujar Ray terbata-bata terlihat menanggung perasaan bersalah yang cukup berat.


Sontak aku tergeragap, memelototkan mata, padahal laptop sudah hampir aku matikan karena film aku anggap sudah usai. 


Aku merasa ada yang salah dengan Kardinal Benitez, Paus terpilih. Aku menebak-nebak sekuat tenaga namun tak pernah menduga Benitez mengalami situasi unik dan komplek seperti ini. 


Kepada Kardinal Lawrence, Benitez buka-bukaan atas situasinya, tak terkecuali kenapa Paus terdahulu memintanya melakukan 'pengobatan" ke Swiss -- meski ia memilih tidak melakukan hal tersebut. 


Kamu boleh percaya boleh tidak. Aku sempat mempause film sejenak, hanya untuk menggoogling istilah yang disampaikan Benitez. Tidak hanya itu, aku pergi ke Youtube untuk lebih memahami prosedur teknis dari istilah tersebut.


"...Laparoscopic hysterectomy. I am what God made me. And perhaps it is my difference that will make me more useful. I think again of your sermon. I know what it is to exist," ujar Benitez kepada Lawrence yang telihat masih syok dengan pengakuan Benitez. 



Benitez memang tidak salah merujuk khotbah Kardinal Lawrence saat membuka acara pemilihan Paus. Ia sempat membuat kehebohan gara-gara khotbah kontroversialnya -- aku tersengat ketika mendengarnya.


"..there is one sin which I have come to fear above all others. Certainty. Certainty is the great enemy of unity. Certainty is the deadly enemy of tolerance. Even Christ was not certain at the end. He cried out in his agony at the ninth hour on the cross. Our faith is a living thing precisely because it walks hand in hand with doubt. If there was only certainty and no doubt, there would be no mystery. And therefore no need for faith. Let us pray that God will grant us a pope who doubts. And let him grant us a pope who sins and asks for forgiveness and who carries on."

Conclave menurutku menawarkan kemungkinan --bahkan terhadap sesuatu yang selama ini telah kita anggap bersifat pasti sekalipun; termasuk dalam hal kepastian jenis kelamin. Kemungkinan hanya bisa terjadi kalau kita kita tidak mengunci semuanya dengan label "kepastian," 


Tidak ada yang pasti, bahkan terhadap jaminan keselamatan yang selama ini, katakanlah, ditawarkan oleh agama/keyakinan kita. 


Keyakinan bahwa semua bersifat pasti akan membuat kita tidak toleran dan mematikan peradaban. Harris dan Berger telah melakukan "kekurangajaran yang sempurna" dengan cara menawarkan kemungkinan radikal di tubuh kepausan. 


Jika tidak ingin mengalami misteriusitas yang intens dalam beragama, sebaiknya tidak perlu menonton Conclave. Sangat mungkin film ini akan dilabeli menista agama seandainya terjadi di agamaku.

Saturday, February 1, 2025

Lucas Magalhaes; Toleransi Sampai Mati




Bahkan ketika telah meninggal pun, Pak Lucas, Katolik taat ini, masih tetap mengundang para tetangga islamnya untuk mendoakan dirinya secara Islam, sebagaimana yang biasa ia lakukan untuk almarhumah istrinya.

** 

Pak Lucas adalah penganut Katolik taat, kelahiran NTT, kerap mengundangku memimpin doa secara Islam untuk almarhum istrinya, mbak Yayuk. Istrinya juga Katolik taat, konversi dari Islam. Pak Lucas adalah PNS yang memiliki pangkat eselon tertinggi di Pemkab Jombang; IVE. 

"Kalau dalam militer, ia mungkin sudah setara dengan laksamana. Pak Sekda saja belum segitu eselonnya," tutur mas Rudy, koleganya, saat memberikan kesaksian dalam 40 hari wafat Pak Lucas, Rabu (29/1). 

Aku sendiri baru tahu ia memiliki pangkat sedemikan tinggi. Selama ini, sebagai ASN, ia memilih berkarir secara fungsional, bukan struktural. Ia memilih sebagai peneliti yang menginduk di Bappeda. 

Kabarnya ia adalah satu-satunya ASN peneliti di Pemkab Jombang, Padahal, dengan eselon sedemikian tinggi, ia harusnya cukup layak menjabat sebagai kepala dinas. 

Mungkin ia memilih nyaman sebagai peneliti, meninggalkan aneka kenikmatan dan kerumitan sebagai pejabat struktural. Atau, bisa jadi ia tidak terpilih sebagai kepala dinas karena agamanya. Birokrasi Pemkab Kota Santri kadang memiliki logikanya sendiri menyangkut ASN non-Islam.

Pertemuan pertamaku dengannya terjadi sekitar awal tahun 2000an. Kami berdua kerap beradu pendapat dalam forum-forum diskusi kebijakan publik. 

Aku berlatar belakang LSM, ia merepresentasi pemerintah yang selalu aku kritisi, Perjumpaan kami berdua semakin membuat kami tidak lagi saling menganggap "musuh," 

Ketika ia di Bappeda Jombang, terutama selama kepemimpinan Pak Yanto dan Ali Fikri, beberapa kali aku menemuinya untuk memberikan masukan seputar berbagai kebijakan. Senyum senantiasa menghiasi wajahnya setiap kali kami ketemu. 


Sekitar seminggu lalu, Mbak Uut. wakil keluarganya mengontakku. Ia menyampaikan semacam wasiat dari alm. Pak Lucas; agar mengundangku dalam aneka ritual eskatologis Islami berkaitan dengan dirinya dan istrinya, termasuk ketika dia meninggal dunia.

Tentu saja aku tidak bisa menolak --bahkan merasa terhormat menerima -- wasiat tersebut. Pak Lucas adalah kawanku. Wasiatnya adalah legasi luarbiasa atas toleransi praktis yang belum tentu bisa dijalankan semua orang. 

"Kulo dewe durung mesti iso nglakoni sing sak niki dilakoni almarhum," kataku saat memberikan kesaksian di hadapan sekitar 50 orang, warga sekitar dan kolega, dalam acara 40 hari Doa Arwah, Rabu (29/1), sore hari, di rumah duka. Acara tersebut juga bertepatan dengan ulang tahun ke-61 almarhumah Mbak Yayuk, istri Pak Lucas.

Saat menerima undangannya, aku sedikit kaget karena judul undangannya "Doa Arwah," Istilah ini, bagi yang paham, merupakan kosakata terbatas di lingkungan Katolik. 

Kosakata ini nampaknya tidak terlalu dipakai oleh sebagian besar denominasi Protestan. Dalam urusan kematian Protestan terasa seperti Muhammadiyah; lebih fokus kepada yang hidup (keluarga yang ditinggalkan). Sedangkan Katolik, mirip NU; fokus pada yang mati dan yang hidup. 

Dalam dugaan awalku, undangan tersebut adalah doa arwah dalam lingkup Katolik. Aku diundang hadir untuk terlibat di sana, sama seperti perayaan Natal. 

Dugaanku meleset. 

Ternyata acara tersebut khusus dihadiri oleh para tetangga dan kolega Islam. 

"Tahlilan. Nanti Gus Aan dipun suwun keluarga menjadi MCnya," kata mbak Uut.
"Nggih, mbak. Tolong dikirimi rundownnya serta nama kiai yang akan memimpin tahlil," sahutku melalui WA.

Tiba di sana, aku masih belum mendapatkan rundown tersebut. Aku berpikir ini akan seperti acara tahlilan sebagaimana biasanya. 

Melalui Mas Teguh, adik dari istri Pak Lukas, aku mendapatkan gambaran format acaranya. Mas Teguh selalu hadir dan menjadi jangkar setiap acara ritual Islam di keluarga Pak Lucas. Dia adalah kolega istriku di SMKN 3 Jombang.

"Mas, aku usul, tahlilannya 5-7 menit saja. Sebelum tahlilan dimulai, kita bisa talk-show 10-15 menit," ujarku.
"Hah?! Talkshow?!" ia kaget.
"Betul, Kita bisa ngobrol seputar kenangan bersama almarhum. Nanti kita persilahkan beberapa orang bercerita kenangannya bersama almarhum dan pelajaran penting yang bisa kita petik bersama," 
"Wah menarik ini,"

Format tahlilan dicampur penyampaian narasi memori alamarhum(ah) ---apalagi dalam bentuk talkshow -- tidak terlalu dikenal dalam tradisi akarrumput Islam-Sunni-Jawa. 

Yang kerap terjadi, tahlilan dalam tradisi akarrumput biasanya berjalan dengan format baku; kiai/modin membuka acara, pembacaan tahlil, makan, pulang. Tidak ada ruang yang berani dibuka untuk mengenang kebaikan atau jasa almarhum(ah). 

Sangat mungkin karena ia dianggap terlalu suci untuk dibincang atau kekuatiran bisa memicu kesedihan lanjutan keluarga. Dalam amatanku, penyampaian narasi dalam ritual tahlil biasanya hanya terjadi di sebagian kecil kalangan elit --seandainya almarhum(ah) dianggap tokoh yang berpengaruh. 

Penyampaian narasi tersebut juga senantiasa mengambil mmodel monolog, sperti pengajian, dengan menunjuk satu tokoh. Model talkshow dalam ritual tahlilan, setahuku, hanya terjadi pada sosok Gus Dur oleh beberapa komunitas GDian.

"Pastikan, keluarga setuju dengan format ini ya, Mas," ujarku pada Mas Teguh. Ia kemudian memanggil Dhika, sulung Pak Lucas, untuk berdiskusi singkat dengan kami berdua. Ia nampak senang dengan usulan ini. 

Acara berjalan dengan sukse. Durasinya kurang lebih 30-40 menitan. Setelan pembukaan dan sambutan keluarga, mas Teguh memimpin talkshow. 

Ia membawakannya dengan cukup bagus. Kenang-kenangan indah banyak bermunculan. 

Aku melihat hampir semua undangan menikmatinya. Dalam kesaksian, aku menyatakan ke publik imajinasi kegembiraan Pak Lukas dan istrinya melihat forum sore hari ini. 

Dua Katolik taat yang telah berjumpa dengan Gustinya ini tetap dikenang dan didoakan tetangga dan kolega Islamnya.

"Mari kita melarungkan doa tahlil singkat kepada Pak Lukas dan Bu Yayuk nggih," kataku mulai memimpin tahlil.

Setelah acara selesai, aku disapa kawanku, salah satu undangan. Ia adalah Arif, tetangga Pak Lucas. 

Kami ngobrol, mengenang masa lalu saat sama-sama melayani di PCNU Jombag periode alm. Kiai Isrofil Amar. Aku bersyukur ia bisa hadir dalam acara ini.

"Tadi kalau masih ada waktu, aku sebenarnya ingin testimoni terkait Pak Luca, gus." ujarnya. 

Ia mengaku memiliki kesan mendalam terkait almarhum. Aku berjanji akan mengusulkan format talkshow seandainya keluarga Pak Lucas menyelenggarakan Doa Arwah seperti ini lagi. 

Pak Lucas dan Mbak Yayuk, pasangan Katolik taat ini, memang telah tiada, bertemu dengan gustinya. Namun demikian, keduanya tetap merawat legasi toleransinya melalui anak-anaknya serta keluarga besarnya. 

Keduanya senyatanya membawa kesejukan dan kedamaian bagi lingkunganya. Menurutku, ini sangatlah Katolik.

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

Terima kasih, Pak Lucas.(*)

Monday, January 27, 2025

WARNA-WARNI OPEN HOUSE USKUP BARU


Aku mengajak Cecil hadir dalam acara Open House Uskup baru Keuskupan Surabaya, Sabtu (23/1/2025). 

"Biar dapat berkahnya, nduk," kataku. Ia bersedia. Selain dia, aku juga mengajak Alvin, kolega ngajar di UC. Selain keduanya, aku juga mengundang dua kawanku dari komunitas pelangi; mbak Sofa dan Gus Fikri. 

Mereka transpuan dan transmen. Sayangnya, Gus Fikri mendadak tidak bisa hadir karena ada saudaranya yang meninggal dunia. 

Aku memang sengaja melibatkan kelompok pelangi. Sebab, uskup baru ini memang dikenal dekat dengan siapa saja, termasuk kelompok tadi. 

"Nanti kalau ditanya panitia, tunjukkan undangan ini. Bilang saja; rombongan dari Jaringan Islam Antidiskriminasi Jawa Timur," kataku pada mbak Sofa dan Gus Fikri sebelum acara. 

Aku memang hanya mendapat 1 undangan. Namun berlaku bagi 5 orang atas kemurahan panitia. Entah berapa ratus orang hadir malam itu. Aku melihat cukup banyak kawan aktifis lintas agama hadir. Yang tidak hadir juga cukup banyak, mungkin tidak mendapat undangan. 

Aku melihat Monsinyur Didik (Modik), uskup baru, berjalan menghampiri meja para tamu di barisan depan. Ia menyalami dan membiarkan dirinya menjadi obyek foto bagi para tamunya. 

Ia tiba di mejaku. Kami memintanya untuk berfoto bersama. "Sehat-sehat selalu ya, Modik," ujarku.

Kepada siapa saja yang aku temui malam itu, aku selalu memperkenalkan Cecil kepada mereka. Aku berharap gadisku bisa berkesempatan belajar dari mereka. 

"Kalau ingin belajar bahasa Ibrani dan Perjanjian Lama, kamu perlu belajar dari Dr. Rita," ujarku ke Cecil sembari memperkenalkan pada Dr. Rita Wahyu, Tionghoa ampyang yang selalu dengan jarik dan kebaya dipadu kerudung.

Aku juga memperkenalkan anakku kepada Sonya, dosen Komunikasi UKWMS yang sering mengundangku sebagai dosen tamu di kelasnya. Malam ini dia tampil lumayan syar'i. Persis seperti Dr. Rita. Yang mengagetkanku ia juga mengenakan tanda panitia. 

"Cecil, kenalkan; satu-satunya hajjah yang masuk jadi panitia malam ini," ujarku sembari tertawa. Keduanya pun saling berkenalan dan bercakap-cakap. Suasananya menjadi semakin gayeng saat Dr. Erlyn Erawan, kawan lamaku ikut bergabung. Ia juga panitia.

"Nah, kalau dia ini, Cil, yang pegang urusan internasional di kampus UWM," ujarku. 

"Lho Cecil dapat IISMA tahun lalu? Di kampus mana?" tanya Erlyn.

Cecil dan Erlyn bercakap-cakap seputar IISMA. Nyambung -- karena keduanya sama-sama bergelut di beasiswa tersebut. 

Yang barangkali tidak pernah Cecil sangka, malam itu, ia bertemu kawannya secara tidak sengaja. 

"Kak Ceciiilll...." sapa seorang gadis muda Tionghoa. Ia memakai tanda panitia. Cecil terperanjat sewaktu melihat gadis tadi.
"Lho Anabel.. Kamu kok di sini?"
"Lha kamu sendiri ngapain di sini, kak? Aku panitia,"
"Aku diajak bapakku ke sini,"

Keduanya kemudian terlibat dalam percakapan. Ternyata Anabel adalah adik tingkat Cecil beda jurusan. Keduanya sama-sama di Retorika, majalah FISIP Unair. Cecil redaktur. Anabel jurnalis.

Malam itu aku cukup sering meninggalkan lokasi acara. Gara-garanya, tidak ada lokasi untuk merokok. Cukup banyak kawanku yang tersiksa karena hal ini. 

Kampus UWM memang menerapkan larangan cukup ketat di sana. Aku menganggap kampus seperti ini memakai Perjanjian Baru sebagai madzhab penafsiran atas rokok. Rokok dianggap merusak tubuh. Tubuh adalah bait Allah. 

"Kita pindah ke gedung sebelah saja. Kita bebas merokok di sana," ajakku kepada beberapa perokok. 

Kami berjalan sekitar 300-400 meter menuju Providensia Dei atau seminari, tempat berkumpulnya para romo dan frater yang "menjaga" Fakultas Filsafat dan Teologi. Kami bebas merokok di sana. 

Tubuh dan jiwa adalah bait Allah, kami sangat setuju. Itu sebabnya, bait Allah perlu didupai --sebagaimana pernah disinggung Perjanjian Lama. Rokok adalah dupa bagi bait Allah. 

Selain rokoan bersama kawan-kawan GP Ansor Jawa Timur, aku juga ngudud bareng dengan para elit Pemuda Katolik Jawa Timur. Dalam obrolan, aku dorong mereka buka cabang/komisariat di Jombang. Tawaran serupa pernah juga aku sampaikan ke GMKI. 

"Ayolah, buka perwakilan kalian di Jombang, supaya kotaku lebih dinamis," tawarku.

Aku bersyukur sempat bertemu dan ngobrol agak lama dengan Romo Kurdo, kawan lama yang sekarang akan menjabat sebagai unsur penting dalam ke-vikjend-an. Ia kabarnya akan menjadi kepala vikaris pastoral, posisi yang dulu ditempati Romo Didik sebelum ditunjuk sebagai uskup. 

Romo Kurdo banyak bercerita seputar rencana keuskupan Surabaya dalam 15 tahun mendatang. Begitu asyiknya kami berbincang hingga aku melewatkan sesi foto bersama di lokasi acara. 

"Tak mengapa. Nanti bikin acara seperti ini lagi dan berfoto," batinku menghibur diri.(*)

Tuesday, January 21, 2025

YESUS DI HADAPAN BUKHARI-MUSLIM



Gemini konon terkenal paling moody. Terhadap hal yang ia gandrungi ia gampang fokus. Namun ia sekaligus gampang berpindah ke lain hati jika ada hal lain yang menarik hatinya. 

Sebagai Geministi, aku merasa hal itu, yakni kegandrunganku pada isu/persoalan yang ingin aku kaji dan seriusi. 

Kapan lalu, aku tertarik soal hukum Indonesia dan LGBT. Sempat aku tulis separuh. Konsentrasiku buyar saat ketemu informasi pria-pria unik yang menjaga dan membawa kunci makam Nabi Muhammad. 

Belum sempat selesai tulisan tersebut --untung sempat menulis meski hanya outlinenya-- aku sudah tertarik topik lain. 

Kali ini, aku penasaran terkait penggambaran Yesus dalam hadits. Aku memang beberapa kali mempresentasikan Yesus dan al-Quran. Hanya saja, aku belum pernah sekalipun menelusuri Yesus dalam belantara hadits. 

Hadits itu, kira-kira, adalah perkataan yang diatribusikan kepada Nabi Muhammad. Jadi kalau ada orang mengaku pernah mendengar Nabi Muhammad berkata maka pengakuan itu akan dicatat dan diverifikasi. 

Tidak semua pengakuan dianggap sebagai kebenaran. Sebagai catatan, konon ada ratusan ribu hadits. Sekali lagi, r-a-t-u-s-a-n r-i-b-u! Yang otentik jumlahnya banyak, sebanyak yang palsu. Aku pernah nulis tentang itu. 

Nah, dalam tradisi Islam-Sunni seperti di Indonesia, setidaknya ada dua kitab kumpulan hadits yang dianggap kanonik; Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. 

Berdasarkan dokumen yang aku pegangi, sebagaimana screenshoot sampul depannya, keduanya memiliki masing-masing 7.563 hadits. 

Aku begitu sangat diuntungkan oleh teknologi. Proses pemfilteran dan pemahaman menjadi lebih mudah --meskipun terkadang memusingkan. 

Lalu apa temuan sementara penggambaran Yesus di hadapan Bukhari dan Muslim? Aku belum menemukan satu hadits pun yang berkata minor tentang Yesus. Bahkan konon Nabi Muhammad pernah bilang bahwa setan senantiasa mengintervensi proses kelahiran manusia KECUALI dalam kasus kelahiran Yesus. 

Doakan aku bisa bertahan menelusuri topik ini. Mengingat, sepertinya aku belum menemukan ada kajian khusus menyangkut topik ini. Semoga aku, Geministi yang satu ini, bisa mengendalikan ke-moody-annya ditengah isu laut yang dipagari.(*)

Friday, December 27, 2024

SEPUTAR LOKASI KELAHIRAN YESUS; MENYINGKAP KLAIM AL-QURAN



Sebelum aku menemukan tulisan Mustafa Akyol, "Away in a Manger... Or Under a Palm Tree?" terbit 7 tahun lalu di The New York Times, aku bertanya-tanya kenapa al-Quran menarasikan kelahiran Yesus (Isa) di padang pasir, di bawah pohon kurma -- jauh berbeda dengan narasi utama yang dipahami mayoritas pengikut Kristus. 

Tak banyak orang Islam yang mampu menjelaskan kenapa al-Quran menginformasikan seperti itu. Rata-rata mereka bersikap; demikianlah, itu sudah menjadi kehendak Allah dan, itu sebabnya, dijamin kebenarannya. 

Sikap seperti ini perlu kita hormati seperti halnya kita menghormati mereka yang terus mengejar misteri kenapa al-Quran memiliki narasi tersendiri seputar kelahiran Yesus di padang pasir dan di bawah pohon kurma. 

Menurut Akyol, Yesus adalah sosok fenomenal yang menginspirasi miliaran orang. Tak jarang sosok fenomenal kerap kali diselimuti oleh keragaman narasi atas dirinya, yang kadang terasa kontradiktif satu dengan lainnya, termasuk dalam hal kelahiran. Misalnya, Kristen Ortodoks melakukan Natal 7 Januari ketimbang arus umum 25 Desember. 

Kefenomenalan ini membuat al-Quran mengapresiasi kelahiran Yesus dengan caranya sendiri. Menurut penelusuran Akyol, cerita kelahiran Yesus di gurun pasir pernah disinggung dalam Protoevangelium of James -- Injil yang berstatus pinggiran, aphocryphal -- "tidak lolos seleksi" untuk dimasukkan dalam Perjanjian Baru. 

Menurut injil ini, Yesus lahir di suatu tempat di padang pasir, semacam gua, antara Bethlehem dan Yerussalem. Yusuf meninggalkan Maria untuk mencari bantuan ke arah Bethlehem. Maria dijaga dua anak laki-lakinya. 

Injil ini tidak diketahui oleh Kekristenan Barat hingga abad 16. Namun bagi Kekristenan Timur, injil ini sudah dikenal dan memiliki pengaruh di kalangan mereka. Bahkan Gereja Chora di Istanbul kabarnya memiliki penggambaran indah seputar injil ini.

Dalam al-Quran, saat mengandung bayi Yesus, Maryam digambarkan memilih mengasingkan diri ke tempat yang jauh dan digambarkan sedemikian payah. Rasa sakitnya sedemikian hebat hingga memkasanya bersandar di pohon kurma. 

Melalui Jibril, Allah mengabari Maryam agar tidak perlu kuatir; ada aliran sungai kecil di bawah kaki Maryam. 

"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenanghatilah engkau. Jika engkau melihat seseorang, maka katakanlah, 'Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.'" Kata Allah dalam QS 19:25-26.

Beberapa sarjana, menurut Akyol, mengaitkan narasi kelahiran Yesus di bawah kurma kepada The Infancy Gospel of Matthew -- dokumen yang lagi-lagi berstatus apocryphal. Lebih jauh, pun, peristiwa Maryam dan pohon kurma terjadi setelah Yesus lahir, bukan sebelumnya.

Tanpa patah semangat, Akyol terus mencari tahu. Sekitar 1992, saat melakukan proyek perluasan jalan dari Yerusalem ke Bethlehem, pemerintah Israel menemukan reruntuhan lama Gereja Byzantine bernama Kathisma of the Theotokos (Kursi Bunda Allah). Menurut legenda, gereja ini dibangun di atas batu di mana Bunda Maria pernah beristirahat dalam perjalanan menuju Mesir. Injil Matius, menurut Akyol, mencatat kejadian ini setelah Yesus lahir.

Namun demikian beberapa sarjana, Akyol menambahkan, menyatakna generasi awal kekristenan meyakini tempat tersebut sebagai lokasi kelahiran Yesus -- yang nampaknya sejalan dengan klaim Protoevangelium of James maupun "tempat yang jauh"-nya Al-quran.

Beberapa peziarah gereja tersebut kabarnya juga pernah menceritakan adanya "air suci" yang memancar dari batu tersebut. Para arkeolog, secara mengagetkan, juga menemukan beberapa mosaik, salah satunyanya menarasikan " lo and behold — a palm tree laden with dates! (Lihatlah, itu pohon kurma yang berbuah banyak).

Seorang profesor studi agama-agama dari Universitas Oregon, Stephen J. Shoemakers, bahkan menyatakan, "this is almost certainly a representation of the date palm from which the Virgin Mary was miraculously fed."

Secara keseluruhan, pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh narasi ini? Entahlah. Apakah Yesus lahir di palungan, gua, kandang domba, bawah pohon kurma atau di mana? Sejujurnya, aku tidak tahu. 

Aku mengamini Mustafa Akyol; bahwa Yesus adalah sosok besar, sosok fenomenal dan fantastik yang menginspirasi banyak sekali orang melalui ajarannya. Kitab suciku sangat mengapresiasi sosoknya, dengan caranya yang unik.(*)


** KA Bangunkarta

Sumber: https://www.facebook.com/1561443699/posts/pfbid034tZhzRY9PZ5VMK3vEQeLNK52X6uASE83oDyfe8XvkqPeS9eZb1DnAUTpX6VMMx8Pl/?app=fbl

Monday, November 25, 2024

JIWA YANG TERGODA HIKAYAT KADIROEN



Aku geregetan dengan Semaoen, ketua PKI pertama yang lahir di Curahmalang Sumobito Jombang tahun 1899 ini. Bukan karena ideologi dan ketokohannya, melainkan betapa ia sedemikian pandai memilin jalinan cerita asmara dalam magnum opusnya "Hikajat Kadiroen" (HK)

Cerita pendek ini ditulis tahun 1920. Ini berarti ia masih berusian sekitar 20 tahunan. Masih begitu muda untuk bisa menulis karya sedemikian hebatnya. 

Tidak hanya itu, pada tahun yang sama ia mendirikan Perserikatan Komunis India (PKI) sebagai penjelmaan dari ISDV yang dibawa Sneevliet, bapak kuminisme Indonesia berkebangsaan Belanda. 

Aku belum selesai membaca HK. Baru sampai bab 2 saja. Aku putuskan menulis status ini karena itu tadi; kegeraman pada Semaoen. 

Aku geram kenapa Semaoen meletakkan Kadiroen dalam situasi percintaan yang sulit. Kadiroen pemimpin yang sangat baik. Sebagai asisten wedono, ia begitu mencintai rakyatnya sehingga mengesampingkan urusan asmara. Baginya kesejahteraan rakyat adalah yang paling utama, di atas segalanya. 

Namun hati lelaki ini menjadi tidak tentram. Otaknya tak mampu lagi tenang setelah ia bertemu perempuan bernama Ardinah di jalanan. 

Kadiroen sesadar-sadarnya ia jatuh cinta pada Ardinah. Dan ---ini yang membuatnya mabuk kepayang, Ardinah juga memiliki perasaan serupa.

Kadiroen langsung pingsan saat mengetahui Ardinah ternyata telah bersuami dengan bawahannya, seorang lurah. Hati Kadiroen makin meronta-ronta saat tahu Ardinah adalah korban KDRT yang dilakukan suaminya sendiri. 

---

Puluhan tahun aku sekolah dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, di Jombang. Tidak pernah sekalipun guruku memberitahuku ada novel keren jadul yang ditulis sedemikian bagusnya; bercerita tentang pemimpin yang dicintai rakyatnya, yang pusing tujuh keliling saat jatuh cinta. Beruntung sekali aku, dalam usia hampir setengah abad, mendapat kesempatan membacanya. 

Guru Bahasa Indonesia maupun Pendidikan Kewarganegaraan Nasional sudah saatnya mendorong anak didiknya membaca novel ini. Terdapat banyak pelajaran penting yang bisa diperoleh dari sana, termasuk menanyakan bagaimana harusnya Kadiroen menyelesaikan konflik batin dan asmaranya.

Selamat Hari Guru.(*)

https://www.facebook.com/share/p/gFBPasEVV7NoBEKD/

Friday, September 20, 2024

SILENTIUM INCARNATUM; Seputar Esa dan Kelahiran Gus Dur


Kata "esa" bisa dimaknai macam-macam. Namun kita harus sadar, pilihan pemaknaannya akan menimbulkan konsekuensi terhadap cara pandang dan perilaku keagamaan kita. 


**
Sabtu, 8 Agustus 2024, aku diundang peringatan hari lahir Gus Dur. Acara ini diselenggarakan di Rumah Rakyat (Rumah Dinas Walikota Mojokerto) oleh adik-adikku yang tergabung dalam Komunitas GUSDURian Mojokerto Raya.

Uniknya, dalam flyer maupun banner acara tidak disebutkan tahun ini merupakan harlah Gus Dur yang keberapa. Rasanya hampir tidak ada satu pun acara ulang tahun yang tidak menyebutkan angka pencapaiannya. 

Kalau kita merayakan ulang tahun ataupun hari jadi perkawinan, kita selalu menyebutkan berapa tahun perjalanan tersebut. Pasti. Yang paling baru, hari ulang tahun kemerdekaan kita; disebutkan yang ke-79 dan selalu konsisten tanggalnya; 17 Agustus. 

Hanya saja harlah Gus Dur sedikit problematik. Terdapat dua versi yang berkembang di masyarakat; tanggal 4 Agustus dan 7 September. 

"#UltahGusDur hari ini? Iya. 7 Sept, hari ulang tahun yang asli. 4 Agt, hari ulang tahun yang legal," kata mbak Alissa Wahid, sulung Gus Dur, seperti dikutip NU Online (4/8/2020). 

Untuk semakin memperumit keadaan, sebenarnya masih ada dua versi lagi tanggal dan tahun kelahiran Gus Dur, meskipun keduanya tidak banyak diketahui dan diperingati masyarakat, menurut situs tersebut. Yakni, 24 September sebagaimana dicatat dalam Ensiklopedia NU, dan 4 Juli 1939 menurut buku "KH Wahid Hasyim Karangan Tersiar"  karya Abubakar Atjeh.

Terhadap dua harlah pertama, keluarga Ciganjur selama ini tidak menunjukkan keberatan. Bahkan, mereka cenderung mengapresiasi siapa saja yang merayakan salah satu atau kedua tanggal tersebut.
Namun bagaimana sikap Ciganjur jika ada yang merayakan harlah Gus Dur berdasarkan dua opsi terakhir tadi?

"Saya kok merasa keluarga Ciganjur tidak akan melarang apalagi menuntut pelakunya secara hukum," ujarku saat ngobrol bersama Belinda dalam acara harlah di Mojokerto. 

Bahkan, tambahkku, seandanya ada temuan lain tanggal dan tahun kelahiran Gus Dur --selain empat opsi tadi -- aku yakin keluarga Ciganjur masih mampu mentoleransinya.

Entah kenapa keluarga tidak berniat membakukan satu opsi saja. Apakah mungkin ini berkaitan dengan ketidakmungkinan lagi Gus Dur mengejar aspek keduniawian yang berkaitan dengan tanggal kelahiran? Semua orang tahu, kepastian tanggal kelahiran berkaitan erat dengan berbagai aspek keduniawian. Misalkan saja, legalitas tindakan hukum --kita tidak bisa mendaftarkan diri sebagai calon gubernur, bupati hingga presiden jika umur kita dianggap tidak mememenuhi syarat. Menurutku, Gus Dur --dan keluarganya (?)-- sudah selesai dengan semua itu.

Dengan sikap yang demikian, kita bisa merasakan bagaimana sosok Gus Dur, yang awalnya berstatus privat --milik keluarga, pelan-pelan telah bertransformasi menjadi milik publik. 

Dengan demikian, sosok yang menawarkan begitu banyak perspektif pembacaan, membiarkan dirinya dibaca dan ditafsirkan sesuai kapasitas masyarakat. Penafsiran ini tentu saja memiliki motivasi yang sama, yakni untuk menyelebrasi, mengeksplorasi kembali kehadiran Gus Dur dalam konteks Indonesia. 

Kelonggaran penafsiran ini tak pelak membuat siapapun, pecinta Gus Dur, bisa leluasa mengekspresikan kecintaannya seturut dengan keyakinannya. Urusannya memang menjadi agak rumit manakala satu kelompok merasa paling benar tafsirnya atas kelahiran Gus Dur dan memaksakan kepada semua pihak. 

Cara luwes atas penafsiran kelahiran Gus Dur aku terapkan saat menjelaskan bagaimana Tuhan idealnya dipersepsikan oleh mereka yang percaya padaNya. 
"Gus Aan, bisakah dijelaskan penafsirannya atas kata esa yang sering disematkan bergandengan dengan kata Tuhan?" tanya Belinda.

Esa kerap dimaknai satu --dalam pemahaman bilangan. Padahal kata satu tersebut lebih tepat direpresentasikan dengan diksi eka. Pasti ada alasan kenapa dipilih kata esa ketimbang eka. 

Mungkin "gugatan," ini sama dengan kenapa Allah dalam al-Quran direpresentasi dengan kata "ahad," ketimbang, misalnya, "wahid," Apa perbedaan "ahad," dan "wahid,"?

Wahid biasanya dimaknai "satu" yang dapat kita bayangkan sebagai sebuah bilangan -- seperti halnya bilangan dua atau tiga. Sedangkan ahad, ia adalah satu yang tidak bisa dibayangkan. Bingung? Itu hal biasa. 

Kembali kepada esa. Kata ini, konon, merupakan serapan dari kata etad, bahasa Sansekerta. Artinya, "seperti itu, sebagaimana adanya," -- Bahasa Inggrisnya; suchness, as it is, as this. 

Dalam koridor ini, Tuhan yang esa berarti "Tuhan ya seperti itu, ya demikian halnya," Dalam istilah Jawa, kata esa dapat diartikan sebagai "tan kena kinaya apa" -- tak dapat disepertikan alias "ya begitu itu,"

Ia tidak bisa dideskripiskan namun ia tidak menolak untuk dideskripsikan. ia memberikan keleluasaan siapapun, yang percaya padanya, untuk menafsirkan eksistensinya dan bagaimana ia dimanifestasikan --sebagaimana Ciganjur bersikap atas kapan Gus Dur dilahirkan.

Jika esa dipahami seperti ini maka implikasinya akan dahsyat, terutama bagi kehidupan toleransi di Indonesia. Masyarakat, apapun agama dan kepercayaanya, diberi ruang oleh pemahaman ini untuk menafsirkan tuhan secara merdeka. 

Dan --ini yang paling penting, alih-alih berpihak pada penafsiran tafsir tertentu atasnya, Tuhan seperti memilih berada dalam posisi pasif; silentium incarnatum -- keheningan yang menjelma. Ia menjelma; ia hadir dalam setiap tafsir yang dipilih secara merdeka oleh manusia. Persis sebagaimana Gus Dur hadir dalam setiap tafsir yang dianut masyarakat atas tanggal kelahirannya.

Featured Post

Janji Pengharaman Jual Beli Jabatan WarSa, Hanya Gimmick?

Kita patut mengapresiasi pasangan WarSa, yang berani berkomitmen menolak --bahkan mengharamkan-- jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Jomb...